公用欄目


Join the forum, it's quick and easy

公用欄目

張慶茂:在香港的苦與樂 (第二集) 【代貼】

向下

張慶茂:在香港的苦與樂 (第二集) 【代貼】 Empty 張慶茂:在香港的苦與樂 (第二集) 【代貼】

發表  ymchen 05.02.15 23:22


【代貼】

SUKA DUKA DI HONGKONG-Revisi
(在香港的苦與樂-修訂版)






Bagian pertama(1978 -1987)


SUKA DUKA DI HONGKONG. (1978)-Revisi

(Seri ke-2)


Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Jan. 2015)




(1) Jadi tourist guide Indonesia di Hong Kong

(在香港当印尼遊客导遊)


Pada suatu hari, kira2 September 1978, saya membaca sebuah iklan di surat kabar, yang isinya mencari travel guide yg mahir bahasa Indonesia Tionghoa dan Inggeris . Ketika itu saya masih kerja malam di sebuah percetakan surat kabar, kerjanya pada malam hari, jadi hidupnya agak terbalik, tidak biasa. Juga tidak baik buat kesehatan.

Maka saya iseng2 pergi ke Central, ke kantor yang mencari travel guide itu.Travel Biro itu namanya ANTA EXPRESS.

Saya diterima oleh Mr Oen Min Tjin (OMT) dan adiknya Richard Oen.(RO)

Inilah dialog antara MR Oen dgn saya yg masih saya ingat:


OMT : Kami membutuhkan seorang tourist guide yg berpengalaman, apakah anda sanggup bekerja untuk itu?

TKB: Saya akan mencoba dan bekerja sebaik mungkin.

OMT: Di travel biro mana anda pernah bekerja?

TKB: Saya pernah bekerja di China Travel Service di daratan Tiongkok,  tapi belum pernah bekerja sebagai tourist guide di Hongkong.

RO: Saya perkenalkan diri, saya Richard Oen, setahu saya Tiongkok belum mengembangkan travel buat turis Indonesia dewasa ini. Bagaimana pengalaman anda itu?

TKB: Ya memang selama hubungan diplomatik dgn Indonesia terputus, turis yg ke Tiongkok sedikit sekali, tapi bukannya tidak ada. Ketika hubungan diplomatik belum putus, banyak turis Indonesia yang jalan2 ke Tiongkok. Ketika itu saya sudah jadi guide Bahasa Indonesia di situ.



Padahal saya samasekali belum pernah jadi guide di Tiongkok, saya bohongi Mr Oen dan adiknya, agar bisa diterima bekerja di situ.

Akhirnya saya diterima dengan masa percobaan sebulan. Kemudian saya diperkenalkan dengan 2 orang guide yg sudah bekerja di ANTA, yaitu Eddy dan David. Jadi saya menjadi guide yg ketiga bekerja di situ. Dengan gaji bulanan HK$ 1000,- per bulan.  Pekerjaan yang lebih enak ketimbang jadi tukang cuci piring di restoran atau bekerja sebagai buruh percetakan surat kabar yang harus bekerja pada malam hari.

Saya  banyak bertanya dan belajar kepada pak Eddy dan pak David, mengenai apa saja yang harus dikerjakan oleh guide di ANTA ini, mulai dari menjemput tamu di Airport Kaitak, mengantar mereka ke hotel, mengajak mereka City Tour, mengantar mereka makan di berbagai restoran, shopping di toko2 yang ditetapkan oleh kantor, seperti Duty Free, Jewelry factory. City Tour ke Ocean Park,  pesiar ke Night Club di atas kapal, sampai mengantar mereka ke airport kembali. Setiap ada tamu yang belanja di toko2 tersebut, kantor akan mendapat komisi, dan dari komisi itu 30% akan dibagi kepada guide yang membawa tamu.Pak Eddy dan pak David orangnya baik sekali, banyak cerita tentang apa saja yang harus saya kerjakan dan perhatikan. Atas saran mereka berdua, saya menggunakan nama Robert, untuk memudahkan komunikasi di travel biro.

Ternyata pekerjaan ini sangat mudah sekali buat saya, karena pengalaman saya sebagai pimpinan PPI (Pemuda Baperki)selama 10 tahun di Indonesia, yang sering memimpin Rombongan Kesenian mengadakan tour keliling Indonesia pada tahun 60-an. Jadi sudah biasa berbicara dengan microphone di depan orang banyak. Di Medan,  Sumatera Utara, saya dengan santai mampu berpidato di depan 6000 penonton.

Namun Mr Oen rupanya masih belum begitu percaya kepada saya, maka ketika hari pertama saya membawa City Tour ke Ocean Park, dia dan isterinya ikut dalam bis, sepanjang jalan ke Ocean Park, menyaksikan dan mendengar sendiri saya berbicara di depan para turis ANTA TOUR dengan microphone.

“Selamat pagi para tamu dari Anta Tour, bagaimana sarapannya tadi, memuaskan dan sudah kenyang perutnya?......  Semalam tidurnya enak gak?...... Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk memberi kenyamanan dan kepuasan  buat para tamu dari Indonesia, agar betul2 merasakan pesiar ke Hong Kong ini seperti pesiar kekeluargaan antara sesama famili, anggap saja saya keponakan anda, dan anda semua adalah Oom2, Tante2 dan adik2 saya yang sedang jalan2 ke Hong Kong……., nah, sekarang saya akan memperkenalkan dua boss kita dari Anta, yaitu Mr dan Mrs Oen yang duduk di baris belakang, saya persilahkan kita menoleh sebentar,…… ya mari kita tepuk tangan semua…… atas nama Anta Travel, saya mengucapkan sekali lagi banyak terima kasih atas kunjungan anda semua ke Hong Kong, semoga 3 hari dua malam di Hongkong ini anda mendapat segala kepuasan dan kenyamanan dalam segala yang ditonton, dimakan, dan didengar………….. Kita sekarang sedang melakukan City Tour di Hong Kong Island, menikmati pemandangan yang indah dan jarang terlihat di dunia, bukit2 di pinggir laut yang penuh dengan pepohonan yang hijau, gedung2 pencakar langit yang menjulang tinggi ke angkasa, hawa udara yang sejuk dan segar. Saya melihat anda semua sudah membawa foto tustel yang siap digunakan sebentar untuk mengabadikan pemandangan yang spesifik dari Hong Kong yang jarang ada bandingannya di dunia………… Kita sekarang sedang melewati Happy Valley, yang terkenal dengan lapangan pacuan kudanya. Nah, mari menatap ke jendela sebelah kiri, sudah tampak kan lapangan pacuan kuda yang besar itu.  Penduduk Hong Kong gemar nonton dan beli lotere kuda,  ini adalah peninggalan kebudayaan Inggeris, sebagaimana kita sama2 ketahui, sejak 1840 Hong Kong dijajah dan dikuasai oleh pemerintah Inggeris, yang disamping membawa kemajuan ekonomi Hongkong, juga membawa adat istiadat dan kebudayaannya, salah satu daripadanya adalah olahraga pacuan kuda.  Ini sesuatu yang tidak ada di Indonesia bukan? ………….Sekarang kita segera akan mendaki bukit Tai Ping, Tai Ping artinya damai, adalah bukit dari Hong Kong Island yang terkenal, dari atas bukit kita bisa mengambil foto dari pelabuhan Victoria yang indah permai,  kita akan berhenti di lereng gunung selama 10 sampai 15 menit untuk keperluan itu, juga di situ ada toilet bagi yang tadi ter-buru2  naik bis, tidak sempat ke toilet. …………Setelah itu kita akan pergi ke pantai selatan dari Hong Kong Island, ke Repulse Bay atau Teluk Air Dangkal . Kita akan mengambil grup foto dengan latar belakang patung Dewi Kwan Im Po Sat yang tinggi besar, dan mengambil foto2 dari ber-macam2 patung yg ada di pinggir laut itu. Kemudian kita akan pesiar ke Ocean Park, yang menjadi salah satu objek turis yang utama di Hong Kong. ………..Kita akan makan siang di Ocean Park, di sebuah restoran yang khusus dibuka untuk para pengunjung ke situ.  Selesai makan siang kita akan lanjutkan sightseeing atau cuci mata ke Kowloon Side, Tsim Sha Tsui dan Hung Hom, dan kita akan pergi ke Toko Duty Free di situ, kemudian meninjau ke Pabrik Perhiasan dan batu intan (Jewelry) yang terkenal di dunia. Inilah secara cekak aos, secara singkat padat, acara City Tour kami yang sesuai dengan acara tour yang telah dijanjikan kepada anda semua ketika mendaftar di Jakarta. Kita akan makan malam di atas kapal pesiar, yang akan saya jelaskan sore ini perincian acara di atas kapal itu.”

Demikian kata pembukaan di atas bis yang saya sampaikan dengan santai dan lemah lembut, seperti orang sedang ngobrol di coffee house.

Belum sampai Ocean Park, Mr Oen dan isteri berdua turun dari bis dan berkata : "Robert, kami percaya pada pengalaman dan kemampuanmu sebagai tourist guide.” Dan mereka berdua terus pulang ke kantor dengan taxi.

Sejak kecil memang saya sudah dilatih berpidato oleh Papa, setiap ada famili yang mengadakan upacara pernikahan, saya sering disuruh jadi pemimpin acara dan berpidato. Kemudian pengalaman di PPI jadi ketua rombongan kesenian, pengalaman 12 tahun di RRT sebagai tamu Negara yang hidup bersama dengan orang Indonesia yang mengambil suaka politik di situ, berdiskusi dan berdebat dengan mereka dalam urusan penghidupan maupun politik, dan lain2 yang bisa dibaca dalam memori saya , penguasaan bahasa Indonesia saya karena saya selama 7 tahun di Bandung sekolah di Fakultas Hukum dan Akademi Musik Cornel Simanjuntak, dan pengalaman 20 tahun jadi guru bahasa Indonesia. Pengalaman yang tidak dimiliki oleh Pak Eddy, pak David dan lain2 tourist Guide Indonesia di Hong kong.

Ketika itu, ANTA EXPRESS merupakan travel biro terbesar di Hong Kong yang menerima turis Indonesia, pernah menerima sepuluh bis turis Indonesia sampai memborong Harbour Cruise Night Club, untuk mengajak hampir 400 turis yg ikut dalam Hongkong Tour.  

Saya cuma sebulan saja jadi guide tetap di situ, kemudian atas permintaan saya, saya cuma bersedia jadi free lance, guide tidak tetap (kerja sambilan), karena saya memutuskan untuk menjadikan profesi guru piano sebagai pekerjaan utama, yang bisa dikerjakan sampai usia lanjut, sedangkan pekerjaan sebagai travel guide paling2 cuma sampai usia 60-an sudah tidak kuat lagi…..

Jadi seterusnya, saya cuma bekerja sebagai guide pada liburan kenaikan kelas para siswa Indonesia, antara Juni dan Juli setiap tahunnya, liburan Idul Fitri dan liburan Hari Natal, dimana banyak turis Indonesia yang jalan2 keluar negeri termasuk Hong Kong.  Pekerjaan ini saya kerjakan selama 32 tahun lamanya, baru betul2 berhenti setelah tahun 2010. Pada usia 72 tahun. Setelah menderita sakit mata, mata saya buta sebelah, dan yang satu lagi sering lamur, harus jalan pelan2 pakai tongkat ke-mana2. Tentu tidak mampu bekerja sebagai guide lagi…



(2) Kisah Hoakiao Indonesia yang tertipu sekolah ke Tiongkok

(被欺骗到中国读书的印尼华侨的故事)


Melalui engko piauw saya Yung Hian, saya berhasil bertemu dengan Ang Heng Kok, sahabat karib saya ketika SD di Sin Hoa dan SMP di Ba Zhong, saya pindah dari Sin Hoa ke Ba Zhong justeru atas ajakan dari Ang Heng Kok ini, meskipun tidak sekelas, tapi setiap hari selalu pulang pergi bersama naik Tram Listerik. dari setasiun Pecenongan ke setasiun Kota, terus jalan kaki ke Blandongan. Demikianlah selama 3 tahun saya selalu ke sekolah bersama Ang Heng Kok, saya tinggal di Jalan Tamansari I/1, Heng Kok tinggal di Jalan Pintu Air II/68. Awal tahun 1954, Ang Heng Kok mengajak saya jalan2 ke Bandung, tinggal 3 malam di Hotel Pasir Kaliki, sebab ia sudah memutuskan pada medio 1954 akan melanjutkan studinya ke RRT. Ketika itu semua pelajar yang ke RRT harus menandatangani surat di kantor  imigrasi, menyatakan tidak akan kembali lagi ke Indonesia. Maka Heng Kok mengajak saya jalan2 ke Bandung yang terkenal sebagai Paris van Java itu. Sebab tak mungkin bisa melihat kota Bandung lagi setelah pergi ke RRT. Dari sini bisa dilihat betapa akrabnya persahabatan kami berdua ketika itu.

Ketika Heng Kok belajar di RRT, saya masih sering ke rumahnya, membaca surat2 keluarga yg dia kirim dari Shanghai, sayapun kadang2 menulis surat kepadanya menceritakan keadaan saya di Indonesia. Tahun 1960, ketika terjadi insiden di Cimahi yang menewaskan 2 wanita Tionghoa, hati kami semuanya panas, timbul fikiran mau pulang ke RRT, saya menulis surat kepada Heng Kok,, dia membalas surat itu, secara halus menasihatkan agar membuang jauh2 niatan itu. Belakangan saya tanya di Hongkong, kenapa begitu, dia bilang dia sudah merasakan sakitnya tertipu, tidak mau melihat sahabat karibnya tertipu seperti dia.

Setelah lulus universitas, Heng Kok dan Yung Hian bekerja di Shanghai, dan memang mereka sejak di Indonesia sudah saling kenal, sama2 Ba Zhong angkatan 57. jadi melalui mereka berdua, saya jadi tahu, banyak teman sekolah angkatan 57 Ba Zhong yang kini berada di Hong Kong, dan pemimpinnya Liu Mey Hoa, yang buka restoran Shanghai di North Point merencanakan re-unie angkatan 57 Ba Zhong bertempat di restorannya, restoran Shanghai yang saya pernah bekerja beberapa bulan sebagai tukang cuci piring.

Pada hari yang ditentukan, berkumpullah puluhan angkatan 57 Ba Zhong di restoran, makan bersama dan ngobrol ngalor ngidul mengenangkan tempo doeloe. Ketika itu belum semua yang keluar ke Hong Kong, tapi ya jumlahnya sudah lumayan juga deh. Juga saya ketemu mantan guru di Ba Zhong Oey Seng Bun, yang mengajar bahasa Inggeris ketika di SMP.. mengetahui saya belum berkeluarga, Pak Oey Seng Bun menawarkan, mau kagak diperkenalkan dengan gadis Ba Zhong yang belum menikah,  saya bilang tak usahlah, biar saya cari sendiri.

Heng Kok bekerja di perusahaan encinya Ang Tjiu Hun yang juga saya kenal sejak di Jakarta. Enci dan cihunya membuka pabrik karpet di Yuen Long, Heng Kok sendiri juga tinggal di Yuen Long bersama isterinya orang totok Shanghai.. Bisa ketemu lagi dengan teman main waktu kecil sungguh satu hal yang menggembirakan, jadi begitu tiba di Hong Kong saya tidak merasa kesepian.

Ang Heng Kok adalah anak ketiga dari Ang Lian Hong, saudagar batik di Karet Petamburan Jakarta. Rumahnya di Pintu Air II besar sekali,. Luasnya l.k. 300 meter pesegi, di belakang rumahnya bisa main bulutangkis, dalam kamarnya bisa main pingpong. Waktu kecil selalu diantar naik mobil pergi ke sekolah..  Di rumahnya ada piano yang sering saya mainkan pada waktu senggang saya ke rumahnya. Engkonya Ang Ha Tjoan, encinya Ang Tjiu Hun, adik2nya, AngTjay Hun, Ang Heng Pang, Ang Siong Hun dan Ang Teng Hun.  Ayahnya beriorientasi ke RRT, maka 3 anaknya , dia dan engko serta encinya dikirim ke RRT, dan semuanya bersekolah di Shanghai, dan akhirnya semuanya pindah ke Hong Kong.
.
Heng Kok bercerita kepada saya,

“Bouw, dulu waktu di Indonesia, kita ditipu oleh propaganda Tiongkok. Guru2 kita di Sin Hoa dan Ba Zhong cuma cerita yang bagus2 tentang Tiongkok Baru, yang jeleknya diumpetin. setelah saya tiba di RRT, terbongkarlah semua penipuan itu, tapi nasi sudah jadi bubur, mau kembali lagi ke Indonesia sudah tak mungkin ketika itu. Untung belakangan diperbolehkan keluar Tiongkok, setelah tahun 1972, setelah ada politik baru dari Chou En Lai, yang memperbolehkan Hoa Kiau keluar Tiongkok untuk ke Hong Kong atau kemana saja yang mereka sukai. "

Yan, saya membenarkan ucapan Heng Kok ini, sebelum 1972, seperti pak Willy Fung, Liu Mey Hoa, Chung Ren Hu, Wu Xie Jian, dan lain2 harus menyelundup ke Hong Kong, karena jika terang2an minta izin, pasti ditolak oleh kantor polisi Tiongkok.

Liu Mey Hoa adalah ketua kelas saya di SMP kelas 2, kelas 3, SMA kelas 1 dan kelas 2 ketika sekolah di Ba Zhong Jakarta. Dan juga teman main bulutangkis di Mangga Besar. Dia cuma setahun tinggal di RRT, kemudian nyelundup ke Hong Kong, begitupula dengan Chung Ren Hu, Mereka begitu tiba di RRT, tak lama lagi sudah tahu banyak kebohongan yang mereka dulu dengar dan baca di Indonesia, maka semuanya nekad pindah ke Hong Kong.

Di Hong Kong asal saja mau bekerja, hidupnya jauh lebih enak ketimbang di RRT, yang penting tidak usah ketakutan sama perjuangan klas yang main ganyang2an dan main cap kaum kanan dan kontra revolusi. Ketika di RRT ketemu saya, mereka semua tidak ada satupun yang berani menceritakan isi perut Tiongkok, takut dijebloskan ke dalam penjara atau dibuang ke kamp konsentrasi Bei Da Huang untuk kerja paksa.

Pada re-unie Angkatan 57 Ba Zhong di atas saya ketemu juga dengan Lin Hui Ching yang pernah jadi juara Pingpong ulang tahun PPI ke-3 di Jakarta, belakangan jadi juara pingpong seluruh dunia. Bangga juga saya sebagai pendiri PPI, ada anggotanya yang belakangan jadi juara dunia.. Setelah itu, tiga tahun sekali diadakan re-unie , lama2, berubah jadi setahun sekali, setengah tahun sekali dan terakhir 3 bulan sekali.



(3) Perbandingan kebebasan Hong Kong dengan RRT

(香港的自由和中国的自由比较)


  Ketika di RRT, rakyat Tiongkok hanya  bisa membaca Harian Rakyat dan Majalah Hongqi yang resmi dikeluarkan oleh PKT, yang isinya sudah diatur menurut politik partai.  Tiongkok senantiasa melukiskan rakyat di luar Tiongkok hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan, hidup dalam penderitaan penghisapan dan penindasan kapitalis dan imperialis. Surat kabar, majalah dan buku2 asing tidak diizinkan beredar di RRT, karena ketakutan penipuannya terbongkar di mata rakyat. Siapa yang diam2 mendengar siaran radio BBC atau VOA, paling ringan dikritik keras, paling berat bisa diciduk ke pernjara..

Namun sebagai tamu Negara, saya dan kawan2 Indonesia diperbolehkan membaca Harian Hong Kong Standard, Suratkabar dan Majalah Indonesia di perpustakaan yang khusus untuk orang Indonesia, seperti Suara Karya, Kompas, Tempo dll. Jadi buat orang Indonesia, yang juga tidak ada larangan mendengar radio Barat, bisa menggunakan otaknya sendiri untuk membandingkan mana yang kira2 benar dan mana yang kira2 palsu. Misalnya soal Lin Piao mati karena kecelakaan pesawat udara, kami sudah tahu dari berita BBC Inggeris, VOA Amerika, Hilversum Belanda, dan RRI Jakarta. Padahal rakyat Tiongkok sendiri kebanyakan tidak tahu menahu soal yang maha penting ini.

Propaganda a la Goebels  ini (menteri penerangan Nazi Hitler),  semuanya terbongkar setelah saya tiba di Hong Kong, justeru yang menghisap dan menindas secara kejam adalah pemerintah RRT dan PKT kepada rakyatnya sendiri, bukan sebaliknya. Justeru yang penghidupannya sengsara dan melarat adalah rakyat Tiongkok daratan, bukannnya penduduk Hong Kong dan Taiwan.

Di Hong Kong saya berlangganan surat kabar Ming Pao dan majalah Cheng Ming yang berani membongkar kejelekan dan kebusukan di Tiongkok dibawah rezim fasis feodal Mao Tjetung, pergi ke perpustakaan, yang bisa membaca buku2 yang tidak ada di toko buku atau perpustakaan di RRT.  Jadi mengetahui apa yang dulu ditutup2i oleh PKT dan apa yang dulu dipalsu oleh PKT kepada tamu negaranya.

Hong Kong sejak 1840 menjadi jajahan Inggeris, namun politik penjajah Inggeris terus menerus mengalami perobahan,  ketika saya berada di Hong Kong, saya merasakan sendiri adanya kebebasan berbicara, kebebasan menulis, kebebasan berorganisasi, kebebasan berdemonstrasi, kebebasan memilih tempat tinggal, kebebasan memilih sekolah disukai, kebebasan memilih pekerjaan, kebebasan untuk meninggalkan Hong Kong dan kembali ke Hong Kong lagi, kebebasan untuk pesiar keluar negeri, yang semuanya tidak ada di RRT.  Taraf  hidup penduduk Hong Kong juga  jauh lebih baik ketimbang di RRT. .

Akhirnya saya berkesimpulan, meninggalkan daratan Tiongkok pindah ke Hong Kong adalah keputusan yang tepat, di sini ternyata terdapat ratusan ribu Hoakiao asal Indonesia yang dulu ber-bondong2 pulang ke tanah leluhur, akhirnya ber-bondong2 meninggalkan tanah leluhurnya. Bahkan ada yang berhasil kembali ke Indonesia, ada yang berhasil pindah ke USA, Canada, Inggeris, Perancis, Holland, Jerman Barat, Australia, Selandia Baru dan lain2. Sebab melalui praktek yang dialaminya sendiri, di RRT mereka hidup serba ketakutan dan tidak tahu masa depannya bagaimana.

Di Hong Kong saya bebas bergaul dengan siapa saja, tidak ada larangan ini dan itu seperti ketika jadi tamu Negara, dilarang bergaul dengan rakyat Tiongkok, dan sejak 1968 sampai 1977 selama 9 tahun hubungan surat menyurat dengan teman2 sekolah lama dan famili di Tiongkok juga dilarang.  Padahal semua teman2 sekolah saya dan famili saya  itu satupun tidak ada yang berani membongkar kekejaman pemerintah Komunis Tiongkok kepada saya, hanya saja fihak Tiongkok ketakutan sama bayangannya sendiri. Bahkan semua surat2 yang masuk maupun keluar harus disensor.

Di Hong Kong saya bisa bebas mengadakan kontak dengan teman2 lama di Indonesia, dan juga yg berada di Holland, Perancis, Jerman, Belgia, Swedia, Amerika Serikat , Kanada dan Australia serta Selandia Baru. Surat menyurat tidak ada yang sensor seperti di RRT. Jadi pengetahuan saya terhadap pengalaman mereka tambah luas, sebab mereka tidak berada dalam situasi ketakutan untuk menulis sesuatu yang mereka baca, lihat dan alami sendiri..



(4) Yamcha & makan  Hamburger di Mc Donald

(饮茶和在麦当劳吃汉宝包)


Dulu pernah ada ungkapan MAKAN DI GUANG ZHOU, sebab orang Guang Zhou pandai membikin makanan yang lezad.  Tapi ketika saya tiba di Hongkong, besar sekali perbedaan antara Guang Zhou dan Hong Kong,  Baik jenis makanannya dan rasanya.  Guang Zhou sudah berubah seperti udik dan Hong Kong sudah berubah menjadi kota besar yg serba ada. Bila kita masuk ke pasar buah2an dan sayur mayur, pasar yg menjual daging, ikan dan lain2 keperluan dapur, wah mata kita sampai silau ke-heran2an, banyak sekali jenisnya dan harganya murah sekali.  Apalagi kalau kita masuk ke supermarket yang terang benderang, sampai pusing melihat begitu banyak jenis makanan dan minuman yang di RRT belum pernah kita lihat atau dengar.

Ketika itu di pinggir jalan banyak yang jualan bami bakso dan bakmi pangsit kedoyanan saya, wah jenisnya juga anekaragam, ada bihun, ada kwetiao, ada so-un, ada spageti(bakmi Itali), ada bakso sapi, bakso babi, bakso ikan, bakso udang, pangsit , hun tun, babat, usus, …. Ada yang jualan babi panggang, ayam rebus, bebek rebus, mau makan dengan nasi juga boleh, ada yang jualan masakan Shanghai, bakmi goreng Shanghai yg spesifik rasanya, ada yang jualan bubur Hongkong yang khas,  yaitu daging mentah digodog dengan bubur, sehingga kaldu dagingnya meresap ke dalam bubur, ada yang menjual masakan orang Tio Tjiu yang spesifik dan lezad rasanya,  Mau makan kacang asin  dan kwaci, mau makan tahu dan cakwee, setiap hari bisa dibeli di pasar. Jadi sudah seperti di Indonesia waktu saya kecil. Satu keistimewaan lain lagi adalah Makanan Barat yang banyak sekali toko2 roti dan kuwe2nya, coffee house, yang inipun ketika saya di RRT hampir tak nampak samasekali. Pendek kata, bicara soal makanan, jangan bandingkan dengan Hongkong, dengan Indonesia saja RRT sudah ketinggalan jauh.

Begitu saya tiba di Hongkong, ko Yung Hoa mentraktir saya yamcha di restoran di North Point, Theresa Sih (iparnya ko Yung Hoa yang saya sudah kenal ketika di Peking) mentraktir saya yamcha di Causeway Bay, wah betul2 kaget hati saya, begitu banyak ragam makanan kecil (kudapan) al la Canton di Hong Kong yang di Canton (Guangzhou) sendiri tidak pernah tampak. Disamping makanan tradisionil yang sudah saya kenal di Indonesia seperti bakpao dan siomay, ada lunpia, hakao, cakar ayam, kuwe lobak, babat sapi, cumi2, pastel udang, bubur daging babi cincang dengan telur hitam, dll belasan macam banyaknya, sampai betul2 kekenyangan.

Ko Yung Hian mentraktir saya makan Hamburger, kentang goreng dan milkshake di Mc Donald, minum coca cola. Wah, kapan ya, rakyat Tiongkok bisa menikmati penghidupan seperti ini pikir saya.

Memang belakangan setelah politik perekonomian ultra kiri Mao Tjetung dikikis habis oleh Deng Xiaoping, Semua makanan dan minuman yang ada di Hong Kong, juga ada di RRT, bahkan yang tidak ada di Hong Kong, yang spesifik khas Tiongkok daratan, banyak terjual dan dinikmati oleh rakyat Tiongkok pada jaman REFORMASI DAN KETERBUKAAN (GAI GE KAI FANG).

Restoran Indonesia meskipun belum banyak, tapi sudah ada di Hong Kong ketika itu, bahkan pekerjaan saya yang pertama justeru jadi koki di restoran Jakarta, seperti yang telah saya ceritakan di depan. Juga ada masakan India, Pakistan dan Nepal yang tak sedikit bangsanya di Hong Kong, Sebab India, Pakistan  dan Nepal dulunya dijajah oleh Inggeris, jadi banyak juga rakyatnya yang pindah ke Hong Kong dan buka warung nasi, warung martabak di Hong Kong..

Ketika tahun 1978 saya bekerja di ANTA EXPRESS sebagai tourist guide bahasa Indonesia, saya sering ditugaskan mengajak tamu2 Indonesia makan di Restoran Canton (Kong Hu), Restoran Barat (kebanyakan untuk sarapan pagi), Restoran Shanghai, Restoran Se Tjwan, Restoran Hakka, Restoran Tio Tjiu, Restoran Peking dan Restoran Indonesia.  Jadi kerja sebagai guide enak juga, bisa ikut mencicipi berbagai macam masakan yang enak2 dari macam restoran.



(5) Mencari ruangan buat mengajar piano

(找教琴的课室)


Dengan  bantuan  uang muka dari Keng Lian adik saya di Indonesia,  Pada Mei 1978 saya  membeli piano merek Baldwyn USA dengan mengangsur , harganya HK 6000,- , uang mukanya 2000, sisanya diangsur selama 2 tahun.  piano Baldwyn ini adalah piano professional yang bagus sekali suaranya.  Namun apartmen Tan Wie Hiong dari Bandung yang saya diami ketika itu di Quarry Bay tidak memenuhi syarat untuk menerima murid  piano,  maka saya harus pindah.  Cari punya cari akhirnya berhasil sewa sebuah kamar tidur di sebuah  apartmen di Wamphoa Estate,  apartmen milik seorang Hoa Kiao dari Bandung juga,  namanya Liu Tjen Ya, mereka juga penggemar musik sahabat dari Gouw Tjeng San, pianis PPI Jakarta yang kini tinggal di Hong Kong. Piano saya itu boleh diletakkan di ruang tamu, sehingga bisa dipakai untuk mengajar piano. Karena masih belum berhasil mencari murid piano, terpaksa untuk sementara saya bekerja dulu di pabrik Motorola, yang kerjanya antara jam 11 malam s/d jam 7 pagi. Yang letak pabrik itu cuma jalan kaki 5 menit saja dari apartmen kediaman saya. Masih ada foto kenang2annya, ketika Lauw Hok Goan dan isterinya (famili Sim Liang Tje) datang dari Canada menengok saya.

Jadi siang harinya jika kebetulan ada pekerjaan sambilan jadi guide di Anta Express, saya bisa kerjakan tanpa mengganggu kerja malam itu, juga bisa digunakan untuk mengajar piano pada siang harinya.

Bagaimanapun juga  sewa kamar pada orang lain banyak ketidak leluasaan, maka saya putuskan untuk menyewa apartmen sendiri. Akhirnya dapat di Hunghom juga persis dimuka pabrik Motorola tempat saya kerja malam. Namanya Loong King Mansion. Apartmen berukuran 510 Feet pesegi (kurang lebih 40 meter pesegi), terdiri dari 3 kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur dan satu toilet. Sewanya HK 1000,- per bulan.  Penghasilan saya cuma 1200,- per bulan, terpaksa dua kamar tidurnya saya sewakan lagi kepada orang lain, orang Hongkong yang bekerja di pabrik. Sehingga beban saya menjadi ringan, ada uang lebih untuk ongkos hidup se-hari2. Saya dan isteri pakai satu kamar tidur dan ruang tamunya, dapur dan toilet pakai sama2.

Di Loong King Mansion ini, isteri saya membantu mencarikan murid, teman satu pabrik di Hung Hom juga yang kemudian menarik teman2nya untuk belajar piano kepada saya.. Tiap murid saya pungut uang les HK 120,- per bulan,  belajar 4 kali seminggu, tiap kalinya 30 menit.



【第二集結束】

【請續看下一集】







ymchen

文章數 : 667
注冊日期 : 2012-11-08

回頂端 向下

回頂端


 
這個論壇的權限:
無法 在這個版面回復文章