公用欄目


Join the forum, it's quick and easy

公用欄目

張慶茂:在香港的苦與樂(第四集)【代貼】

向下

張慶茂:在香港的苦與樂(第四集)【代貼】 Empty 張慶茂:在香港的苦與樂(第四集)【代貼】

發表  ymchen 11.02.15 21:52


【代貼】

SUKA DUKA DI HONGKONG-Revisi
(在香港的苦與樂-修訂版)






Bagian pertama(1978 -1987)


SUKA DUKA DI HONGKONG. (1980)-Revisi

(Seri ke-4)


Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Jan. 2015)




(1) Bodyguard kedutaan besar hidup melarat di RRT


Ko Dolih atau Thio Tjoan Keng adalah putera sulung Toape Tjun Pang, engko tertua dari ayah saya.  Ia lahir pada tahun 1934, 4 tahun lebih tua daripada saya. Saya sudah kenal sejak di Jakarta pada jaman revolusi, rumah dan tokonya di Sukabumi habis dibakar oleh rasialis Indonesia pada 1946, tinggal baju yang nempel di badan, sekeluarga mengungsi ke Jakarta, ketika itu saya dan adik2 serta orang tua juga mengungsi ke Jalan Lombok no, 4, daerah orang Belanda. Sedangkan rumah di Tamansari digunakan untuk menampung saudara Papa dari Sukabumi yang habis dirampok dan dibakar kaum rasialis pribumi. Toape sekeluarga, Jipe, Shape sekeluarga semuanya ber-desak2 tinggal di Tamansari IC.  Kemudian satu persatu berhasil mencari rumah kediaman sendiri, dan ayah bunda dan semua adik2 saya (4 anaknya) pindah lagi ke Tamansari IC pada tahun 1947.

Pada tahun 1965, kira2 bulan Juli, ko Dolih sekeluarga (isteri dan 4 anak2nya) dianjurkan mengungsi ke RRT oleh kedubes RRT di Jakarta. Katanya situasi sedang memanas, dan ko Dolih yang pekerjaannya ketika itu sebagai bodyguard kedubes RRT(dia pandai main kuntauw), sudah jadi inceran akan diteror katanya. Maka berangkatlah ia sekeluarga ke RRT pada bulan Juli 1965.
.
Di RRT ternyata sekeluarganya semua ditempatkan di sebuah desa pertanian Hoa Kiao Chiao Ling yang miskin, taraf hidupnya segera merosot hebat. Taraf hidupnya seperti pengemis (gembel) di Jakarta, Di Chiao Ling ko Dolih bekerja sebagai supir dan montir truk, keahlian yang dipelajari di Jakarta waktu mudanya, isterinya kerja di pabrik. Anaknya yg besar baru berusia 7 tahun, kemudian 5 tahun, 3 tahun dan 1 tahun. Ketika itu RBKP sedang berlangsung di seluruh daratan Tiongkok, pembangunan ekonomi sangat ditelantarkan, rakyat dipaksa berevolusi, menulis surat tempelan huruf besar (Tacepao), mengadakan rapat2 pengganyangan terhadap  Goberkap (Golongan Berkuasa Penempuh Kapitalis). Begitulah nasib ko Dolih yang berbeda sekali dengan nasib saya yang pada waktu yang sama saya menjadi tamu negara dengan penghidupan serba enak. Saya sendiri samasekali tidak tahu bahwa ko Dolih pada 1965 pulang ke RRT, karena ketika itu saya sedang sibuk2nya di Bandung, selama 9 bulan tidak pulang ke Jakarta.

Belakangan dia dipindahkan ke Shao Koan. Adiknya ko Tjoan Gie mengirim uang hasil penjualan truknya ko Dolih sebesar 3000 HKD, minta bantuan saya untuk mengirim uang ini ke Shao Koan.

Maka berangkatlah saya ke Shao Koan dengan kereta api via Senzhen dan Guangzhou. Sampai di Shao Koan sudah malam hari, dijemput oleh ko Dolih di setasiun kereta api yang bobrok dan tua. Kemudian pergi ke rumah gubuk  yang mereka tinggal sekeluarga. Wah miskin sekali ko Dolih ini, orangnya kurus, kulitnya hitam dan banyak keriput, seperti sudah berusia 60 tahun, padahal usianya baru 46 tahun, Tampak penderitaannya yang hebat di RRT selama itu. Ia bercerita bahwa si Giok Bwee, puteri keduanya ketika berusia 16 tahun diperkosa oleh anak sekertaris Partai Komunis Tiongkok di Tjiauw Ling,  dia lapor ke polisi, tapi si pemerkosa tidak ditangkap apalagi dihukum, begitulah kebusukan Partai di Tiongkok ketika RBKP.

Ketika itu Souw Bwee putri sulungnya yg sudah berusia 22 tahun sedang pacaran dengan pemuda totok yang ayahnya jadi polisi, ko Dolih menentang keras karena memang sudah sentiment dan tidak percaya kepada orang totok Tiongkok. Tapi puterinya berkeras menikah dgn pacarnya itu. Eh, tahu2 menantu totoknya ini orangnya baik dan jujur, sayang kepada isteri dan mertuanya, akhirnya ko Dolih harus menerima kenyataan yang tidak diduga sebelumnya, ternyata tidak semua totok yang jahat.

Saya cuma semalam menginap disitu keesokan harinya pergi meninjau ke sebuah kelenteng, kemudian kembali lagi ke Hong Kong.

Belakangan ko Dolih dipindahkan lagi ke pinggiran kota Guangzhou, Hoa Xian atau Kabupaten Hoa, maka lebih sering saya menengok dia apalagi setelah pindah ke tengah kota Guangzhou.



(2) Mantan sekretaris Baperki Jawa Barat lari ke Jerman


Hie Jin Fong, anggota pengurus PPI Bandung yang pada 1964 menggantikan kedudukan saya di Baperki Jawa Barat, menjabat Sekretaris I Baperki Jawa Barat yang ketuanya adalah Prof Oh Hong Djie. Pada 1974, ia dan isterinya Tan Giok Lan yang jabatan terakhirnya adalah direktur Sekolah Musyawarah yang didirikan oleh PPI Bandung, lari sana lari sini akhirnya ganti nama So En dan pergi sekolah ke Jerman Barat, sekolah di Berlin Barat. Setelah lulus mereka harus kembali ke Indonesia, situasi masih belum aman, maka mereka berdua atas bantuan Siauw Giok Tjhan, mantan ketua Baperki Pusat yang ketika itu berada di Holland, Hie Jin Fong sekeluarga berhasil diusahakan pindah menjadi penduduk Holland dengan alasan buka restoran.  Tapi restorannya tidak lama berdiri, bangkrut dan akhirnya jualan kuwe basah di rumah, dan di kirim ke toko2 dan pasar. Ia bisa hidup dengan keringat dakinya sendiri dan memelihara dua anak lakinya sampai lulus universitas.

Mendengar saya berada di Hong Kong, Hie Jin Fong datang dari Holland ke Singapura, di sana ada 3 anggota PPI  yaitu Bong Tet Jin, Souw Keng Hok dan Wang Siu Ming. Kemudian dari Singapura datang ke Hongkong menemui saya. Ia membawa salam dari Khouw Siang Hok yang ternyata pada 1978 telah pindah dari RRT ke Jerman Barat.  Katanya Khouw Siang Hok sedang berusaha agar isterinya yang totok Shanghai, lulusan Fakultas bahasa Jerman, untuk menyusul dia di Jerman. Saya sendiri tidak tahu bahwa ketika saya tinggal di Nan Chang , Khouw ternyata tinggal di Jiu Jiang  tepi sungai Yangtse.

Dari Hie Jin Fong saya banyak mendengar langsung apa yang terjadi di Bandung waktu G30S meletus.  Tanggal 30 September 1965, PPI masih naik pentas menari dan menyanyi, tahu2 malam itu juga di Jakarta meletus G30S. Mulai 1 Oktober semua kegiatan PPI disetop. Rencana Kongres ke5 di Jakarta pada 10 Oktober 1965 dibatalkan.  Setiap hari baca surat kabar di rumah masing2, kadang2 saling berkunjung untuk mengetahui apa sebetulnya yang terjadi di Jakarta. Situasi tambah panas dan di Jakarta mulai demo2 anti PKI, semua pimpinan PKI menghilang entah kemana, surat kabar PKI juga tidak terbit lagi sejak 3 Oktober. 1965.

Memang Khouw Siang Hok pada tahun 1963 sudah memberitahukan saya, jika di Jakarta terjadi bentrokan antara PKI dengan Angkatan Darat, maka kegiatan PPI di Bandung harus segera disetop, semua foto2 dan dokumen2 dibakar habis, dan pimpinan utamanya lari menyingkir, supaya jangan sampai ditangkap dan konyol masuk penjara. Karena Baperki dan PPI sudah masuk les hitam Angkatan darat, yang akan dibubarkan jika PKI dilarang.

Khouw Siang Hok sejak 1964 sudah meletakkan jabatan ketua PPI Bandungnya, menjabat ketua umum PPI Pusat, tapi masih sering ke Bandung, terakhir adalah tanggal 17 September 1965, 13 hari sebelum G30S meletus. Maka saya tenang2 saja ke RRT, Kalau ada apa2 Khouw pasti akan ke Bandung lagi untuk mengatur keselamatan pengurus PPI, dan memang nyatanya begitu, Khouw lari dari Jakarta, bersembunyi di rumah Then Thung Khang kemudian Lim Tjun Liat di Bandung. . Maka korban PPI Bandung menjadi sangat kecil sekali, cuma 3 pengurusnya ditahan sebulan lamanya kemudian dilepas kembali, mereka adalah Yo Bin Kwan wakil ketua Cabang, Tjoe Peng Hin dan Ong Lee Sin sekertaris Cabang yang tinggal serumah dengan saya di Karang Anyar 93A. Ya mereka semuanya ditangkap karena tidak percaya nasihat saya, agar lari bersembunyi, mereka pikir, PPI kan cuma melakukan kegiatan tari menari dan paduan suara, tidak ikut2an aktivvitas PKI, soal G30S dan pembunuhan biadab terhadap 7 perwira AD di Lubang Buaya bukan tanggung jawab PPI, itu urusan PKI.  Jadi tenang2 saja di rumah sampai ditahan selama sebulan. Tapi ternyata cuma ditahan saja, tidak digebuki apalagi disiksa seperti yang kita sering dengar pada cerita2 yang dilakukan terhadap orang yg dicurigai terlibat G30S..

Hati saya menjadi tenang juga, mendengar para anggota dan pengurus PPI Bandung semuanya selamat, tak ada yang ditangkap, digebuki dan disiksa. Jadi apa yang saya kerjakan selama 7 tahun jadi wakil ketua kemudian Ketua PPI Cabang Bandung semuanya tidak salah, semua berjalan di atas rel yang lurus dan netral, tidak ke kiri maupun tidak ke kanan.

Dari Hie Jin Fong saya mendengar bahwa Njoo Soen Hian mantan ketua Baperki Jawa Timur kini ada di Belgia, kabarnya mau ke Hong Kong, saya minta agar nomer tilpon saya diberitahu kepada Nyoo Soen Hian yang saya kenal baik ketika jadi pengurus PPI di Indonesia.



(3) Belajar akordeon sudah kelewat jaman di Hongkong


Sebelum meninggalkan RRT, dengan uang tabungan dari uang saku 30 yen sebulannya, saya berhasil membeli sebuah akordeon baru merek Parrot buatan Tien Tsin. Maksudnya agar di Hong Kong kalau tak ada pekerjaan, saya mau main akordeon sambil nyanyi di pinggir jalan atau di park2, untuk ngamen cari makan, persis seperti yang saya lihat di film2 Barat ketika di Indonesia. Untuk keperluan itu saya sudah latihan di Tiongkok.Tapi rupanya tidak sulit mencari pekerjaan di Hong Kong, jadi saya mencoba pasang iklan untuk mencari murid akordeon, saya sudah ber-tahun2 berpengalaman mengajar akordeon di RRT, maka berani menjadi guru akordeon di Hong Kong. Tapi ternyata selama di Hong Kong, cuma berhasil mendapat 1 orang murid saja yang belajar akordeon, dan belajarnya pun tidak lama, setengah tahun terus berhenti. Rupanya di Hong Kong berbeda dengan RRT, karena akordeon sudah ketinggalan jaman, di sini orang2 sudah belajar electronic keyboard yang lebih canggih dan lebih banyak variasinya ketimbang akordeon yang sangat bersahaja. Apalagi saya sendiri sudah membeli electronic keyboard, maka akordeonnya jadi nganggur dan makan tempat untuk menyimpannya. Kemudian akordeon itu saya berikan dengan cuma2 kepada engku Yan Wim buat dia mainkan sendiri, jadi sayonara untuk selama-lamanya penghidupan saya dengan akordeon itu, terus main keyboard kemudian meningkat menjadi pemain computer musik yang lebih rumit ketimbang keyboard.



(4) Siauw Giok Tjhan ditahan tanpa salah 13 tahun


Nyoo Soen Hian Penasehat PPI Jawa Timur dan Siauw Giok Tjhan penasehat PPI Pusat adalah dua tokoh Baperki yang saya kenal baik ketika jadi pimpinan PPI di Indonesia. Dari Siauw Mayli puteri Siauw Giok Tjhan yang bermukim di Holland saya mendapat dengar ayahnya akan ke Hongkong, juga Nyoo Soen Hian, sahabat karib sejak kecil dari Siauw Giok Tjhan, sama2 orang Surabaya, usia Nyoo Soen Hian 2 tahun lebih muda dari Siauw Giok Tjhan.

Ternyata Nyoo Soen Hian yang datang duluan, saya ditilpon kemudian pergi ke Hotel di Causeway Bay tempat beliau bermalam, beliau datang bersama isterinya. Dengan tak di-sangka2 di Hotel saya jumpa dengan Siauw Tiong Tjhing, adik Siauw Mayli yang berangkat satu kapal ke RRT pada 27 September 1965.

Nyoo Soen Hian berhasil melarikan diri dari penangkapan orba, kini sekeluarga hidup di Belgia. Beliau senang sekali bisa ketemu dengan saya, apalagi saya sudah seringkali ke Surabaya dan selalu menginap di Jalan Seruni 42, rumahnya di Surabaya yang tidak akan saya lupakan se-lama2nya. Anak2nya juga di Belgia, Charlote, Hetty, Theo dan Didi semuanya sehat2 dan sudah berumahtangga semuanya. Dari Tiong Tjhing saya mendapat berita  Siauw Giok Tjhan juga tak lama lagi akan ke Hong Kong, bertemu dengan dia dan isteri serta anaknya. Ternyata dia sudah berkeluarga dan mempunyai seorang anak laki2, Norman Siauw namanya. Kini dia bekerja sebagai tenaga tehnisi computer di Bank Of China, ia mengajak saya mampir ke rumahnya sebelum ayahnya datang dari Holland.

Tak lama lagi, Siauw Giok Tjhan datang dan menginap di rumah anaknya itu, saya datang menyambanginya. Senang sekali bertemu dengan guru politik saya dan pimpinan di Baperki itu. Sejak sekolah di Ba Zhong, saya sudah kenal nama Siauw Giok Tjhan, sudah membaca majalah Sunday Couriernya, dan sering melihat Siauw Maylan dan Siauw Mayli bersekolah diantar oleh pick up Sunday Courier ke Ba Zhong. Tak lama Baperki berdiri, saya masuk menjadi anggotanya dan aktif di Pemuda Baperki yang kemudian diubah namanya menjadi PPI (Permusyawaratan Pemuda Indonesia).

“Apakah Oom ketika ditahan oleh militer digebuki dan disiksa?” Tanya saya.

“Tidak sama sekali. Yang digebuki kebanyakan adalah orang2 yang tidak ternama, atau yang langsung terlibat G30S. Sedangkan Oom dan Baperki tidak ikut dan tidak tahu menahu adanya G30S, cuma tanpa persetujuan Oom, nama Oom dicantumkan sebagai anggota Dewan Revolusi yang dipimpin oleh Letkol Untung, banyak nama2 yang tercantum di situ main tulis saja, tanpa persetujuan dari orang yang bersangkutan.” Jawab Siauw.

“Loh apa alasan mereka menahan Oom?” Tanya saya lagi.

“Oom disuruh mengaku jadi bendahara PKI, disuruh mengaku uang PKI itu berasal dari tangan Oom yang minta sumbangan kepada pedagang2 Tionghoa  di Indonesia.” Jawab Siauw.

“Ah enak saja main tuduh kayak begitu, lalu bagaimana jawab Oom?”

“Kalau bapak bisa buktikan tuduhan itu, silahkan beri bukti2nya dan seret saya ke pengadilan.”
Jawab Siauw lagi.

Akhirnya militer yang meriksa Oom kewalahan, karena memang tidak ada bukti sama sekali. Oom memang banyak minta sumbangan kepada pedagang2 Tionghoa, tapi semuanya untuk Jajasan Pendidikan Baperki, semuanya untuk mendirikan Sekolah Baperki dari Taman Kanak2. SD, SMP, SMA sampai Universitas.

“Lalu bagaimana prosesnya sampai Oom dibebaskan dari rumah tahanan?”

“Pada suatu hari Oom dipersilahkan pulang kerumah, tahanan rumah katanya.  Lalu Oom tanya, kapan Oom dibawa ke Pengadilan?”

“Lalu bagaimana jawaban mereka?”

“Kami tidak punya bukti untuk membawa bapak Siauw ke pengadilan, maka bapak boleh pulang ke rumah.”

“Kalau tak ada bukti kenapa ditahan sampai 13 tahun?”

“Soalnya demi keselamatan bapak, agar bapak jangan diteror oleh rakyat yang tidak senang kepada bapak”
jawab kepala penjara itu lagi.

Itulah alasan absurd dari orde baru, menahan tanpa proses pengadilan ratusan ribu Tahanan Politik, jadi para Tapol harus berterima kasih atas perlindungan orba terhadap mereka selama bertahun-ahun hidup menderita di rumah tahanan dan penjara. Harus berterima kasih kepada orba yang memaksa mereka kerja di ladang untuk menghidupi mereka dalam kamp konsentrasi Pulau Buru yang terkenal itu.

Kemudian Pak Siauw mengajak saya makan bersama di situ yang dimasak oleh menantunya.

Setelah Siauw kembali ke Holland, tak lama lagi saya ditilpon oleh sahabat karib saya Suparna Sastera Diredja, bahwa Oom Siauw baru saja meninggal dunia karena serangan jantung, harap segera beritahu anaknya agar segera berangkat ke Peking bersama encinya Siauw Maylan, pergi ke Holland.



【第四集結束】

【請續看下一集】




致 愛 麗 絲

ymchen

文章數 : 667
注冊日期 : 2012-11-08

回頂端 向下

回頂端


 
這個論壇的權限:
無法 在這個版面回復文章