公用欄目


Join the forum, it's quick and easy

公用欄目

張慶茂:在香港的苦與樂(第五、六集)【代貼】

向下

張慶茂:在香港的苦與樂(第五、六集)【代貼】 Empty 張慶茂:在香港的苦與樂(第五、六集)【代貼】

發表  ymchen 14.02.15 23:58


【代貼】

SUKA DUKA DI HONGKONG-Revisi
(在香港的苦與樂-修訂版)






Bagian pertama(1978 -1987)


SUKA DUKA DI HONGKONG. (1981)-Revisi

(Seri ke-5)

Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Jan. 2015)



(1) Anta Express memborong satu kapal pesiar


ANTA EXPRESS adalah travel biro yang melayani turis Indonesia yang terbesar ketika saya bekerja di situ, waktu itu banyak turis Indonesia yang pergi ke Taiwan, dan mencapai puncaknya pada 10 Oktober , hari nasional Republik Tiongkok di Taiwan. Pada tahun 1981 ini, adalah ulang tahun ke 70 dari  Xing Hai Ge Ming  dipimpin oleh Dr Sun Yat Sen, yang menggulingkan kerajaan Manchuria dan berhasil mendirikan RepublikTiongkok, dimana Dr Sun menjabat sebagai Presiden yang pertama. Maka Taiwan pada tahun itu membikin pesta besar2an dan mengundang banyak Hoakiao, terutama dari Indonesia yang paling banyak Hoakiaonya di dunia.  Dalam satu hari menjelang 10 Oktober ANTA EXPRESS harus melayani 10 bis turis dengan jumlah orang 300 lebih, terpaksa memanggil travel guide free lance yg untungnya tidak sulit mencarinya, karena banyak Hoakiao asal Indonesia yg dulu sekolah di RRT yang pindah ke Hong Kong..

Untuk mengajak mereka pesiar diatas Night Club di atas kapal pesiar, terpaksa memborong satu kapal, yang semua tamunya dari rombongan Indonesia yang diurus oleh ANTA.  Saya ditugaskan memimpin acara kesenian dengan membawa akordeon, dan mengajak tamu2 nyanyi lagu2 Indonesia dan Tiongkok,. Pendek kata malam itu untuk pertama dan terakhir dalam sejarah saya sebagai guide menerima begitu banyak turis skaligus dalam satu malam. Guidenya, disamping Eddy, David, Alfran, Robert, juga dipanggil guide baru seperti Tony, Clif, Denis, Jimmy, Henry  Raymond,  dan A Bun,   Ramailah acara kesenian yang diisi dengan nyanyian bersama dan nyanyian tunggal secara spontan di atas kapal pesiar malam itu. Baik boss ANTA Mr Oen, Richard Oen, Stanley Oen dan para tour leader dari Jakarta, dan para guide dari Hong Kong semuanya ikut andil nyanyi di pentas, juga para tamu yang punya suara lumayan, tidak malu2 tampil nyanyi Potong Bebek Angsa, Anak Kambing Saya, Nona Manis Siapa Yang Punya, Ayo Mama, Burung Kakatua, Sarinande,  Tian Mi Mi, Ye Liang Tai Piao Wo Te Sin, Bengawan Solo, Halo2 Bandung dan lain2.

Selanjutnya, setiap hari liburan penting, Mr Oen selalu memanggil saya untuk membantu membawa rombongan turis dari Indonesia, karena penguasaan bahasa Indonesia saya adalah yg terbaik dari kalangan guide yang ada di Hong Kong dan pengalaman saya membawa rombongan yang kaya sejak Pekan Pemuda pertama di Indonesia pada Maret 1957..



(2) Sobron Aidit – adik kandung ketua PKI


Zus Wati, isteri Sobron Aidit meninggal dunia di Peking dalam usia 41 tahun, sungguh kasihan sekali, dalam usia begitu muda mendapat penyakit kanker kulit dan terlambat pengobatannya, akhirnya tak tertolong nyawanya. Dia terkenal orang yang tak pernah sakit apapun kecuali batuk atau pilek. Saya pernah bekerjasama dalam sekolah Indonesia di STM dengan dia, Wita dan Nita adalah murid2 saya.
Sobron, Wita dan Nita datang ke Guangzhou untuk bertemu dengan saya dan Gouw Tjeng San, tapi cuma saya yang sempat datang, karena Gouw sedang sibuk sekali waktu itu.

Sobron menceritakan, dia kini mendapat pekerjaan di Radio Peking sebagai penghalus bahasa Indonesia untuk siaran radio Peking dalam bahasa Indonesia. Mendapat kontrak selama setahun, kemudian mereka akan berdikari tanpa bantuan orang Indonesia lagi. Ia sedang merencanakan pergi ke Hongkong atau ke Paris. Di Hongkong ada saya dan Gouw Tjeng San , bekas muridnya di sekolah Pa Hoa dulu.  Dan di Paris ada Umar Said yang sudah dapat izin tinggal di Perancis.

Saya sarankan agar dia ke Paris saja, karena Hongkong sulit sekali buat orang Indonesia yang tidak ada basis bahasa Mandarin, belajar bahasa Konghu jauh lebih sulit ketimbang belajar bahasa Perancis.lagipula Hongkong tak ada jaminan social buat penganggur dewasa ini, sedangkan di Eropa bisa ke Holland atau Swedia atau Jerman yang tidak takut kelaparan atau kedinginan.

Akhirnya Sobron menerima nasihat saya, tahun itu juga dia pergi ke Paris, mendapat kursus bahasa Perancis dengan gratis selama setengah tahun dari Pemerintah Perancis, kemudian dilepas untuk mencari makan sendiri di kota Paris, Sobron kemudian bekerjasama dengan Umar Said, dan mendapat bantuan finansil dari banyak temannya, mereka ramai2 gotong royong membuka restoran Indonesia di Paris, sehingga bisa hidup dari hasil keringat daki sendiri. Di Paris dia berkumpul dengan 2 puteri abangnya DN Aidit, yaitu Ibaruri Aidit dan Ilya Aidit, belakangan berkumpul dengan adiknya Asahan Aidit yang menyusul ke Holland dari Vietnam. Maka betullah dia menurut nasihat saya, sehingga bisa hidup dalam keadaan lumayan di Paris, berkumpul dengan famili dekatnya sendiri. Dan belakangan (tahun 1992) bisa jalan2 ke Hongkong bersama Nita dan cucunya Laura, bertemu dengan Gouw Tjeng San di Hongkong..


【第五集結束】

【請續看下一集】









SUKA DUKA DI HONGKONG. (1982)-Revisi

(Seri ke-6)

Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Jan. 2015)



(1) Nasib seksi kesenian PPI Bandung setelah G30S


Lim Tjoen Liat, ketua seksi tari2an PPI Bandung bersama isterinya Wong Kim Lie tiba2 datang dari Bandung ke Hongkong. Ternyata di Hongkong bermukim dua kokonya yang dulu sekolah di RRT kemudian pindah ke Hong Kong. Jadi kedatangannya ke Hongkong terutama untuk menengok kokonya, dia tidak tahu bahwa saya sudah berada di Hongkong,  setelah dia bertemu dengan Eveline Tjiauw, barulah mengetahui bahwa saya sudah ada di Hongkong sejak 1978

Mereka berdua kini ternyata sudah menjadi pengusaha yang sukses, punya pabrik pakaian kanak2 yg lumayan besarnya di Bandung. Sehingga dia mampu membelikan rumah flat apartmen buat dua kokonya di Hongkong.

Dia menceritakan situasi di Indonesia setelah G30S, dia kumpulkan para penari yang kegiatan keseniannya setop setelah 1 Oktober 1965, mereka sering kumpul2 dan membaca novel terkenal dari Tiongkok yaitu 《Nyanyian Remaja》 dan《Cadas Merah》, dua novel yang popular ketika itu di Bandung.  Ya semuanya harus dengan sedih menerima kenyataan yang tidak enak itu, semua kegiatan tari menari menjadi berhenti, semua rencana pertunjukan menjadi berhenti, rencana perlawatan kesenian ke Sulawesi 1966 juga menjadi batal.

Dia juga menceritakan Khouw Siang Hok Ketua Umum PPI Pusat yang berhasil lolos dari pencidukan militer, bersembunyi di rumahnya kemudian di rumah Then Thoeng Khang, sebelum berhasil minta suaka politik ke RRT.

Cuma The Djong Tjwan dan Tan Swie Ling dari PPI Pusat yang dipenjara., tanpa diseret ke pengadilan selama 13 tahun lamanya. Di Bandung semuanya selamat tidak apa2, cuma mula2 merasa takut juga, karena mendengar di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali banyak pembunuhan massal. Rombongan Kesenian dari Sumatera Utara yg pada September 1965 mengadakan pertunjukan di Bandung, ketika 30 September masih berada di Jawa Timur, memang rencananya akan mengadakan pertunjukan di Jakarta pada 10 Oktober 1965. Terpaksa menghentikan semua pertunjukan, dan bubar di Surabaya, masing2 pulang ke Medan secara ter-pisah2. Ma Sau Pik, ketua rombongannya, kabarnya ditangkap ketika tiba di Medan. Saya tanya bagaimana dengan Ten Sembiring dan Tan Keng Ing, ketua dan wakil ketua PPI Sumatera Utara? Entah bagaimana nasibnya, tak ada kabar sama sekali.  Tapi Udin, dirigen Koor Maju Tak Gentar selamat dan pernah tinggal di rumah Then Thoeng Kang beberapa waktu lamanya. Rumah saya di jalan Karang Anyar 93 A sudah kosong, semua penghuninya sudah kembali ke Jakarta, entah dimana mereka sekarang. Yo Bin Kwan sudah sekolah ke Berlin Barat dan terus jadi dokter di sana bersama isterinya Soeng Tjie Ing yang jadi guru piano di situ.  Souw Keng Hok dan Wang Siu Ming pindah ke Singapura, begitupula dengan Bong Tet Jin. Mereka sudah mendengar berita Khouw Siang Hok kini sudah tinggal di Jerman Barat bersama isteri dan seorang putrinya.



(2) Z. Afif dosen bahasa Indonesia di IBA Guangzhou


Saya dapat kabar Z. Afif yang saya kenal sejak di Indonesia telah datang di Guangzhou, menjadi dosen bahasa Indonesia di Institut Bahasa Asing (IBA) Indonesia di Guangzhou. Ia datang bersama Rondang Erlina Marpaung isterinya dan puterinya Nyala. Erlina Marpaung pernah ketemu saya di lapangan terbang Pnohm Penh pada 27 September 1965, dan Nyala adalah murid piano saya ketika di STM Tjiang Si.

Saya tinggal di kamar tamu di asrama Institut Bahasa Asing Guangzhou itu, kami makan malam bersama dengan masakan Indonesia yang bumbunya kami bawa dari Hongkong, sebab di Guangzhou belum ada toko Indonesia yang menjual bumbu dapur Indonesia, kerupuk, emping, petai, bumbu jadi rendang Padang, dll yang banyak terjual di Hongkong.

Di Guangzhou saya juga mencari ko Dolih yang ketika itu sudah pindah ke Hoa Xian, pinggiran kota Guangzhou. Karena dia menitip agar saya membelikan pesawat TV hitam putih, yang harganya murah di Hongkong.  Saya ketemu dengan dia di Sa Mien, Hotel Sheng Li tempat saya bermalam, dia datang bersama anaknya Siao Ping 18 tahun. Kemudian dia mengajak saya dan isteri main ke Hoa Xian untuk ketemu dengan puterinya yang baru melahirkan anak. Saya pun tak lupa membawa rupa2 makanan Indonesia yg di Hongkong banyak dijual, tapi di Guangzhou ketika itu belum ada samasekali. Ko Dolih sekeluarga suka sekali dengan bumbu gado2, bumbu kari Indonesia, kerupuk udang, emping, petai dan kecap manis cap Bango dari Jakarta. Sudah belasan tahun di RRT tidak pernah ketemu masakan Indonesia..
.
Maka pergilah saya dan isteri ke Hoa Xian naik bis umum, tiba di Hoa Xian menginap di kamar tamunya ko Dolih. Souw Bwee puteri sulungnya sudah menikah dengan anak polisi, ia baru saja melahirkan seorang puteri berusia dua bulan ketika itu. Ketemu pula dengan Giok Bwee 22 tahun dan Tjoen Bwee 20 tahun serta isteri ko Dolih. Ini adalah pertemuan kedua sejak saya ke rumahnya di Shao Koan pada tahun 1980 yang lalu.

Ia bekerja sebagai supir di Hoa Xian, memang itulah keahlian dia sejak di Jakarta dulu. Puteranya Siaoping juga sudah dewasa, dan bekerja sebagai supir truk juga seperti dia. Penghidupan mereka sudah jauh lebih baik ketimbang waktu jaman RBKP di Tjiauw Ling. Ini berkat politik baru Deng Xiaoping katanya.

Isterinya bekerja di pabrik perabotan dari alumunium. Juga 3 orang anak2nya semua sudah bekerja jadi kaum buruh di situ juga. Kami menginap cuma semalam,kami berdua kembali lagi ke Hong kong.



(3) Dari Medan ke Albania terus ke RRT dan Hongkong


Pak Nam, masih ada hubungan famili dengan Sobron Aidit tiba2 mengetuk pintu rumah saya di Loong King Mansion. Ia bercerita bahwa ia berasal dari Medan, anggota IPPI. Kemudian mendapat beasiswa belajar ke Tirana, Albania.  Ketika hubungan Albania dengan RRT memburuk, terpaksa mengungsi ke RRT, sebagian lagi mengungsi ke Eropa. Di Hongkong dia punya dua adik wanita yg dulu sekolah ke RRT kemudian kagak betah dan pindah ke Hongkong.  Diapun ada niatan pulang ke Indonesia, gunakan Hongkong sebagai jembatan, untuk sementara cari kerjaan dulu di sini seperti saya.

Isterinya masih famili dengan Sobron Aidit, pribumi asli, dan masih tinggal di Nan Chang RRT, kalau dia sudah mapan hidupnya di Hongkong, barulah isterinya diajak keluar dan hidup bersama di sini.

Karena ada persamaan nasib, sebagai orang eksil Indonesia yang sementara nyangkut di luar negeri, maka dengan cepat kami menjadi sahabat karib, saling kontak dan cerita tempo doeloe. Dia menderita sakit diabetes yang agak parah, jadi harus hati2 makan minumnya, setiap ke coffee house selalu minum kopi pahit tanpa gula. Mula2 dia bekerja di pabrik, kemudian mendapat pekerjaan sebagai touristguide di Dewi, yang mengurus turis Indonesia ke Hongkong dan RRT. Saya perkenalkan dia dengan Yo Seng Kim, yang rumahnya cuma15 menit jalan kaki dari rumah saya, karena Yo Seng Kim banyak kenal dengan kader2 IPPI, diantaranya Budiman Sudarsono dan Ong Hok Tjiang, yang Pak Nam juga kenal ketika di Indonesia. Jadi banyak tema ngobrolnya kami bertiga.

Pada suatu hari, ketika saya jalan2 ke restoran Jakarta di Central, pergi menengok teman2 di dapurnya, saya bertemu dengan seorang teman lama yg kenal di STM, namanya Joko. Dia sedang mencuci piring di situ.  Ternyata diapun men-coba2 penghidupan di Hong Kong, isterinya Zus Murti dan anaknya Siao Ning masih tinggal di Nanchang juga.  Dia tak lama jadi tukang cuci piring, belakangan mendapat pekerjaan sebagai pelayan di Restoran Shinta Wanchai. Di Hongkong dia ganti nama menjadi Chen Tak Kwong, kami berempat, Pak Nam, Seng Kim, dan Tak Kwong sering kumpul2 ketika itu. Pernah saya ajak di ke ANTA EXPRESS, melamar jadi turis guide, tapi lamarannya ditolak Mr Oen, karena Mr Oen bilang Tak Kwong terlalu tua, padahal usianya pantaran dengan saya. Belakangan dia pamitan dengan saya, mau kembali ke RRT dan mengajak isteri dan anaknya pindah ke Perancis, bekerja di Restoran Indonesia yang dibuka oleh Umar Said dan Sobron Aidit. Sebab dia merasa tidak begitu cocok dengan penghidupan yang berat di Hong Kong.


【第六集結束】

【請續看下一集】







ymchen

文章數 : 667
注冊日期 : 2012-11-08

回頂端 向下

回頂端


 
這個論壇的權限:
無法 在這個版面回復文章