公用欄目


Join the forum, it's quick and easy

公用欄目

張慶茂:在香港的苦與樂(第九、十集)【代貼】

向下

張慶茂:在香港的苦與樂(第九、十集)【代貼】 Empty 張慶茂:在香港的苦與樂(第九、十集)【代貼】

發表  ymchen 23.02.15 0:28


【代貼】

SUKA DUKA DI HONGKONG-Revisi
(在香港的苦與樂-修訂版)






Bagian pertama(1978 -1987)


SUKA DUKA DI HONGKONG. (1985)-Revisi

(Seri ke-9)

Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Feb. 2015)



(1) Dr Lie Tjwan Sien ajak pindah ke Holland


Dr Lie Tjwan Sien yang saya kenal sejak di Jakarta karena kedudukan saya pada  tahun 1955-1958 sebagai sekretaris PPI Jakarta, pada suatu hari tiba2 datang besama isterinya ke Hongkong dan mampir di Lay Yin Mansion. Mereka berdua kini hidup di Amstelveen dekat Amsterdam bersama anak dan menantunya, Lie Giok Tjhing dan Durmin serta cucunya Li Ming. Mereka berdua jalan2 ke Hong Kong untuk bertemu dengan sahabat2 lamanya seperti Dr Gan Heng Ngo (mantan dokter di Bei Jing RRT), Kho Nay Tjong(mantan pengurus sekolah Sin Hoa Jakarta)  dan Tan Hoan Soey (bendahara Baperki Pusat), serta Na Hong Tik mantan Ketua PPI Jakarta, yang selama itu tinggal di Jalan Mangga Besar no. 50, rumah Dr Lie.

Dr Lie dan isterinya Ny. Lie Tjwan Sien (Sekretaris I Baperki Pusat) menceritakan bahwa mereka berdua ditahan oleh orde baru selama 13 tahun, tanpa proses pengadilan, kemudian dibebaskan begitu saja seperti Oom Giok Tjhan. Kemudian mereka menyusul anaknya yang sudah berada di Holland

Ketika itu saya masih bermukim di sebuah kamar ukuran 9 meter pesegi, makan, tidur, menerima tamu, masak, mandi, mengajar piano semuanya di satu ruangan yang sempit itu.

Ketika mereka berdua datang, saya hidangkan nasi putih bersama sayur asam Jakarta yang saya masak sendiri di kamar itu, ya tidak ada gorengan apapun, kecuali sambel terasi yang dapat didjadikan teman nasi, dan lalap ketimun serta telur asin rebus..

Dr Lie menawarkan agar kami pindah saja ke Holland, untuk sementara tinggal bersama anaknya yang ada kamar tamunya, kemudian pelan2 cari tempat tinggal sendiri setelah tiba di sana, Saya ucapkan banyak terima kasih atas tawaran itu, namun saya terangkan bahwa saya harus ber-hati2 sebelum mengambil keputusan yang besar ini, menarik pelajaran ditipu Tjoa Heng Kie ke Bandung. Bukan maksud saya untuk mengatakan Dr Lie mau menipu, melainkan saya perlu membandingkan taraf hidup di Hongkong dan Holland secara teliti, apakah saya akan meningkat taraf hidupnya, atau sebaliknya saya akan menurun taraf hidupnya.

Lama kami ngobrol mengenangkan tempo doeloe ketika sama2 aktif di Baperki,  dan menceritakan penghidupan saya ketika jadi tamu Negara di RRT, dimana 3 hari sebelum G30S, saya diselamatkan oleh Khouw Siang Hok, ditugaskan jadi wakil PPI dalam Rombongan Delegasi Front Pemuda Indonesia ke RRT menghadiri Perayaan 1 Oktober 1965.  Maka di saat teman2 saya ditangkap atau di-kejar2, saya selamat tak kurang suatu apapun di RRT.

Setelah itu saya menulis surat kepada Durmin, menantunya di Holland yang sudah jadi dokter di sana. Menanyakan dengan teliti bagaimana teman2 di Holland hidupnya, berapa harga roti, sayur, buah2an, sewa kamar atau flat apartmen, sewa listerik, air ledeng, gas, tilpon, surat kabar, dan lain2 secara mendetail dan teliti. Agar saya bisa menghitung secara kongkrit, bagaimana taraf hidup saya kelak di Holland.

Setelah mendapat jawaban dari Durmin, akhirnya saya menyimpulkan, taraf hidup saya di Hongkong kini masih lebih baik ketimbang kawan2 di Holland, dan kelak pasti akan lebih baik lagi.

Ini terbukti belakangan setelah murid saya bertambah banyak, saya mampu membeli tiga flat apartmen di Hong Kong, Senzhen dan Guangzhou, masing2 ukuran 40 Meter pesegi, 65 meter pesegi dan 75 mereter pesegi. Saya dan isteri mampu jalan2 ke Eropa, Amerika, Kanada, Asia Tenggara, dan pulang ber-kali2 ke Indonesia, membeli 2 piano,  10 organ dan lain perlengkapan sound system, alat merekam, dan 3 komputer. . Yang semuanya tak mungkin saya mampu beli jika saya pindah ke Holland. Sebab di Holland kelebihannya cuma satu, yaitu tempat tinggalnya lebih besar dan murah, lain2nya semua lebih mahal daripada Hongkong.  Dan penghasilan saya tak mungkin bisa sebanyak di Hongkong, karena kebanyakan saya cuma bisa menjadi penganggur yang menerima tunjangan social yg pas2an buat tinggal dan makan doang.

Belakangan Effie Tjoa datang ke Hong Kong dan berkata: “ Keng Bouw, untung kamu tidak ke Holland, kagak cocok deh buat Keng Bouw, lihat nih enci Effie, lulusan konservatorium Itali, tidak bisa mengajar nyanyi di Holland, terpaksa ganti profesi jadi juru rawat di rumah sakit.  Banyak lulusan dokter RRT juga tidak bisa praktek di sini, walau sudah ikut ujian kedokteran Holland dan dapat ijazah, juga sulit mendapat pasien”


(2) Membawa kabur 60 juta Rupiah uang kas PPI Bandung


Pada pertengahan tahun 1985, sahabat karib saya dari BandungThen Thoeng Khang membawa rombongan keluarga besarnya, ayah-bunda dan 5 orang adik2nya datang ke Hongkong  dengan tujuan ke Moyan RRT untuk menengok familinya yang tak sedikit jumlahnya di sana. Mereka ramai2 tinggal di guesthouse Dewi Travel Biro yg terkenal menampung tamu2 Hoakiao Indonesia yang mau ke RRT, disana dijual macam2 alat2 keperluan rumahtangga listrik yang ketika itu di RRT masih belum ada atau mahal sekali harganya, sepeda, mesin jahit, Televisi, radio transistor dlsb. Jadi dengan cara bayar di Hong Kong, mengambil barang2nya di RRT, jadi tak usah bawa sendiri naik bus atau kereta api ke Guangzhou. Sungguh praktis penjualan barang2 seperti itu.

Then Thoeng Kang dan adiknya Thoeng Fo adalah aktivis PPI Bandung, yang rumahnya sangat besar di Jalan Gubernuran. Rumahnya selalu digunakan untuk tempat menyimpan angklung PPI, dan untuk mencetak lagu2 dengan mesin stensil milik tokonya.

Then Thoeng Khang banyak cerita tentang apa yang dialami selama berpisah 20 tahun yang lampau. Tentang Tjoa Heng Kie yang membawa kabur uang sumbangan PPI yg saya dan grup derma mencari dengan susah payah sebesar 60 juta Rupiah, untuk dana Kongres dan sekolah Musyawarah. Gaji saya ketika  baru 45 ribu Rupiah di Sin Chung, bayangkan betapa besarnya jumlah 60 juta itu. Tjoa pura2 bilang kalau uang disimpan begitu saja, nanti bisa merosot nilainya, lebih baik dibelikan tanah yang pasti akan naik harganya dan untung besar. Semua percaya kepada Tjoa Heng Kie yang belum terbuka kedoknya, setelah menerima uang tersebut, Tjoa menghilang entah kemana, 5 tahun kemudian kembali dan uangnya sudah habis dipakai dia. Semua merasa marah, namun tidak berani mengadu ke polisi, karena itu uang PPI yang sudah dibubarkan oleh Militer pada 1965.

Rupanya Tjoa memang sudah merencanakan hal ini semua, dia tahu tidak ada yang berani lapor polisi bahwa dia bawa kabur uang PPI. Sementara itu, Tan Giok Lan yang ketika itu menjabat sebagai direktur Sekolah Musyawarah, terpaksa memindahkan gedung sekolahnya ke tempat lain yg sewanya murah, kemudian ganti nama menjadi SMA Kristen, karena nama Musyawarh sudah terkenal sebagai sekolah milik PPI. Kini sekolah itu sudah menjadi salah satu sekolah terbaik nilainya di Bandung.

Ketika isteri saya jadi sandera di Bandung, Then Thoeng Kang tidak tahu menahu sama sekali, Heng Kie dan Tjoen Liat merahasiakan semua ini.  Entah untuk maksud apa. Cuma Heng Kie pernah minta supaya Thoeng Kang memberi uang sumbangan untuk Keng Bouw di Hongkong yang sedang menderita katanya, Thoeng Khang tidak percaya, sebab ketika itu Tjoa terkenal tukang buka cek kosong, apalagi soal uang kas PPI yang dibawa kabur itu selalu membikin semua anak PPI  Bandung tidak ada yang percaya kepada Heng Kie lagi, namanya sudah busuk. Kalau ada pesta2 tidak ada yang mau ngomong sama Heng Kie, semuanya menjauhi.  Tjoen Liat dan Kim Lie juga sering diperas, dimintai duit, pinjam uang tidak bayar. Maka mereka berdua menjadi kapok dan takut kalau didatangi Heng Kie.

Saya bilang kenapa Tjun Liat dan Kim Lie ketika datang ke Hongkong tidak cerita soal ini kepada saya, sampai saya tertipu oleh Tjoa Heng Kie...


(3) Jangan bersandar kepada bantuan saudara kandung


Pada suatu hari datang ke Hong Kong Engku Yudie dan isterinya Tan Sien Nio, engku Yudie adalah adik Mama saya, dia khusus ke Hongkong mewakili ibu saya menjenguk saya, melihat bagaimana penghidupan saya di Hongkong, Pada tahun 1956, engku Yudie pernah masuk jadi anggota PPI, tapi tidak aktif, cuma anggota biasa saja, ketika itu beliau sudah berusia 28 tahun, masih termasuk usia pemuda.  Beliau tinggal serumah dengan Akung Guntur, papanya, yang pada tahun 1966 telah meninggal dunia. Rumah itu terus didiami sampai tahun 90-an, dijual dan beliau pindah ke daerah selatan Jakarta, Cinere namanya. Sebelumnya puteri keduanya Ouw Siu Hwa dan suaminya Johannes pernah datang ke Hong Kong menjenguk saya.

Engku Yudie berkata, waktu kecil, ketika belum menikah saudara2 bisa akur tinggal serumah dengan orang tua, tapi setelah dewasa dan  masing2 sudah berkeluarga, kadang2 bisa bentrok dan tidak akur lagi seperti dulu, karena ada factor sang suami atau sang isteri, jadi seperti juga sebuah kerajaan, pecah menjadi beberapa kerajaan kecil, masing2 berdaulat dan bisa bentrok dengan kerajaan tetangganya.   Ini menurut pengalaman dirinya sendiri. Jadi kalau Keng Bouw ada kontradiksi dengan adik2 di Jakarta, itu jamak saja, sabarlah, pelan2 pecahkan kontradiksi itu secara damai dan bijaksana. Rupanya beliau tahu adanya bentrokan dikalangan saudara2 saya di Tamansari.

Engku Yudie mendoakan semoga saya dan isteri bisa mengatasi kesulitan hidup, pelan2 bisa membeli flat apartmen sendiri dengan kerja keras dan hemat menabung uang. Jangan bersandar kepada saudara walaupun saudara kandung sendiri.


(4) Meninggal dunia di Ohio dengan tenang


Tak lama kemudian datanglah Toaku Redie, anak sulung dari Akung Guntur. Yang kedua adalah ibu saya, ketiga adalah Ie Wellie, keempat adalah engku Fendie, kelima adalah Engku Yudie dan yang bungsu adalah Ie Nollie.

Toaku Redie datang bersama isterinya Twakim Wu Wen Mei. Mereka berdua datang ke Hong Kong untuk menengok dua anaknya yaitu ko Yung Hoa dan Ko Yung Hian, kemudian akan meneruskan perjalanannya ke Ohio USA, untuk menengok anak bungsunya Ouw Siu Lie, yang bekerja sebagai guru ballet di sana.

Mereka kagum juga melihat saya tinggal di sebuah kamar yg begitu kecil, dan betul2 bisa merasakan betapa kerasnya perjuangan orang Hongkong untuk hidup berdikari.

Saya menggunakan waktu luang untuk mengantar beliau jalan2, karena pekerjaan sebagai guru piano tidak sesibuk pekerjaan kedua anaknya. Mula2 mereka tinggal di rumah ko Yung Hoa, belum ada seminggu, saya ditilpon Twakim, minta saya datang dan antar beliau ke rumah Ko Yung Hian. Di tengah jalan Twakim ngomel panjang pendek, katanya tidak cocok dengan anaknya ko Yung Hoa, dan rumahnya terlalu kecil buat didiami oleh 5 penghuni, dia mau pindah ke rumah ko Yung Hian. yang lebih besar di Tsuen Wan.

Tapi cuma bertahan beberapa hari saja, sudah ribut2 lagi mau pindah ke hotel, tidak akur dengan menantunya orang Shanghai itu.

Saya datang lagi untuk mengantar beliau ke Hotel.

Ketika di Indonesia, Twakim sangat sayang kepada saya, setiap liburan selalu mengajak saya menginap di Sindanglaya, memang waktu kecil saya tinggal serumah dengan ko Yung Hoa dan ko Yung Hian di rumah Akung Guntur, sedangkan Toaku dan Twakim pergi ke Cimahi untuk mengajar jadi guru sekolah di sana, setelah semuanya sudah duduk di bangku SD, barulah Toaku dan Twakim beli rumah di Gang Toahong 4, dan dua anaknya diajak tinggal bersama, kemudian di Gg Toahong 4 lahir puterinya Siu Lie

Maka selama di Hongkong bukan anak2nya yang menemani beliau jalan2, melainkan sayalah yang jadi guide. Mereka berdua cuma sebentar di Hongkong, lalu berangkat ke USA menemui putrinya Ouw Siu Lie.  

Tak lama lagi saya mendengar cerita Twakim pulang sendirian ke Indonesia, Toaku ditinggal sendirian di USA. Rupanya kagak cocok lagi dengan menantunya orang Taiwan,  memang Twakim ini orangnya selalu mau menang sendiri, sama menantu Hoakiao tidak cocok, sama menantu Shanghai tidak akur, sama menantu Taiwan apalagi.. Akhirnya dia lebih cocok tinggal seorang diri di Jakarta. Mama saya bilang, satu2nya yang cocok cuma dengan Mama dan Keng Bouw saja. Karena dua2nya bisa sabar menghadapi adatnya yang khas.

Tak lama kemudian saya mendengar berita bahwa Toaku Redie meninggal dunia dengan tenang di Ohio USA, pagi2 Siu Lie mau banguni beliau dari tidurnya, tahu2 sudah tidak bernafas, tengah malam dalam tidurnya telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Beliau meninggal dunia dalam usia 71 tahun, Saya merasa kehilangan, karena beliau orangnya baik budi dan sabar, sejak saya masih bayi sering bikin foto, semua fota saya wakti kecil beliau yang bikin.


(5) Keluar dari PKI dan pergi ke Belgia


Saya berkenalan dengan Tan Hwie Kiat dan isteri ketika masih di RRT,  ketika itu Tan Hwie Kiat diangkat menjadi ketua redaksi Koran Dinding Delegasi CC PKI.  Tan Hwie Kiat dulu menjabat sebagai wakil ketua redaksi harian Warta Bhakti di Jakarta (ex Harian Sin Po),  ketika itu anggota PKI di Tiongkok pecah menjadi 2 kelompok, yang pro DN Aidit dengan yang pro Ismail Bakri, yang sejak tahun 60-an sudah saling bertentangan politiknya.

.  Tan termasuk golongan yang pertama. Belakangan kontradiksi intern dalam PKI di Tiongkok tambah meruncing, dan delegasi CC PKI juga pecah menjadi dua, Tan Hwie Kiat menjadi kecewa terhadap Delegasi CC PKI, akhirnya pada tahun 1967 menyatakan keluar dari anggota PKI lalu pindah ke Belgia sampai sekarang.

Tan Hwie Kiat kenal baik dengan Njoo Soen Hian dan sama2 tinggal di Belgia, dia mendapat nomer tilpon saya dari Njoo Soen Hian, maka ketika tiba di Hongkong dia menilpon saya untuk bernostalgia. Dia bilang Effie Tjoa kirim salam kepada saya, dan ada rencana untuk jalan2 ke Hong Kong.

Saya mentraktir dia makan duren Thailand  sambil ngobrol panjang lebar, menceritakan pengalaman selama 10 tahun berpisah,  kami sama2 ketawa terpingkel-pingkel mengenangkan kebodohan tempo doeloe di Indonesia dan RRT.  Kini sama2 jadi orang bebas, yang ber-hati2 dengan permainan politik yang kotor.  

Di Holland banyak sekali mantan anggota Baperki yang lari dari pengejaran Orde baru,  sebab sebagai organisasi terlarang, pimpinan Baperki banyak yang ditangkap bahkan dibunuh pada tahun 1965-1966. . .

Dia cerita, bahwa Ang Hong To, wartawan olahraga harian Warta Bhakti yang saya kenal juga sejak di Indonesia, pernah tinggal di Holland, menderita sakit syaraf yang berat, dua kali bunuh diri dari loteng, yang pertama cuma patah kakinya, yang kedua karena lotengnya agak tinggi, betul2 membawa maut kepadanya. Isterinya sekarang tinggal di Holland setelah merawat Ang Hong To beberapa tahun lamanya sebelum dia meninggal dunia. Juga Khouw Siang Hok, mantan ketua PPI Pusat yang dia kenal sejak di Indonesia, kini berada di Jerman Barat dan menderita sakit syaraf yang berat, samasekali tidak bisa bekerja apapun, cuma hidup dari uang tunjangan social pemerintah.


(6) Mantan penari PPI jadi saudagar di Bali


Saya kenal Hie Fon Sen ketika perlawatan Rombongan kesenian PPI Jakarta ke Jawa Timur pada 1958, ketika itu Hie Fon Sen masih jadi penari PPI, belum jadi pengurus apa2. Belakangan dalam Rombongan kesenian  gabungan antara PPI Jakarta dan PPI Bandung ke Semarang tahun 1961. dia sudah menjabat jadi ketua PPI Cabang Jakarta. Kemudian menjabat ketua Pengurus Daerah PPI Jakarta Raya. Setelah G30S, Hie berhasil lolos dari penangkapan, pindah ke Pulau Bali menjadi pengusaha dan menikah dengan orang Bali.

Pada suatu hari saya ditilpon oleh Gouw Tjeng San, mantan pianis PPI Jakarta 1955-1960), sahabat karib Hie Fon Sen, sama2 anak Pa Hoa. Gouw bilang Hie Fon Sen ada di Hotel Ambasador Tsim Sha Tsui, mau ketemu dengan saya.

Wah senang sekali bisa ketemu dengan mantan pengurus PPI Jakarta yang langsung mengalami G30S ketika meletus, maka saya pergi ke Hotelnya untuk mendengar ceritanya. Tentang PPI Jakarta, tentang Kongres ke-5 PPI yang gugur dalam kandungan dan lain2. Sebelum itu, Hie Jin Fong, Yo Bin Kwan, ThenThoeng Kang cuma cerita kejadian di Bandung, tidak tahu keadaan di Jakarta.

Hie Fon Sen cerita, waktu kejadian G30S, dia sudah tidak menjabat jadi pengurus PPI lagi, tapi masih sering kumpul2 dengan bagian keseniannya, di mana dia pernah jadi salah seorang penari utamanya. Dia pernah dikirim ke Festival Pemuda Sedunia di Helsinki pada 1962, bertemu dengan Yo Bin Kwan yang jadi wakil PPI Bandung.

PPI sedang sibuk2nya mempersiapkan Kongres ke-5 , yang menurut rencana akan dilangsungkan secara besar2an di Jakarta pada 10 Oktober 1965, akan mengadakan 4 panggung kesenian terbuka yang diisi oleh rombongan kesenian dari PPI Jakarta,, PPI Bandung, PPI Medan dan PPI Surabaya yang kuat seksi keseniannya. Juga diramaikan dengan demo drum band dari PPI Bandung dan sendra tari modern dari PPI Bandung yang akan meramaikan Kongres tersebut.

Tiba2 meletus G30S,  10 hari sebelum Kongres dibuka.  Seluruh kegiatan PPI mendadak menjadi berhenti, kebingungan terhadap peristiwa mendadak yang terjadi, Maka PPI Pusat segera memutuskan untuk membatalkan rencana Kongres ke-5, mengetuk kawat ke seluruh Cabang PPI yang sudah mendaftarkan diri untuk datang ke Jakarta. Tak lama lagi ada pengumuman di radio RRI (yang saya juga dengar di Shanghai pada 6 Oktober 1965), bahwa PPI, Perhimi, CGMI, IPPI, Pemuda Rakyat, APPI, Pemuda Indonesia dipecat dari keanggotaan FrontPemuda Indonesia. Soal ini memang saya sudah mendapat infonya pada tahun 1963, langsung dari ketua Pusat PPI Khouw Siang Hok, bahwa organisasi pemuda dan mahasiswa golongan kiri yang paling teguh membela Bung Karno dan termasuk Manipolis sejati, sudah masuk les hitam Angkatan Darat, yang akan dibubarkan jika terjadi clash terbuka antara Angkatan Darat dengan PKI.

Semua kegiatan PPI praktis berhenti sejak 1 Oktober 1965, PPI yang dilahirkan pada 28 Oktober 1955otomatis jadi bubar gara2 G30S. Dua anggota pengurus PPI Pusat tak lama lagi ditangkap, yaitu The DjongTjwan wakil ketua pusat, yang belakangan di kirim ke Pulau Buru sampai 1978 baru dibebaskan, dan Tan Swie Ling, sekretaris I PPI Pusat yang tertangkap ketika melindungi Sekjen PKI Sudisman di rumahnya. Yang belakangan disiksa dan distrom listerik serta di penjara selama 13 tahun lamanya.

Khouw Siang Hok Ketua PPI Pusat lolos dari penangkapan, karena memang Khouw ini orangnya gesit dan tinggi kewaspadaannya, sejak 1963 sudah memberitahu saya, kalau ada bentrokan bersenjata antara kiri dengan kanan di Jakarta, nomer satu bersembunyi dan menyelamatkan diri sendiri, jangan sampai konyol ditangkap. Karena ketika itu sudah ada pengalaman Pembasmnian terhadap Partai Komunis di Irak, dimana banyak kader2 organisasi massa kiri yang ditangkap dan dibunuh oleh militer kanan Irak. .

Ya sudah menjadi nasib dari PPI, yang sejak tahun 1960 pimpinannya harus melaksanakan politik Baperki, menjadi pendukung setia Bung Karno, menjadi pendukung setia dari Manipol-Usdek, masuk kedalam golongan kiri di Indonesia.

Meskipun kegiatan PPI terutama  bergerak di bidang kesenian, namun harus menerima nasib yang sama dengan bapaknya Baperki. Menjadi organisasi terlarang sejak 1965 sampai tahun 2015 ini.


【第九集結束】

【請續看下一集】









SUKA DUKA DI HONGKONG. (1986)-Revisi

(Seri ke-10)

Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Feb. 2015)


(1) Gotong Royong buka Restoran Indonesia di Paris


Umar Said adalah wartawan Indonesia dan kepala redaksi Harian Ekonomi Nasional di Jakarta waktu jaman Sukarno. Pada awal tahun 1986 datang ke Hongkong untuk jalan2.  Ia termasuk kaum eksil Indonesia yang terhalang pulang, terpaksa minta suaka politik di RRT, kemudian pergi ke Perancis dan dapat izin tinggal di Paris. Tak lama lagi datang Sobron Aidit dan anak2nya, mereka berdua mengajak kawan2 mantan anggota PKI yang ada di Paris, untuk gotong royong mendirikan restoran Indonesia, disamping untuk memberi lapangan kerja buat kawan2 di Paris, juga untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia di Paris, yang ketika itu belum ada restoran Indonesia seperti di Holland. Mereka memanggil isteri sahabat karibnya, mantan redaktur Harian Bintang Timur, Tahsin, yang isterinya pintar masak Indonesian Food. Tahsin sekeluarga ketika itu tinggal di Holland, isterinya zus Mariam adalah penyanyi sopran yang top di STM Tjiang Si, juga yang sering masak makanan enak buat embah Ramijo waktu itu.

Kawan2 dapur resto Indonesia di Paris diajari bagaimana cara masak rendang, gule, sate, kari, bumbu gado2, nasi goreng, soto ayam, nasi rawon, empal sapi,semur sapi, ayam goreng, sambel goreng udang, goreng kerupuk dan emping, kroket, lemper dan risoles dan lain2, sampai kawan2 di dapur bisa berdikari masak sendiri, barulah zus Mariam kembali ke Holland.

Menurut pak Umar Said, banyak pekerja restoran yang saya kenal, seperti Budiman Sudarsono dan isterinya Ibaruri Aidit, Kusni Sulang, pak Joko, Bung Tulus dan isterinya, pendek kata resto ini semua dikerjakan oleh kawan2 eksil Indonesia yg nyangkut di Perancis.

Makanannya disesuaikan dengan lidah Perancis, karena 90% pelanggannya adalah orang bule Perancis, jadi bumbunya tidak medok seperti masakan Indonesia yang asli, juga tidak pedas.  “Pantesan, menurut cerita Kang Liang adiknya The Yen Lie, yang sering mundar mandir beli France fashion di Paris, makanan di resto Indonesia di Paris tidak enak”, abis disesuaikan dengan lidah Perancis…..”

Ya memang beda dengan resto Indonesia di Hong Kong, yang kebanyakan disesuaikan dengan lidah Indonesia, bahkan ada yang lebih enak ketimbang yang kita makan di Jakarta.”
Ujar saya kepada pak Umar.

Pak Umar di sini bertemu dengan mantan interpreternya pak Sabar Chu, kami ajak dia jalan2 ke Sha Tin,  makan burung darah dan tahu Shatin yang tersohor.

Juga Kusni Sulang, bung Tulus dengan isterinya pernah datang ke Hongkong menjumpai saya, banyak cerita tentang keadaan resto Indonesia di Paris itu.


(2) PKT mencabut pengakuannya terhadap PKI di Tiongkok


Saya kenal bung Mudiro di STM Jiangxi (Tjiang Si), dua anaknya Nining dan Tifa adalah murid akordeon dan piano saya ketika itu. Belakangan bung Mudiro kembali lagi ke Peking, tempat pekerjannya semula yaitu di Pustaka Bahasa Asing, seksi Indonesia. Bung Mudiro adalah ahli bahasa Indonesia, membantu penterjemahan buku2 berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pustaka Bahasa Asing di Peking, juga zus Rollah, adik MH Lukman bekerja di situ juga. Mendengar saya dan Pak Nam ada di Hongkong, dia dan isterinya datang jalan2 ke Hong Kong.  Sayapun pada tahun 1983 pernah ke Peking dan mampir kerumahnya.  Bung Mudiro kenal baik dengan embah Ramidjo, pernah sama2 bekerja di Yayasan Pembaruan di Jakarta pada awal tahun 60-an, kemudian dia dikirim ke Peking untuk bekerja di Pustaka Bahasa Asing.

Saya tanya bagaimana keadaan kawan2 Indonesia di Tjiang Si?

“Wah, sudah tinggal sedikit bung, sebagian besar sudah pergi ke Eropa, terutama Holland, juga anggota delegasi CC PKInya tinggal Joesoef Adjitorop yang masih tinggal di RRT, lain2nya sudah ke Eropa semua.”

“Bagus deh kalau begitu, ngapain lama2 di Tiongkok, tidak bisa kerja apa2, tidak ada kebebasan seperti di Barat atau di Hongkong, saya sudah 8 tahun di  Hong Kong menyesal juga, kenapa tidak sejak 1971 pergi ke Hong Kong, buang2 tempo yang berharga di STM selama 7 tahun”


Ketika itu Bung Mudiro masih belum menceritakan sesuatu yang dirahasiakan, yaitu dicabutnya pengakuan PKT kepada PKI pada tahun 1986, dan kawan2 Indonesia yang mau terus tinggal di RRT dilarang melakukan kegiatan politik apapun, cuma boleh makan tidur jalan2 saja, ini yang membikin marah sebagian besar orang Indonesia yang masih mau berjuang, mereka ramai2 pindah ke Eropa. Baru pada tahun 1996, saya mendapat tahu rahasia ini dari seorang interpreter di Tjiang Si yang kebetulan jalan2 di Hong Kong. Hal ini akan saya ceritakan secara mendetail pada seri yang akan datang.


(3) Uangnya semua dibawa kabur isteri Shanghai


Keluarga  Sitepu  suku Batak Karo adalah sahabat karib saya ketika di RRT, Rumambi Sitepu dan isterinya zus Anfa meninggal dunia pada 1970 dan 1975 di RRT, sedangkan 4  orang putra-putri2nya Bambang, Fadjar, Vlami dan Nani semuanya pindah ke Swedia.

Pada 1982 Bambang pergi ke Shanghai dan menikah dengan gadis Shanghai yang kokonya adalah teman baiknya di Swedia.  Isterinya punya famili di Hong Kong, jadi Bambang termasuk yang agak sering ke Hong Kong selama ini. Waktu saya mendapat kesulitan pada tahun 1984, Bambang mengirim chek sebesar 1000 HKD  untuk membantu saya beli piano baru.

Adiknya Fadjar Sitepu selama di Swedia pernah surat2an dgn adik isterinya Bambang di Shanghai, yang juga kepingin keluar Tiongkok ke Barat. Akhirnya Fadjar pergilah ke Shanghai via Hongkong, sekalian jumpa kangen dengan saya. Setiba di Hongkong, dia melihat kamar ukuran 9 meter pesegi yang saya diami, dia bilang, wah kecil amat rumahmu ini, toilet saya di Swedia juga ukuran 9 meter pesegi.  Tapi dia dan juga Bambang mengakui, bahwa di Hongkong segalanya (kecuali rumah tinggal) jauh lebih murah ketimbang di Swedia, terutama pakaian dan makanannya.  

Saya ajak Fadjar mencari juru ramal Tjong Ka Wong, kemudian Fadjar memperlihatkan foto calon isteri Shanghainya itu, kepada kami, menurut juru ramal, kamu bukan jodoh dengan dia, kalau bisa dibatalkan rencana pernikahan ini.  Tapi Fadjar bilang saya sudah kepalang jatuh cinta kepadanya, dan sudah berjanji akan ke Shanghai membawa dia keluar Tiongkok pergi ke Swedia. Ya, kalau sudah terlanjur apa boleh buat, tapi harus hati2 dalam masalah keuangan, jangan kasi dia pegang uang kamu. Begitulah  nasihat juru ramal setelah melihat foto calon isteri si Fadjar ini.

Belakangan Fadjar datang lagi ke Hongkong, mau cari isteri baru lagi katanya.

“Loh, kemana isteri Shanghaimu itu Djar?”  Tanya saya.

“Wah betul tepat juru ramal itu, dia bangsat, di Swedia dia mencuri semua uang saya dan tabungan saya di bank, kemudian kabur menghilang entah kemana…..” ujar si Fadjar.

Habis sekarang kau mau ke Shanghai lagi mencari isteri baru?” tanyaku lagi.

“Sudah kapok dengan orang Shanghai, bukan cuma saya yang ditipu oleh wanita Shanghai, maka kali ini saya mau cari orang Kwangtung saja, kalau bisa Hoakiao Indonesia.” Kata Fadjar lagi.

Akhirnya Fadjar di Moyan berhasil mendapat isteri baru, Hoakiao Birma.  Dia ketemu di jalan, begitu mengetahui gadis itu asal Birma lalu dia ajak ber-cakap2 bahasa Birma, lalu jadi berkenalan dan dia mau menikah dengan Fadjar ketika ditawari akan dibawa ke Swedia yang penghidupannya jauh lebih baik ketimbang di RRT ketika itu.

“Kapan kau belajar bahasa Birma?” Tanya saya lagi.

”Waktu 1976-1978 saya pergi ke Birma, belajar militer kepada tentara Partai Komunis Birma, jadi bisa bahasa Birma. “

Saya baru tahu, ternyata ada orang Indonesia, termasuk puterinya DN Aidit yang belajar militer di Birma.

Tapi ilmu militernya kagak terpakai, karena PKI sudah tamat riwayatnya di Indonesia…..


【第十集結束】

【請續看下一集】







ymchen

文章數 : 667
注冊日期 : 2012-11-08

回頂端 向下

回頂端


 
這個論壇的權限:
無法 在這個版面回復文章