公用欄目


Join the forum, it's quick and easy

公用欄目

TKB:SD di HK(11-13)【代貼】

向下

TKB:SD di HK(11-13)【代貼】  Empty TKB:SD di HK(11-13)【代貼】

發表  ymchen 26.02.15 22:32


【代貼】

SUKA DUKA DI HONGKONG-Revisi
(在香港的苦與樂-修訂版)






Bagian pertama(1978 -1987)


SUKA DUKA DI HONGKONG. (1987)-Revisi

(Seri ke-11)

Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Feb. 2015)



(1) Beli rumah tinggal sendiri seharga 220 ribu Hongkong Dollar

Masalah perumahan adalah masalah nomer satu buat orang Hongkong, di Hongkong se-gala2nya serba murah, tapi rumah adalah paling mahal di  seluruh dunia. Agar bisa menjadi pemilik rumah sendiri, tidak usah dipusingkan oleh sewa rumah yang tiap tahun naik, dan se-waktu2 bisa diusir oleh pemiliknya jika dia mau pakai sendiri rumah itu, maka kami berpedoman pada :

"Be-rakit2 ke hulu, be-renang2 ke tepian.

Ber-sakit2 dahulu, ber-senang2 kemudian"

"XIAN KU HOU TIAN" kalau pepatah Tiongkok.


Pada suatu malam, istreri saya membawa sebuah formulir untuk mengajukan permohonan ikut lotere rumah murah dari pemerintah Hongkong, besok adalah hari terakhir mesti diserahkan kepada jawatan perumahan Hongkong

Ya untung2an deh, siapa tahu bisa membeli rumah murah, maka segera formulir itu kami isi dan besoknya diantar sendiri ke kantor jawatan perumahan.

Tak lama lagi di surat kabar diumumkan siapa2 yang beruntung kena lotere rumah murah itu, ternyata kami berdua beruntung,  dari 80000 orang yang ikut cuma 1000 orang yang dapat, begitu sulitnya untuk kena lotere itu, dasar hokkienya sudah datang pikirku.

Meskipun harganya murah, cuma 220 ribu HKD untuk flat yg terkecil 40 meter pesegi luasnya, tapi buat kantong kami ketika itu masih sangat berat sekali, baru menabung 3 tahun lamanya, cuma bisa mengumpulkan 10% dari harga flat apartmen yg paling kecil. Ya apa boleh buat, untung boleh beli secara angsuran, mengangsur 20 tahun lamanya, setiap bulan cuma bayar 1860 HKD, sudah lumayan, ketimbanng harus bayar sewa 1500 HKD sebulan buat kamar ukuran 3 M X 3 M di Tsim Sha Tsui yang kami diami itu. Flat apartmen itu letaknya di New Territory, di daerah yang baru di buka di kawasan Ma On Shan dekat Shatin. Kami pergi melihat tempatnya, masih sepi dan lalu lintasnya juga kurang baik, karena penduduknya cuma sekitar 10 ribu saja.  Kagak apalah, tinggal dulu di situ lama kelamaan kan bisa berubah menjadi ramai. Yang penting berhasil punya rumah sendiri buat dipakai terus sampai di hari tua. Sewa rumah orang lain cuma buang2 uang saja, harus segera penghidupan seperti ini.

Daerah lingkungannya sangat bagus sekali, tiga bagian dikurung oleh bukit2 yang kehijauan dengan pohon2 rimbun, satu bagian menghadap ke laut Tolo. Di belakangnya ada hutan rimbun yang penuh dengan pepohonan dan sungai kecil yang banyak batu2 besar dan airnya bersih bening, hawanya sejuk dan jarak rumah satu dengan yang lain agak berjauhan, tidak seperti di Kowloon dan Hongkong Island yang ber-dempet2 perumahannya.


(2) Jalan2 gratis ke Hongkong

Ie Nollie adalah adik Mama yang bungsu, usianya 9 tahun lebih tua dari saya, waktu kecil pernah sekolah sama2 di Lao Hoa Pasar Senen, kami berempat naik delman dari jalan Guntur 18, rumah Akung/apoh Guntur (Papa dan mamanya ibu saya), yaitu Ie Nollie, ko Yung Hoa, ko Yung Hian dan saya, pergi ke Gang Cap Go Keng di Pasar Senen. Ketika itu usia saya baru 5 tahun, baru masuk Taman Kanak2 di Lao Hoa.

Ie Nollie tadinya sekolah Belanda, anak2nya Akung semuanya sekolah Belanda, kecuali Toaku Redie anak paling gede yang sekolah di Pa Hoa. Yang sekolah Tionghoa masuk jadi Warganegara RRT, yang sekolah Belanda semuanya WN Indonesia. Begitulah kebanyakan Hoa Kiao di Indonesia. Kalau saya sih cuma ikut orang tua yang WNI, dan saya sendiri kurang menguasai bahasa Tionghoa, maka lebih baik jadi WNI saja deh ketika itu pikir saya..

Waktu jaman pendudukan Jepang, semua sekolah Belanda ditutup, maka cuma ada 2 pilihan, sekolah Indonesia atau sekolah Tionghoa.

Ie Nollie termasuk adik Mama yang paling sayang kepada keponakan2nya, terutama ketika beliau belum menikah, masih single sampai umur 37 tahun, setelah saya ke RRT lah dia  menikah. Saya masih ingat, ketika papa sakit keras dan ber-bulan2 nganggur tak punya kerjaan tetap, Ie Nollie setiap bulan memberi uang saku 50 Rupiah kepada saya.

Beliau di Jakarta menjadi pedagang Door To Door yg sukses, menjual perabotan rumah tangga. Maka oleh perusahaannya mendapat hadiah jalan2 gratis ke Hong Kong. Senang juga bisa jalan2 gratis, sekalian menengok keponakannya Ko Yung Hoa, Ko Yung Hian dan saya tiga orang yg tinggal di Hongkong. Semua saudara Mama kecuali engku Fendie sudah pada datang menjenguk saya, tinggal Mama yang belum datang. Cepat deh, kata Ie Nollie, Mamanya Keng Bouw juga sudah kangen pengen ketemu putera sulungnya. IeNollie menikah pada usia 37 tahun, puterinya setelah peristiwa kebiadaban rasialis Mei 1998, merasa takut kepada rasialis,  pindah ke Singapura sampai hari ini..


(3) Willy jadi tourist guide di Anta

Willy Fung sahabat karib saya yang saya ceritakan berkenalan di Restoran Indonesia Shinta Wanchai, pada tahun 1985-1987 menjadi penganggur, hanya isterinya saja yang bekerja, dia jaga anak2nya Alex Fung dan Kenny Fung di rumah. Katanya pekerjaannya sebagai penyanyi di restoran  sudah direbut oleh penyanyi bangsa Filipina yang banting harga, bersedia jadi penyanyi dengan bayaran 50% saja. Mula2 dia bekerja sebagai tehnisi listerik di tempat pembangunan jalan kereta api bawah tanah, tapi kemudian nganggur lagi karena proyek itu sudah selesai

“Willy, mau gak kerja sebagai tourist guide Indonesia? ANTA EXPRESS sedang mencari guide baru lagi. ” Tanya saya pada suatu hari.

“Saya belum pernah jadi guide, tidak tahu bagaimana cara kerjanya”. Jawab Willy.

“Jangan khawatir, nanti saya ajari deh bagaimana kerjaan jadi guide itu, satu hari kau pasti sudah lulus, dan boleh melamar pekerjaan ini di ANTA.” Demikian saya beri dia semangat.

Ketika itu tiap tahun saya selalu dipanggil oleh Mr. Oen, jadi guide sambilan sebulan biasanya pada waktu high season turis Indonesia ke Hongkong. Maka saya ajak Willy duduk di dalam bis saya, melihat sendiri bagaimana kerjanya guide itu. Hanya satu hari saja, Willy sudah mengerti, ternyata pekerjaan jadi guide itu gampang sekali, apalagi dia lulusan STM Indonesia, penguasaan bahasa Indonesia dan Inggerisnya lebih bagus ketimbang guide lainnya, juga dia berasal dari suku Konghu, hanya lemah dalam bahasa Mandarin, tapi tak apa, karena bahasa Mandarin tidak begitu terpakai dalam dunia travel yang tamu2nya berasal dari Indonesia.

Keesokan harinya saya ajak Willy menghadap Mr Oen, setelah ber-cakap2 sebentar, Willy segera diterima bekerja di ANTA sebagai guide tetap, belakangan dia pindah ke South Sea Travel, dan akhirnya menjadi guide Indonesia yang top di Hongkong.

Willy orangnya selalu ingat kepada saya, selalu mengatakan siap sedia membantu saya jika mengadakan pergelaran musik, karena dia adalah penyanyi Country Song yg bagus, yang jumlahnya sedikit sekali di Hongkong.



【第十一集結束】

【請續看下一集】







ymchen

文章數 : 667
注冊日期 : 2012-11-08

回頂端 向下

TKB:SD di HK(11-13)【代貼】  Empty TKB: SD di HK(12&13)【代貼】

發表  ymchen 26.02.15 22:43


【代貼】

SUKA DUKA DI HONGKONG-Revisi
(在香港的苦與樂-修訂版)






Bagian ke dua(1988 -1997)


SUKA DUKA DI HONGKONG. (1988)-Revisi

(Seri ke-12)

Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Feb. 2015)



(1) Keluar dari tahanan orba jadi direktur
asuransi Jateng


Kwee Sian Haow kelahiran Cirebon, shio Macan, adalah siswa apotheker di ITB ketika saya berkenalan, kemudian saya ajak dia masuk jadi anggota PPI pada 1960 ketika saya baru masuk bekerja di sekolah Sin Chung. Jabatan terakhir adalah ketua PPI Jawa Barat.

Setelah G30S dia ditangkap dan ditahan selama 9 tahun oleh Orba, bukan karena jabatannya sebagai Ketua PPI, melainkan karena keanggotaannya di CGMI, saya duga dia ditangkap karena dikhianati oleh teman CGMInya yang banyak ditangkap ketika itu, karena CGMI adalah anak PKI, beda dengan PPI anak Baperki. Maka agak lama juga dia ditahan.

Waktu saya menemui kesusahan, Kwee mengirim chek sebesar 2000 HKD kepada saya, pinjaman jangka panjang tanpa bunga. Maka ketika dia datang ke Hong Kong bersama isterinya Nelly, saya bayar kembali pinjaman itu, dan bilang sekarang saya sudah mampu melunasi semua hutang2 lama, termasuk hutang kepada Sim Liang Tje dan Tan Lok Liang yang segera akan saya lunasi juga, karena kabarnya mereka akan jalan2 ke Hong Kong dalam waktu dekat ini. Dan sayapun sudah siap2 beli flat apartmen di HongKong.

Ketika di Bandung saya pernah tidur sekamar dengan Kwee Sian Haow di Jalan Karang Anyar no. 93A. Ketika itu saya sedang gila2an latihan piano sendiri tanpa guru, karena tak mampu membayar uang les piano kepada Mr Becalel. Ia pernah memberi pendapat, supaya jangan sampai lupa kepada pekerjaan di PPI, karena saya sering bolos latihan paduan suara atau angklung pada waktu2 itu, karena hampir tiap malam saya harus memberi les privat kepada murid2 Sin Chung, untuk mencari penghasilan tambahan, karena gaji di Sin Chung sangat minim sekali.

Kami banyak saling bercerita pengalaman masing2 selama berpisah, pengalaman saya ketika di RRT dan Hongkong, dan pengalaman dia ketika di dalam penjara, di mana dia belajar akupuntur. Setelah dilepas dari penjara dia bekerja sebagai pegawai perusahaan Asuransi New York Life, karena keuletannya akhirnya berhasil menjabat direktur Asuransi seluruh Jawa Tengah. Tan Lok Liangpun jadi bawahannya sekarang. Ia sekarang sudah pindah ke Semarang, tempat dia sekolah di Hoa Ing ketika SMA.

Kwee Sian Haow juga cerita, bahwa Tjoa Heng Kie pernah mendatangi dia untuk minta uang sumbangan buat Keng Bouw katanya, dia menolak karena memang nama Tjoa HK sudah busuk di PPI, belakangan langsung dia kirim chek ke Hong Kong setelah mendapat alamat saya yang jelas.

Kwee Sian Haow banyak membelikan saya buku nyanyian Indonesia tempo doeloe,yang sangat berguna buat kegiatan kesenian saya di Hongkong, dimana para Hoakiao asal Indonesia masih senang sekali dengan lagu2 tahun 30-an, 40-an, 50-an, dan 60-an, yaitu lagu2 yang sering mereka nyanyikan atau dengar ketika jaman kanak2 dan jaman remaja di Indonesia.

Tak lama kemudian datang juga Sim Liang Tje untuk ke-2 kalinya ke Hongkong. Kali ini khusus saya perkenalkan dia dengan isteri saya, sebab waktu kedatangannya yang pertama, isteri saya masih menjadi sandera Tjoa HK di Bandung. Sim LT masih single saja, usianya sudah 48 tahun, tambah tua tambah sulit mendapat suami yang ideal kata saya. Tak apalah, kata Sim yang sudah ganti nama menjadi Liza Surya, nasib tiap orang kaga sama, hidup seorang diri juga ada enaknya, enggak pusing sama urusan tetek bengek rumah tangga.

Tan Lok Liang juga datang lagi bersama suaminya yang baru saja berobat ke RRT, saya menemui dia di Hotel, dan dia cerita bahwa Tjoa Heng Kie marah besar kepadanya, sebab dia yang jadi gara2 membikin saya tidak pulang ke Bandung.  Katanya Tjoa Heng Kie selalu mengalami kesulitan uang, karena memang tidak punya bakat dagang, suka avontur saja, kayak wataknya dulu di PPI. Dia tidak menggubris makian Tjoa HK, orang gila katanya pula.

Uang pinjaman saya kepada Sim Liang Tje dan Tan Lok Liang saya lunasi semua, mereka berdua mula2 menolak, karena menganggap itu uang sumbangan terhadap teman yang sedang kesusahan, tapi saya dan isteri bersikeras harus melunasi hutang itu, maka akhirnya mereka terima juga.



(2) Tidak cocok kerja di Surabaya,
kembali ke Hongkong


Waktu saya masih tinggal di Hung Hom, rumah saya berdekatan dengan rumah Yo Seng Kim, kira2 berjarak 600 meter jauhnya. Belakangan dia pindah ke Surabaya, bekerja di perusahaan engko dari isterinya. Belum sempat dia memberi alamat baru, saya sudah pindah ke Tsim Sha Tsui. Maka terputuslah hubungan dengan dia.

Pada suatu hari, di Nathan Road Tsim Sha Tsui, saya ditepuk punggungnya dari belakang, ketika saya menoleh, Loh, Seng Kim! Kaget juga kok bisa ketemu mendadak kayak dulu, kapan dia kembali ke Hongkong, apa hanya jalan2 saja?

Seng Kim menjelaskan bahwa dia sudah berhenti dari perusahaan famili isterinya di Surabaya,  sekarang kembali lagi ke Hongkong, berusaha di sini. Tahu2 dia tinggal di daerah Mong Kok yang letaknya cuma 1 setengah KM dari rumah saya di Tsim Sha Tsui. Ternyata tidak semua orang bisa cocok bekerja di Indonesia, saya jelaskan bahwa sayapun hampir saja pindah ke Indonesia dan bekerja di sana, untung tidak jadi, kalau nggak, pasti kayak Seng Kim, akhirnya balik lagi ke Hong Kong..Tapi, bedanya Seng Kim sama sekali bukan ditipu ke Indonesia, melainkan tidak ada kecocokan hubungan pekerjaan dengan saudara2 isterinya, maka lebih baik berhenti saja dan kembali ke Hongkong. Karena rumahnya berdekatan, dan sama2 punya hobby yang sama di bidang politik dan sejarah, maka saya sering kumpul2 dengan dia, tukar fikiran atau ngobrol ngalor ngidul.

Belakangan saya pindah ke Ma On Shan, diapun pindah juga ke Ma On Shan, juga rumahnya dekat sekali dengan rumah saya di Ma On Shan. Cuma berjarak 600 meter jauhnya.



(3) Pindah ke Chevalier Garden Ma On Shan


Bulan September1988, kunci pintu flat apartment di Chevalier Garden Ma On Shan sudah diserahkan kepada kami. Setelah saya buka pintu dan melihat sendiri keadaannya, wah masih semrawut, jendelanya tak ada jeruji keamanannya, lantainya masih terbuat dari kayu yang kurang bagus kwalitetnya, temboknya saya tidak suka warnanya, pintunya cuma pintu kayu, tak ada pintu besinya, lain2nya si oke oke saja deh.

Maka saya cari bagian renovasi yang ada di situ, minta lantainya diganti dengan lantai dari keramik warna abu2 muda, jendelanya dipasangi jeruji alumunium dan temboknya dicat warna hijau muda. Dan pintu depannya dipasang pintu besi keamanan. Setelah itu kami pilih hari baik untuk pindah dari Tsim Sha Tsui ke rumah baru ini, tanggal 22 Desember adalah hari baik untuk pindah, sebelumnya kami sudah beli tempat tidur, lemari baju, lemari buku,sofa untuk duduk, inilah perabotan rumah tangga yang minimal harus tersedia, karena di Tsim Sha Tsui semuanya tidak ada.

Willy dan Yo Seng Km membantu angkut barang2 dari Tsim Sha Tsui ke Ma On Shan, barangnya juga tidak banyak, yang berat cuma piano dan organ serta kulkas.Pakaian dan buku2 juga masih sedikit sekali, maklum kamar ukuran 9 meter pesegi tak mungkin membeli barang banyak2.

Bedroom kami menghadap ke kolam renang yang kecil tapi bagus, ada dua kolam, satu untuk orang dewasa, dan satu lagi untuk kanak2. Di sebelah kolam renang ada taman bunga, ada lapangan basketball, dan lapangan tennis. Di belakang kolam renang ada indoor sport hall untuk main badminton yang cukup besar, tersedia 2 lapangan badminton ukuran internasional. Di belakang indoor sporthall ada Taman Kanak2 yang cukup besar, karena seluruh Chevalier Garden terdiri dari 17 building yang tingginya antara 20 sampai 28 tingkat,  jadi membutuhkan sebuah Taman Kanak2 yang besar untuk kanak2 yang sekolah di situ. Di muka Chevalier Garden ada terminal bis dan tempat parkir taxi, dan disebelahnya ada dua gedung sekolah yg besar untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah.

Dekat pintu gerbang pintu masuk ada shoping centre, super market, ada restoran, warung nasi, warung bakmi, warung bubur, Coffee House, dokter, toko2 alat perabotan rumah tangga dan listerik, penjual surat kabar, toko jual buah2an, pasar jual sayur mayur dan daging serta ikan, dan lain2 keperluan dapur. Pokoknya kebutuhan se-hari2 untuk makan sudah terjual di tempat itu. Yang tidak ada adalah kantor polisi dan bank. Di sekeliling Chevalier Garden ada sungai kecil yang ditanami pohon2 di pinggir sungai itu.  Sungguh suatu kompleks perumahan modern Hongkong yang sangat ideal untuk didiami oleh manusia berkeluarga.

Hanya alat pengangkutan ke pusat kota Kowloon dan Hong Kong masih sedikit sekali, maklum kawasan Ma On Shan adalah kawasan baru yang masih sedikit penduduknya masih sedikit kompleks perumahannya. Merupakan kota satelit terbaru di Hongkong pada tahun 1987.  Ya, kalau sudah ramai, tentu harga rumahnya juga mahal sekali, seperti pada tahun 2015 ini, flat yang kami beli seharga 220 ribu itu sudah naik menjadi 3 juta harganya !

Ya akhirnya tercapailah angan2 kami untuk memiliki flat apartmen sendiri, yang bebas dari bayar uang sewa seperti tahun 1978-1988, tiap bulan habis uang banyak tapi rumahnya tetap milik orang lain.  Kini meskipun harus membayar angsuran selama 20 tahun, rumah itu menjadi milik sendiri, untuk dipakai sampai hari tua.

Setiap pagi kami olahraga jalan kaki mendaki bukit yang terletak di belakang kompleks perumahan ini, sepanjang jalan ditanami pohon2 yang rimbun daunnya, di sepanjang jalan yang lebar (bisa dua mobil sekaligus lalu lalang), ada sungai kecil yang airnya jernih kaya di Sindanglaya Cipanas, kalau jalan agak jauh sedikit ada kebun raya kayak di Cibodas.

Wah sungguh indah sekali kompleks perumahan ini, termasuk salah satu terbaik untuk seluruh Hongkong yang harganya murah.  Kalau yang harganya mahal, daerah perumahan milyarder sih kagak usah dibandingkan.

Kekurangannya adalah musim panas 5 derajat Celsius lebih panas ketimbang di Hongkong Island, dan kalau musim dingin 5 derajat Celsius lebih dingin. Kelebihannya adalah jarak antara building satu dengan yang lain agak lebar dan jauh, banyak pohon2 rindang yang segar hawanya (banyak Oxygen). Ini yang sangat berbeda dengan rumah tinggal yang lalu pada 1978-1988. Penduduk di sini pasti rata2 lebih panjang usianya ketimbang di Hongkong Island dan Kowloon side. Ya, inilah daerah New Teritory, yang sepuluh tahun yang lampau masih merupakan sawah dan perkebunan sayur.



【第十二集結束】

【請續看下一集】









SUKA DUKA DI HONGKONG. (1989)-Revisi

(Seri ke-13)

Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Feb. 2015)



(1) Viktor tidak mau ikuti jejak bapaknya
Joesoef Adjitorop


Joesoef Adjitorop adalah mantan Wakil Sekretaris Jenderal CC PKI, anggota Harian Polit Biro CC PKI, dalam ranking di PKI, dia adalah orang ke-6, setelah Aidit, Lukman, Njoto, Sudisman dan Sakirman. Sejak 1965, Joesoef menjadi ketua delegasi CC PKI di Tiongkok, mendapat mandat atau surat kuasa dari DN Aidit yang disampaikan langsung kepada Mao Tjetung pada Agustus 1965. Pada 1986, PKI di Tiongkok otomatis bubar, karena PKT tidak mengakui lagi eksistensinya sebagai wakil PKI, sebab PKI di Indonesia sudah tidak ada. RRT sedang berusaha untuk memulihkan hubungan diplomatiknya dengan Republik Indonesia, salah satu syarat yang diajukan oleh pemerintah RI adalah putuskan hubungan dengan Delegasi CC PKI di Tiongkok.

Hampir semua anggota PKI yang ketika itu berada di Tiongkok minta keluar dan kebanyakan pergi ke Holland. Cuma Joesoef Adjitorop yang menderita sakit lever yang tidak keluar, merasa di Tiongkok lebih baik untuk kesehatannya, bisa berobat dengan cuma2, ditanggung Pemerintah Tiongkok.

Anaknya yang bernama Viktor pada 1989 berusia 27 tahun, sudah lulus dari Fakultas jurusan Filsafat di Peking, pergi ke Hong Kong untuk menempuh hidup baru, dia tidak mau ke Eropa seperti semua Oom dan Tantenya, tidak mau mengikuti jejak bapaknya dulu, meneruskan revolusi, meneruskan perjuangan untuk membebaskan rakyat Indonesia. Saya kenal ketika dia di Guangzhou, ketika masih berusia 4 tahun, ketika baru saja datang ke RRT, jadi merupakan teman lama juga. Di Hongkong dia belum punya tempat tinggal, saya ajak dia tinggal di rumah saya, ketika itu saya baru beli apartmen di Ma On Shan, ada dua kamar tidur, saya pakai satu, yang satu lagi Viktor yang tinggal. Dia datang ke Hong Kong untuk bekerja, cari makan, dan kelak akan membawa isterinya yang kini jadi jururawat di Peking, keluar ke Hongkong juga dan hidup bersama, jadi orang Hong Kong seperti saya.

“Kenapa kau tidak mau ikut jejak bapakmu, mewujudkan cita2 Komunisme, berjuang untuk lahirnya pemerintah Komunis di Indonesia? ” Tanya saya kepada Viktor.

“Saya tidak tertarik kepada revolusi, tidak tertarik kepada politik, jadi rakyat jelata saja deh, cari makan, punya turunan, hidup secara damai di Hongkong, maka itu saya tidak mau ikut Oom2 dan Tante2 yang karena dilarang melakukan kegiatan politik oleh Tiongkok, satu persatu pergi ke Holland. ” Jawab Viktor.

“Bagaimana pendapat ayahmu Joesoef Adjitorop?” Tanya saya lagi.

“Kelihatannya ayah saya juga sudah pensiun sama urusan politik dan revolusi, apalagi ada larangan dari Tiongkok untuk melakukan kegiatan politik apapun yang melawan pemerintah Indonesia, jika mau meneruskan tinggal di Tiongkok, karena Tiongkok sedang berusaha memperbaiki hubungan dengan Indonesia, sedang berusaha memulihkan hubungan diplomatic dengan pemerintah Indonesia, sekarang ayah saya kerjanya cuma melukis saja, itulah hobbynya. PKIpun sudah bubar, sudah tak ada lagi, sisa2 PKI yang masih mau berjuang semuanya sudah ke Eropa.” Kata Viktor lagi.

“Bagus deh kalau begitu, sayapun tetap menganggap ayahmu sebagai sahabat, sama2 orang Indonesia yang kini menjadi warganegara Tiongkok.”

“Oom Keng Bouw, saya mau bekerja di pabrik, karena diploma saya tidak ada gunanya untuk Hongkong,  saya mau kerja keras 12 jam sehari, agar menabung uang untuk mendatangkan isteri saya dari Peking.”

“Bagaimana perkenalanmu dengan istrimu itu?”

“Isteri saya adalah seorang juru rawat Tiongkok, suku bangsa Han. Saya berkenalan ketika dia merawat ayah ketika diobati sakit levernya di Rumah Sakit Peking”.

“Nah, untuk sementara kau tinggal di sini dulu ya, tidak usah bayar sewa kamar dan uang makan, saya berhutang budi juga kepada ayahmu, yang mengusahakan agar saya masuk menjadi warganegara Tiongkok pada 1977, sehingga saya bisa pindah ke Hong Kong sampai hari ini.”

Ya, filsafat saya adalah, ada ubi ada talas, ada budi harus dibalas.

Saya pun teringat ketika pertama kali datang ke Hongkong, 2 bulan tinggal dan makan gratis (tak usah bayar) di rumah Ko Yung Hoa.

Viktor memang anak yang rajin, betul2 dia kerja 12 jam sebulan di Kwuntong. Kerjanya dari pukul 7 malam sampai pukul 7 pagi, jadi gajinya agak besar..Masih muda dan sehat badannya. Setelah dua bulan dia tinggal di sini dia berkeras memberi uang 1000 HKD kepada saya, untuk meringankan beban saya mengangsur rumah katanya. Setengah tahun dia tinggal disini, sudah menabung uang cukup untuk sewa kamar di Kwuntong dekat pabriknya, maka didatangkanlah sang isteri ke Hong Kong, hidup sebagai orang Hong Kong yang berasal dari daratan Tiongkok. Belakangan dia tilpon saya, bilang sudah mendapat pekerjaan yang cocok dengan ijazah (diploma)nya, bekerja sebagai anggota redaksi Suratkabar Ming Pao di Hong Kong. Demikianlah kisah seorang anak bekas orang kuat nomor 6 dalam PKI dan orang kuat nomor satu dalam PKI di Tiongkok. PKI sudah tamat riwayatnya, sisa2 anggota dan anakcucunya harus bertolak dari realitas, buang jauh2 cita2 muluk Komunisme yang tidak ada perspektifnya di dunia.



(2) Murid piano saya di RRT datang ke Hongkong


Pada suatu hari saya ditilpon oleh Nining dan Tifa, dua puteri Mudiro yang bekerja di Pustaka Bahasa Asing di Peking sejak 1963. mereka berdua adalah murid2 piano saya ketika di STM. Kini sudah 12 tahun berpisah, sudah dewasa semuanya, Nining 25 tahun dan Tifa 23 tahun. Senang hati saya mendengar mereka masih ingat kepada mantan guru piano dan akordeonnya, datang ke Hongkong minta ketemu dengan saya. Terus saya ceritakan soal ini kepada Viktor.

“Oom, jangan beritahu saya tinggal di sini,.”

“Kenapa Viktor?

“Soalnya begini, saya pernah pacaran dengan Nining, tapi belakangan rasanya kagak cocok, jadi saya menjauhi, terus dapat jodoh dengan jururawat Tiongkok itu, yang akhirnya menikah dengan saya, jadi rasanya canggung kalau ketemu bekas pacar itu.”

“Sebetulnya sih kagak apa2, tapi ya sudahlah, kalau memang Viktor belum ada persiapan untuk jumpa dengan Nining, kelak sajalah, kalau sudah lama, dan Nining pun sudah menikah, carilah dia, tetap jadi sahabat karib, seperti Oom dengan bekas pacar Oom dulu itu.”


Saya hargai permintaan Viktor ini. Ketika Nining datang kerumah saya, Viktor sedang tidur siang di kamar (karena dia kerja malam).

“Oom, saya dengar Viktor serumah dengan Oom, dimana gerangan dia berada?” Tanya Nining begitu masuk pintu rumah saya.

“Sayapun baru dengar berita ini dari seorang teman, tapi dia belum beritahu dimana Viktor tinggal di Hongkong. Jawab saya.

Rupanya Nining dan Tifa tahu, bahwa Viktor tidak mau ketemu lagi dengan mereka berdua, jadi tidak berkeras tanya ini itu lagi kepada saya.

Mereka berdua lihat ada piano dan organ di ruang tamu, minta saya mainkan lagu2 yang dulu saya ajari mereka, dan lagu2 Indonesia lainnya. Ya, saya penuhi permintaan sederhana ini, mereka bilang,

“Wah permainan piano Oom sudah maju sekali, Oom jadi guru piano juga di Hongkong ya, Bapak kami Mudiro pernah datang ke Hongkong dan beritahu bahwa Oom tetap jadi guru piano di Hongkong.”

“Masih bisa main piano kagak?

“Wah sudah 12 tahun tidak pegang piano dan akordeon,  sudah lupa samasekali Oom!”

“Bagaimana rencana kalian di Hong Kong?

Bapak dan ibu saya pada 1986 kan pernah datang dan jumpa dengan Oom, dia bilang Hongkong itu bagus dan makmur, makanannya enak2, pemandangannya nomer satu di Tiongkok,”

“Ya pemandangan di pinggir laut antara Hongkong dan Kowloon memang tak ada bandingannya, bukan saja di Tiongkok, bahkan di  dunia”. Juga makanannya, dulu ada istilah Makan di Guangzhou, kini harus diganti dengan MAKAN DI HONGKONG”.

“Ya, kami tadi pagi pergi Yamcha di restoran dekat Hotel, wah enak sekali dan banyak sekali ragamnya”.

“Apa kagak ada fikiran belajar piano lagi?

“Wah sudah terlalu tua untuk itu, biar kelak anak2 kami yang belajar deh Oom.”


Setelah itu ngobrol tentang penghidupan mereka di Peking, keadaan ayahbundanya Mudiro dan Reno. Setelah itu saya ajak mereka makan sore di restoran dekat rumah, berakhirlah pertemuan dengan dua bekas murid saya di RRT itu.

Setelah mereka berdua pulang ke Hotel, Viktor baru berani keluar dari kamar dan pergi kerja malam lagi.



(3) Mengajar anak Konsul KJRI Hongkong


“Robert, ada pekerjaan jadi guide selama 4 hari, membawa tamu2 Indonesia, semuanya pejabat pemerintah, para bupati dari Nusa Tenggara Timur yang jalan2 ke Hong Kong, kamu paling baik Bahasa Indonesianya, bersediakah jadi guide di travel saya ini?” Tanya Raymond yang kini bekerja di South Sea Travel.

“Okay, sebentar saya ke kantor untuk melihat acaranya” jawab saya.

Lusanya saya pergi ke Airport International Kaitak, pergi menjemput para bupati dari Indonesia itu,  datang ke airport seorang pegawai dari KJRI Hongkong, bapak Mateus yang menjadi pembantu pak Konjen Let Kol Rustandi. Dia senang juga melihat guidenya adalah terbaik penguasaan bahasa Indonesia dari guide2 yang selama ini dia kenal, dia tanya kenapa saya begitu lancar dan bagus Bahasa Indonesianya?

“Saya lulusan SMA Negeri bagian C pada 1958, kemudian kuliah di Fakultas Hukum UNPAR Bandung antara 1958-1962, dan pernah jadi guru Bahasa Indonesia selama 20 tahun lamanya.”

“Pantesan, saya baru pertama kali bertemu dengan tourist guide di Hongkong yang bagus bahasa Indonesianya”

“Tidak usah heran pak Mateus, kebanyakan mereka dulunya sekolah Tionghoa, dan kemudian sekolah di RRT, jadi maklum saja deh”

“Kenapa saya jarang ketemu dengan pak Robert?”

“Saya punya pekerjaan tetap sebagai guru piano, jadi jarang jadi guide, kecuali kalau betul2 dibutuhkan seperti sekarang ini”

“Wah kalau begitu dalam acara tour ini, para Bupati harap diajak makan siang di Restoran Indonesia, coba pak Robert atur di restoran yang ada pianonya, kita bikin acara hiburan dengan menyanyikan lagu2 Indonesia di situ, okay? ”

“Okay deh, saya tahu Restoran Shinta di Wanchai ada pianonya , saya pernah main di situ. ”


Demikianlah percakapan antara saya dengan pak Mateus dari KJRI di ruang tunggu bagian Arival airport Kaitak, sambil menunggu para tamu Indonesianya keluar dari ruang pemeriksaan imigrasi Hongkong.

Selama berlangsungnya tour, para tamu puas sekali dengan service yang saya berikan, termasuk mereka yang semuanya beragama Katholik, minta diatur Missa ke gereja Katholik.

Dan pada waktu makan di Restoran Indonesia, saya khusus diminta mendemonstrasikan ketrampilan main piano saya, mereka minta saya mainkan lagu2 tempo doeloe Indonesia yang sudah ngelotok di otak saya, ada sementara bapak2 yang suka nyanyi, saya iringi dengan bagus dengan iringan piano saya.

Sementara itu ada seorang tamu yang masih ada hubungan famili dengan Bapak Anton Sujata, konsul kejaksaan di KJRI yang juga beragama Nasrani.  Dia bilang, “Saya dengar pak Anton punya dua anak yang mau belajar piano dan organ, apakah pak Robert bersedia mengajar mereka? ”

Kemudian ketika rombongan para Bupati ini pergi ke KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia), oleh pak Mateus saya diperkenalkan kepada pak Anton Sujata.

Saya menyanggupi mengajar dua anak pak Anton, yang besar namanya Bonnie, yang kecil namanya Fannie, saya pergi mengajar di rumah pak Anton di City Garden,  dekat setasiun MTR Fortres Hill. Mereka kepingin belajar piano dan organ sekaligus, jadi tiap minggu saya datang dua kali, sekali untuk pelajaran piano dan sekali lagi untuk pelajaran organ. Selama mengajar di rumah pak Anton, saya diminta untuk mendemonstrasikan main lagu2 Indonesia, pak Anton merasa puas dengan permainan piano saya, lalu ditawarkan kepada saya untuk main di KJRI:

“Pak Robert, setahun sekali, KJRI membikin Malam Gembira , apakah pak Robert bersedia untuk main piano di situ, disamping piano solo lagu2 tempo doeloe, juga dengan piano mengiringi bapak2 yang ingin nyanyi lagu2 nasional dan lagu daerah Indonesia”.

“Saya bersedia pak Anton, sudah belasan tahun pengalaman saya main piano seperti itu, baik ketika di Indonesia maupun ketika di RRT.”


Ini satu kesempatan yang bagus sekali, ketika itu belum ada kegiatan kumpul2 para Hoakiao Indonesia di Hong Kong, jadi keahlian saya dalam soal ini, belum pernah mendapat saluran. Kini meskipun cuma setahun sekali, ya lebih baik daripada tak ada sama sekali.




(4)Memberi hiburan piano/organ di KJRI Hongkong

(在印尼驻港领事馆表演钢琴独奏和电子琴独奏)


Selama 3 tahun ber-turut2 (1987-1988-1989) saya diundang pak Anton untuk  main piano/organ solo, juga mengiringi para bapak2 yang suka nyanyi, baik lagu2 Indonesia maupun lagu2 Barat seperti My Way, Born Free, O Sole Mio, Santa Lucia, Come Back To Sorentto, April Love, Love Me Tender, Que Sera2, La Spagnola, Feelings, Red River Valley, You Are My Sunshine, Besame Mucho, Amor2, Spanish Eyes, Seven Lonely Day, Eternaly, The Falling Leave, La Vie En Rose, Moonlight On Colorado dan puluhan lagu lainnya yang saya sudah hafal di luar kepala, karema sering memainkannya di Hongkong ketika mengajar piano kepada murid2 saya.

Setiap malam gembira selalu dihidangkan makanan Buffet yang semuanya di pesan dari restoran Indonesia, ada gado2, sate, gule, rendang, kari, ayam goreng, bakmi goreng, empal , soto ayam, lumpia, lemper, kroket, risoles, es campur, cendol, kerupuk udang, emping, sambel goreng kentang, pergedel, dan lain2 makanan Indonesia yang lezad2.

Setiap selesai Malam gembira, pak Anton atas nama KJRI selalu memberikan honorarium 500 HK Dollar kepada saya, lumayan besarnya, itu penghasilan saya selama 5 jam mengajar piano di rumah ketika itu.

Pendek kata semua merasa senang dan gembira, bapak2 di KJRI bisa mengenangkan tempo doeloe melalui lagu2, saya bisa mempraktekkan kebisaan saya yang di RRT sudah sering dimainkan, dan dapat honor yg lumayan pula.

Tahun 1991 dan seterusnya, setelah saya pindah ke Ma On Shan, dan pak Anton juga sudah kembali ke Kejaksaan Tinggi di Indonesia,  saya sudah tidak main piano seperti itu lagi di KJRI, tetapi sejak itu mulai ada kesibukan dalam Xiao You Hui di Ba Zhong dan Bandung, yang membutuhkan saya main di situ. Sebab sejak tahun 90-an, lahirlah berbagai Xiao You Hui dari Hoakiao Indonesia di Hongkong, yang selalu ada kegiatan keseniannya pada malam2 re-unie mereka.  Dan saya sendiri juga sering membikin Malam pergelaran musik dan Latin/Ballroom Dancing Party, yang bisa menyalurkan keahlian musik saya di situ.



【第十三集結束】

【請續看下一集】





ymchen

文章數 : 667
注冊日期 : 2012-11-08

回頂端 向下

回頂端


 
這個論壇的權限:
無法 在這個版面回復文章