公用欄目


Join the forum, it's quick and easy

公用欄目

TKB:SD di HK(22)【代貼】

向下

TKB:SD di HK(22)【代貼】 Empty TKB:SD di HK(22)【代貼】

發表  ymchen 29.03.15 8:42


【代貼】

SUKA DUKA DI HONGKONG-Revisi
(在香港的苦與樂-修訂版)






Bagian ke tiga (1998 -2007)


SUKA DUKA DI HONGKONG. (1998)-Revisi

(Seri ke-22)

Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Mar. 2015)



(1) Situasi gawat, rencana ke Indonesia
terpaksa dibatalkan


Sudah lama kami rencanakan jalan2 ke Indonesia, menengok kembali kampung kelahiran tanah tumpah darah. Akhirnya kami putuskan berangkat pada tanggal 5 Mei 1998, sudah beli ticket planenya kepada travel biro yang dikenal, si Weweh蒋花娘 dari Bandung.

Mendadak ada keputusan dari pemerintah Hongkong, yang menasihatkan agar jangan jalan2 ke Indonesia dulu, sebab situasi politik ibukota Jakarta sedang gawat, panas dan disimpulkan oleh pemerintah Hongkong akan terjadi sesuatu yang berbahaya buat keselamatan para turis dari Hongkong.

Mendengar keputusan ini, walaupun tidak tahu apa yang akan terjadi di Jakarta, kami putuskan untuk membatalkan rencana ke Indonesia, untung si Weweh orangnya baik, dia menerima dibatalkannya ticket plane yang sudah kami pesan, uang depositnya dikembalikan utuh tanpa potongan.



(2) Teror rasialis terbiadab 12 Mei 1998 di Jakarta


Tanggal 12 Mei 1998, seminggu setelah pemerintah Hongkong menasihatkan agar membatalkan rencana jalan2 ke Indonesia, betul2 telah meledak demonstrasi anti Suharto yang berubah menjadi teror rasialis yang terbesar dalam sejarah Indonesia.

Boleh dibilang telah pecahkan rekor nasional dalam teror rasialis anti Tionghoa yang memang sering terjadi dalam sejarah Indonesia.

Para teroris sudah pasti diorganisir oleh oknum2 srigala berkulit manusia yang mengendalikan mereka dari belakang layar, binatang buas ini telah membakar toko2 etnis Tionghoa, dan yang paling brutal dan sadis, telah memperkosa, menyiksa dan membunuh secara kejam gadis dan wanita Tionghoa yang tidak berdosa.  Tetapi mengapa akhirnya srigala berkulit manusia ini tidak diseret ke pengadilan, karena dia terlalu lihay kata berita di pinggir jalan , orang yang disuruh membakar, membunuh dan memperkosa semuanya ditipu untuk masuk ke sebuah toko yang sedang dijarah, kemudian tokonya ditutup dari luar, ada lebih kurang  1000 orang termasuk rakyat yang ditipu untuk merampok isi toko itu dibakar hidup2. Pembunuhan kejam ini bisa terjadi di ibu kota Jakarta yang banyak wartawan asingnya, betul2 satu peristiwa yang menggemparkan seluruh dunia. Kami telah dengan rasa sedih yang tak terhingga dan kemarahan yang luar biasa besarnya, menyaksikan teror rasialis terbiadab ini melalui layar TV di Hongkong. Darah mendidih dan bulu kuduk berdiri membaca berita2 yang setiap hari disiarkan lengkap dengan foto2nya di surat kabar seluruh Hongkong.

Mendengar berita para teroris biadab dibakar hidup2 ini, saya nyeletuk “Biar mampus lu jahanam yang sadis!” , cuma kasihan rakyat yang bodoh yang mau merampok TV, kulkas, dan lain2 di toko tersebut ikut jadi korban dibakar hidup2. Sebetulnya rakyat yang merampok itu tak usah sampai dihukum mati, tapi memang dalang teror rasialis itu sudah keliwatan biadabnya, demi menyelamatkan dirinya, membunuh 1000 orang supaya peristiwa itu sulit dibawa ke pengadilan, sebab semua pelakunya sudah ditutup mulutnya. Nyawa manusia dianggap sebagai kacoa saja.

Ada berita lagi, yang membakar toko itu juga dibunuh semuanya, ini adalah praktek fasis durjana, sebab orang mati tidak bisa diajukan ke pengadilan sebagai saksi. Sampai tahun 2015, kasus 1998 masih ter-katung2 cuma jadi obrolan di warung kopi saja.

Teror rasialis terbesar dalam sejarah Indonesia semestinya menjadi pelajaran yang harus disimpulkan baik2 oleh seluruh bangsa Indonesia, tak peduli dia berasal dari suku bangsa apa , tak peduli dia berasal dari keturunan bangsa apa. Agar dalam masa yang akan datang jangan sampai terulang kembali peristiwa yang mencoreng muka bangsa Indonesia yang cinta damai dan ramah tamah, jangan perbuatan segelintir srigala berkulit manusia ini membikin malu bangsa Indonesia di dunia internasional.

Ketika ditanya oleh teman2 di Hongkong, saya berkata bahwa menurut hemat saya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab, yang berprikemanusiaan, yang ramah tamah dan baik budi. Antara keturunan Tionghoa dengan mayoritas mutlak yang disebut pribumi asli Indonesia selama ratusan tahun senantiasa hidup berdampingan secara damai, yang betul2 anti Tionghoa adalah sangat sedikit sekali, ini adalah hasil riset saya kepada ratusan sahabat saya yang berasal dari yang disebut pribumi asli.

Namun kita tidak boleh lengah, selama masih ada kesenjangan sosial, selama masih ada jurang yang dalam dan lebar antara si kaya dengan si miskin, selama orang2 terkaya kebanyakan terdiri dari etnis Tionghoa, selama orang2 hartawan etnis Tionghoa masih belum sadar, masih suka pamer kekayaannya, pamer bikin pesta besar2an sedangkan masih banyak orang miskin melarat, masih ada kemungkinan oleh segelintir rasialis yang membakar rakyat yg miskin untuk mengulangi terror rasialis seperti 1998 itu. Maka saya serukan kepada semua perkumpulan yang anggotanya terdiri dari mayoritas etnis Tionghoa supaya mawas diri, supaya dengan rendah hati memeriksa kekurangan dari etnis Tionghoa itu sendiri, agar bisa mengurangi kemungkinan timbul teror rasialis yad.



(3) Suharto turun panggung
setelah berkuasa 32 tahun


Presiden Suharto sudah memerintah Indonesia selama 32 tahun adalah Presiden terlama pegang kekuasaan di Indonesia. Pendahulunya Sukarno cuma 21 tahun.

Mengapa Presiden Suharto akhirnya meletakkan jabatan Presidennya, meskipun masa jabatannya belum berakhir?

Menurut hemat saya ada beberapa kesalahan dari Presiden Suharto, pertama , oleh sebagian pengikutnya dia dianggap kurang adil dalam membagi rejeki, Ini wajar2 saja, karena tak mungkin bisa membagi rata sumber kekayaan kepada semua pengikutnya, pasti ada yang dapat paling banyakan, yang akhirnya menjadi pengikut setianya, termasuk anak2nya seperti Sigit, Bambang, Tutut, Hutomo dll, ada yang kebagian agak lumayan, yang netral ketika Suharto didemo dan dituntut agar turun panggung, dan ada yang kebagian sedikit, yang akhirnya menjadi penentang baru dari Suharto.

Kemudian Amerika Serikat sebagai pendukung utama dari rezim orba Suharto, belakangan merasa Suharto sudah tidak dengar kata lagi, berani melawan super power di Washington, misalnya masalah Timor Timur dan masalah beli pesawat Russia.  Maka Amerika Serikat melakukan serangan balas dengan menyuruh Soros untuk mengacaukan moneter Indonesia, ini yang terkenal dengan istilah Krismon 1997, yang dampaknya sampai ke Thailand dan Hongkong. Tujuan Amerika Serikat sebetulnya ditujukan untuk menjatuhkan Suharto , orang kuat nomer satu di Indonesia.

Jika ada yang menyimpulkan Suharto dijatuhkan oleh demo mahasiswa, orang2 ini cuma melihat gejala luarnya saja, sebab tak mungkin demo mahasiswa bisa menjatuhkan Suharto. Karena yang utama adalah  Krismon 1997 telah mengancam kekuasaannya, ditambah pengikutnya pecah menjadi 3 golongan.

Maka setelah berunding dengan pengikut setianya termasuk Panglima TNI Wiranto. Kemudian minta pendapat  Cak Nur cendekiawan Islam yang terkenal, akhirnya Suharto bersedia meletakkan jabatannya, dan tidak setuju kepada usul untuk melakukan penindasan berdarah terhadap mahasiswa yang berdemo.  Ini bedanya Suharto dengan Deng Xiaoping pada 1989. Deng Xiaoping berani melawan Amerika Serikat, karena ekonomi Tiongkok tidak tergantung kepada USA, dan Deng Xiaoping naik panggung tanpa bantuan dari USA.

Di atas segala kesalahan dari Suharto, patut dicatat jasanya yang besar dalam memulihkan perekonomian Indonesia yang amburadul akibat dijalankannya Manipol dan Deklarasi Ekonomi Sukarno, yang membikin rakyat dari makan 3 kali sehari menjadi makan 1 kali sehari, jika Sukarno tidak dipaksa turun panggung, barangkali makan satu kali seharipun sulit.

Suharto mengerti betul, masalah perut rakyat adalah masalah nomer satu buat Presiden Indonesia, atau penguasa di negara manapun. Mao Tjetung pada 1962 juga mundur ke garis belakang, gara2 50 juta rakyat Tiongkok mati kelaparan. Yang maju di depan adalah Liu Shaochi dan Deng Xiaoping yang dalam waktu 3 tahun berhasil memperbaiki perekonomian Tiongkok yang amburadul akibat Mao Tjetung tidak becus mengurus ekonomi tapi sok jago dan main hukum orang2 yang berani berbeda pendapat dengan dia.



(4) Dari uang sumbangan
beli Korg Trinity professional


Setelah tujuh tahun meng-utak atik Music Work Station Korg model 01/WFD, akhirnya tertarik kepada Music Work Station professional Korg Trinity yang lebih canggih, lebih banyak fungsinya dan lebih bagus suaranya. Harganya 18 ribu HKD, masih terjangkau dengan dompet ketika itu. Teman2 baik dan para orang tua murid saya telah memberi sumbangan sebesar 20 ribu HKD ribu HKD untuk Concert 1998 yang akan datang, ongkos yang saya keluarkan hanya 5 ribu saja, tinggal tambah 3 ribu HKD terbelilah Music Work Station yang baru ini. Bodynya lebih besar , lebih panjang dan lebih berat, harus digotong oleh dua orang. Ya maklum usia sudah lanjut, kalau di Indonesia sudah jadi Opa nih!

Tetapi semangat belajar ONE MAN ORCHESTRA tetap membara, cuma menggunakan otak dan jari jemari saja, lahirlah beberapa gubahan lagu “Hooked On Classic, Rondo A La Turca Mozart, Beautiful Dreamer, Flower Song, La Spagnola, dan lain2” ………

Tambah modal untuk mendemonstrasikan dalam berbagai pergelaran musik di Hongkong yang akan datang.

Hobby saya yang paling makan duit adalah musik, kalau nonton bisa nonton TV yang praktis gratis di Hongkong, baca buku atau pinjam buku juga gratis di perpustakaan Hongkong, tapi alat musik dan sound system harus mengempeskan dompet untuk di bawa pulang dan dipelajari serta untuk pertunjukan2 musik. Untung saya tidak suka merokok, minum arak, pergi ke night club dan main judi kuda, maka uangnya cuma dihabiskan untuk hobby musik ini.



(5) Student & TKB’s Friends Nostalgy Concert 1998


Dengan dukungan dan sumbangan uang 20 ribu HKD dari pimpinan dan anggota Ba Zhong, Bandung, Surabaya dan Sin Hoa, diantaranya : Chen Bing Huang, Liang Ming Chang, Li Yung Zhang, Liang Gan Ji, Liao Zhi Jian, Huang Sin Tang, Xu Rui Hoa, Yan Zhun Min,Wang Zhen Hung, semuanya dari Alumni Ba Zhong Hong Kong dan Jakarta. Wang Jing Xian (Bandung), Yang Guo Ding(Surabaya), Wu Qi nan (Sin Hoa) dan para orang tua dari Veronica Chan, Stephenie Leung, Lucia Mak dan Louis Chan, akhirnya terselenggaralah Student &TKB’s Friends Nostalgy Concert 1998 di Sha Tin Town Hall.

Disamping murid saya yang baik permainan pianonya yang lulus ujian kelas 7 sampai kelas 10 The Royal School Of Music di London, juga ikut memeriahkan concert ini para penyanyi seperti Liang Hui (puteri Liang Ming Chang), Pang Jing Lin (Ba Zhong), Chan King Wai (Malang), Chan Chang Hai (Cirebon), Eveline Tjiauw(Bandung) dan Willy Fung (Malang)

Tanggal 30 Oktober, pukul 8.00 tepat dimulai concert ini, Liao Da Liang dari Ba Zhong yang jadi pemimpin acaranya. Acaranya antara lain:

(1) Kimberley Craig : Fur Elise
(2) Brendan Jannessen : Oh Susanah, Diana
(3) Louis Chan : El Condor Pasa
(4) Chim Chi Kuen : Roses From South
(5) Issac Ng : Souvenirs d’Enfance
(6) Lam Sze Woon : Ballade Pour Adeline
(7) Veronica Chan : Marriage d’Amour
(8) Stephenie Leung : Love Story
(9) Tsui Kam Chi : Maiden Prayer
(10) Wong Yuen Kwan : Rondo A La Turca, Flower Song
(11) Chan Cheung Wa : Don’t Cry For Me Argentina, Moon River
(12) Kenny Fung : Candle In The Wind, Bach Gammon
(13) Alex Fung : Coming Days Coming Years, Angels
(14) Pang Jing Lin : Diana
(15) Liang Hui : Chang Jiang Zhi Ge, O Mio Babino Caro
(16) Chan King Wai : Besame Mucho
(17) Chan Chang Hai : Unchained Melody
(18) Willy Fung : Country Roads, Country Boys
(19) Eveline Tjiauw: Beautiful Dreamer, Moonlight On Colorado
(20) Thio Keng Bouw : Zu Guo Song, Xiao You Qing,The Skaters Waltz

Salah satu keistimewaan dari concert kali ini, semua piano solo dari para murid saya diberikan back ground music dengan menggunakan Clavinova Disk Orchestra yang special saya sewa kepada Tom Lee, satu malam sewanya 1200 HKD termasuk ongkos kirim pulang pergi. Sehingga terdengar piano solo mereka se-olah2 diiringi oleh sebuah band music atau orchestra. Ini adalah eksprimen baru yang pada concert2 berikutnya saya kembangkan lebih lanjut.  Alex Fung bertambah maju pengalaman mengurus sound systemnya, banyak penyanyi yang merasa suaranya kok tambah bagus kali ini, ini memang kemahiran Alex Fung yang bisa memadukan dengan seksama antara suara musik pengiring dengan suara penyanyi.

Para penonton senantiasa harus diberikan sesuatu atraksi yang baru, agar tidak membosankan dan menjadi  ngantuk.  Kecuali acara Willy Fung & Sons, semua penyanyi diiringi oleh One Man Orchestra oleh saya sendiri. Dari persiapan latihan sampai pertunjukan makan waktu 3 bulan lamanya.

Seminggu kemudian diadakan Qing Gong Yan berupa Afternoon Tea untuk merayakan suksesnya pertunjukan, semua pemain dan pembantu  serta sebagian donator berkumpul di aula club Hoa Zhong untuk nyanyi2 dan makan nasi campur, lemper, risoles, kroket dan cocktail buah2an, dan asinan Jakarta…..

Pendek kata concert kali ini lebih meningkat lagi mutunya daripada yang sebelumnya di Hongkong.



(6) Pak Nam meninggal dunia
kena diabetes yang parah


Pak Nam sudah tiga tahun lamanya bermukim di Jakarta, setelah ia menikah dengan seorang janda kaya yang dia kenal melalui travel biro dimana ia bekerja sebagai tourist guide. Pernah saya menerima kabar bahwa ia pernah bekerja di travel biro yang dibuka dengan modal isterinya di Pulau Batam, mengurus turis Singapura yang berlibur ke situ. Tapi menurut Pak Nam sendiri, travel bironya selalu rugi terus, meskipun isterinya terus mengirim uang kepadanya, akhirnya travel bironya ditutup, Pak Nam kembali lagi ke Jakarta, membantu isterinya menjaga Panti Pijat di Jalan Labu dekat Lindeteves Jalan Hayam Wuruk. Pak Nam tidak senang bekerja di situ, dia bilang Panti Pijat itu sebetulnya sarang pelacuran yang terselubung.

Pada suatu hari saya ditilpon oleh Pak Nam, ternyata dia sudah ada di Hongkong lagi, bermukim di guesthouse Chung Lian di Mong Kok, tempat dulu ia bekerja sebagai tourist guide. Dia bilang bahwa dia sudah memutuskan untuk tinggal di Hongkong lagi, tidak akan kembali ke Indonesia.  Saya bilang,: “Jika sudah ambil keputusan demikian, kau jangan tinggal di guesthouse yang mahal,  untuk sementara mari tinggal di rumah saya saja, tidur di ruang tamu dengan veldbed sederhana, sambil mencari pekerjaan dan sewa kamar lagi kayak dulu.”

Akhirnya dia menurut nasihat saya itu, ternyata uang sewa kamar di guest house itupun teman baiknya Huang Zhi Yuan yang bayar, karena Pak Nam dari Indonesia tidak bawa uang sama sekali. Kemudian saya dengar Huang Zhi Yuan memberi uang saku 5000 HKD kepada Pak Nam, karena Pak Nam betul2 sudah tongpes.

Ketika saya desak akhirnya dia cerita bahwa dia disindir terus oleh adik2 dari isterinya, jadi parasit di Indonesia, cuma bisa menghabiskan uang saja, tidak bisa membantu cari uang. Sindirian ini membikin dia merasa malu dan marah, lalu nekad minta duit kepada isterinya untuk beli ticket plane ke Hongkong, dia memang tidak pernah pegang duit selama di Indonesia, semua kebutuhannya dari tinggal, makan dan beli sepatu, pakaian dan lain2 semua dibayar oleh perusahaan isterinya.  Saya jadi kaget juga mendengar ceritanya ini, kok sampai begitu nasibnya, menikah dengan janda kaya, tapi kantongya selamanya kempes. Maka begitu sampai di Hongkong, dia langsung masuk ke guest house, meskipun tidak ada uang untuk membayar sewanya. Betul2 jadi proletariat 100%

Tak lama kemudian isterinya menyusul dan langsung ke rumah saya, setelah menerima kabar dari saya. Isterinya terus membujuki agar dia mau kembali ke Indonesia lagi, dan berjanji akan memerintahkan adik2nya jangan banyak main sindir2 lagi.  Tapi Pak Nam mempunyai rasa harga diri, dia menolak keras, dan bilang: “Meskipun harus mati, saya tetap akan terus bertahan di Hongkong, tidak akan kembali ke Indonesia lagi.”

Saya bilang, : “Kau mempunyai penyakit diabetes yang parah, kalau sakit dan opname ongkosnya mahal. ”  

Pak Nam jawab, “Kalau jatuh sakit saya akan masuk rumah sakit, biar pemerintah Hongkong yang bayar rekeningnya, di sini tidak ada orang yang menyindir dan menghina lagi seperti di Indonesia.”

Setelah 3 bulan tinggal di rumah saya, akhirnya dia mendapat pekerjaan sebagai penjaga malam di sebuah kompleks perumahan apartmen di Kwun Tong, dapat gaji yang pas2an untuk sewa tempat tidur dan makan sederhana. Sebab ketika dia melamar pekerjaan sebagai tourist guide lagi lamarannya di tolak, karena dia sakit2an dan jalannya sudah lambat sekali, tak ada travel biro yang mau pakai dia lagi. Juga ketika dia melamar sebagai bagian security di Hotel, yang pernah dijabat sebelumnya sebagai supervisor, juga Hotel bersangkutan melihat kondisi kesehatannya juga menolak lamarannya itu.

Karena tekanan jiwa yang berat dan merasa gagal hidup normal lagi seperti dulu sebelum ke Indonesia, maka penyakitnya tambah parah, pada suatu hari dia jatuh  pingsan dan diangkut ke rumah sakit Kwong Hoa di Waterloo Road,  dokter bilang sudah sulit disembuhkan lagi, tinggal tunggu hari penghabisannya saja.  Dua adik wanitanya juga tidak mau mengakui dia sebagai saudaranya, takut ketempuan harus bayar ongkos pengobatan.  Tak lama dia di rumah sakit,  saya ditilpon oleh Huang Zhi Yuan sahabat karib Pak Nam ketika bekerja di Travel Biro, Pak Nam sudah meninggal dunia, dan  karena dia terdaftar sebagai orang sebatang kara yang tak punya keluarga apapun di Hongkong, oleh rumahsakit dianggap sebagai orang gelandangan, maka segala ongkos pengobatan dan  perabuannya diurus dan dibayar oleh pemerintah Hongkong. Saya tilpon adiknya, kenapa kalian tak mau mengakui dia sebagai koko kamu? Adiknya bilang, kokonya ini selamanya tidak memperhatikan adik2nya, ketika lagi jaya banyak uang dengan si janda kaya, selalu pamer kementerengannya, pakai sepatu Itali yang ribuan HKD, pakai stelan jas yang ribuan HKD harganya,  jadi mereka tidak mau mengakui sebagai saudara yang berarti harus memikul ongkos rumah sakitnya, dan ketika Pak Nam meninggal diperiksa uangnya di bank tinggal berapa puluh lebih Hongkong Dollar saja. Tidak punya harta apapun yang laku dijual untuk membayar rumah sakit. Sungguh tragis riwayat Pak Nam anak Medan dan aktivis IPPI ini. Padahal dia anak keluarga hartawan di Medan. Dia menerjunkan diri ke kancah revolusi meskipun tidak disetujui oleh orangtuanya, belakangan orangtuanya meninggal tidak memberi warisan apa2 kepadanya.  Sakit hati kepada adik2 isterinya membikin penyakitnya tambah berat, factor psikologis ini memang sangat menentukan peranannya, bahkan   dokterpun angkat tangan tidak mampu menyembuhkan diabetesnya yang memang sudah parah sekali. Isterinya setelah saya tilpon menyatakan tidak mau tahu lagi soal Pak Nam yang sudah bercerai dengan dia.  Isterinya orang Pontianak yang pindah ke Jakarta, pintar cari duit dan sanggup memelihara 50 anggota keluarganya, yaitu adik2nya dan keluarganya semua dia yang tanggung ongkos penghidupannya. Memang hebat juga isterinya yang benama Juliana ini.



(7) Oey Kim Ho teman sekelas di Sin Hoa
ketabrak mobil


Oey Kim Ho adalah sahabat karib saya di Sekolah Sin Hoa, sejak kelas 2 SD terus satu kelas dengan dia sampai kelas 6, saya pindah ke Ba Zhong, dia terus di situ sampai tamat SMP baru masuk SGA di Ba Zhong, kemudian jadi guru sekolah di Ba Zhong sampai Ba Zhong ditutup pada tahun 1966 oleh orde baru. Ketika itu saya berada di RRT, setelah saya pindah ke Hongkong, pernah saya cari tahu di mana gerangan Oey Kim Ho kini berada. Tapi terus gagal, saya sudah nitip teman2 di Ba Zhong yang juga sekelas dengan Oey Kim Ho ketika di Sin Hoa, misalnya kepada Tan Giok Tin dan Tan Giok Bwee, yang satu kelas ketika di Sin Hoa dan rumah tinggalnya hanya berjarak lebih kurang 500 meter saja. Satu di Kerekot no. 7, satu lagi di Sawah Besar no. 28. Ternyata anak Sin Hoa atau Ba Zhong tidak ada yang tahu kemana Oey Kim Ho pindah rumah.

Pada suatu hari angkatan 57 Ba Zhong ditilpon oleh salah seorang anggotanya, bilang Oey Kim Ho masuk rumah sakit karena tabrakan mobil,sangat memerlukan bantuan untuk membayar ongkos pengobatannya. Maka ramai2lah angkatan 57 mengadakan sumbangan untuk membantu Oey Kim Ho, dan sejak itu baru ketahuan di mana alamatnya, segera tilpon ke Hongkong beritahu kepada saya yang sudah ber-tahun2 mencari dia.

Sejak itu saya dan Kim Ho melakukan surat menyurat, dan baru tahu juga ternyata encinya Oey Tin Nio dan adiknya Oey Tjwan Nio ada di Shatin, dekat sekali dengan  rumah saya di Ma On Shan.  Kami berempat adalah teman main sejak kecil, rumah saya dengan rumah Kim Ho dekat sekali, cuma berjarak 600 meter saja. Saya masih ingat, ketika itu rumahnya di Sawah Besar gede sekali, dan Mamanya yang sudah jadi janda menyewakan sebagian kamarnya kepada dokter Lie Seng Kim, dokter langganan keluarga saya, dan kepada orang indekos.

Setelah saya pindah ke Bandung, Kim Ho pindah ke jalan Kartini, yang agak kecil rumahnya, Mamanya menikah lagi dan kabarnya punya dua adik wanita lagi.

Senang sekali bisa kontak dengan sahabat karib ketika Sekolah di Sin Hoa, ternyata Kim Ho orangnya minderwardig, jadi tak suka bergaul dengan teman2 sekolah lamanya, hanya seorang saja yang dia beritahu alamatnya, maka kalau dia tidak ketabrak mobil, mungkin se-lama2nya saya tidak bisa kontak lagi dengan dia,

Kim Ho sudah menikah dan mempunyai seorang anak laki2, isterinya bekerja sebagai penjahit pakaian di rumah. Kim Ho cerita bahwa dia kepingin mengajar bahasa Tionghoa (Pu Tong Hoa), sekarang sedang musimnya orang Indonesia belajar bahasa Tionghoa. Tapi ia perlu modal untuk beli kursi meja dan buku2. Saya kirimi uang 1000 HKD dan Yao Zhi Kun juga memberikan sumbangan 1000 HKD buat modal dia membuka kursus bahasa Tionghoa.



(8) Lin Lian Xing, guru bahasa Inggeris di Sin Hoa


Lin Lian Xing adalah suami dari Oey Tin Nio, encinya Oey Kim Ho. Beliau adalah guru bahasa Inggeris saya ketika kelas enam di Sin Hoa, jago main basketball, jadi pemain inti perkumpulan basketball Qiu Jin yang paling top di Jakarta ketika itu.

Lin Lian Xing lulusan Pa Hoa Jakarta, maka bahasa Inggerisnya jempolan. Dia mengajar Bahasa Inggeris kelas tertinggi di Sin Hoa. Saya segera pergi ke  rumahnya di Sha Tin. Mereka suami isteri bermukim di kompleks perumahan pemerintah yang sewanya murah, tapi kecil sekali cuma 25 meter pesegi luasnya.

Dia cerita tadinya dia punya 3 rumah flat apartemen yang agak besar, dan bisnisnya dengan Tiongkok mendapat keuntungan, tapi belakangan ditipu oleh partner dagangnya orang Shanghai, maka habis2an untuk bayar hutang, dan dia dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, maka terpaksa mohon rumah murah untuk tinggal melewati hari tua.  Untuk penghidupan juga mendapat bantuan social dari pemerintah.

Bagusnya pemerintah Hongkong adalah tidak akan membiarkan warganya mati kelaparan dan tak punya rumah tinggal dan tak mampu bayar dokter serta untuk opname di rumahsakit.

Ternyata Lim Lian Xing pada tahun 1951, ketika saya pindah ke Ba Zhong pulang ke RRT, sekolah lagi di Peking, kemudian ketemu Oey Tin Nio di sana dan menikah serta punya seorang anak laki2.



(9) Ting Tiong Djun, guru bahasa Indonesia di Sin Hoa.


Dari Oey Kim Ho saya mendapat alamat dan tilpon Ting Tiong Joen dan Wu Lian Jin.

Yang pertama adalah guru bahasa Indonesia ketika kelas 6 di Sin Hoa, yang kedua adalah guru bahasa Tionghoa waktu kelas 3 di Sin Hoa juga. Mereka berdua ternyata masih ingat kepada saya, karena Bahasa Indonesia saya di kelas adalah paling bagus sering kali mendapat angka seratus pada setiap ulangan maupun ujian. Jadi murid kesayangan Ting Tiong Djoen.

Ting Tiong Djoen bilang, kalau saya ke Indonesia mesti mampir ke rumahnya di Ciputat, ia sudah tidak menjadi guru sekolah lagi, sejak sekolah Sin Hoa ditutup orba, hidup dari perkebunan bunga anggrek, rumahnya di Ciputat besar, ada ruang tertutup khusus untuk menanam bunga anggrek.

Pada tahun 1951,Ting Tiong Djoen pernah mewakili Pemuda Indonesia ke Bukarest Rumania, ikut Festival Pemuda Sedunia, terus pergi ke Peking mengajar bahasa Indonesia di Universitas Peking beberapa tahun lamanya, baru kembali lagi ke Indonesia. Maka, setelah keluar dari Sin Hoa, tidak pernah ketemu lagi dengan beliau, 47 tahun kemudian baru nyambung lagi melalui surat menyurat. Beliau mengrimkankan foto gubuk reyot tempat murid Sin Hoa belajar menyanyi, foto kepala sekolah Sin Hoa Yang Sin Yung kepada saya, foto kenang2an yang berharga.  Di gubuk reyot ini, Guo Huai Ying mengajar menyanyi, saya termasuk yang paling tinggi angka menyanyinya, dapat angka 85.

Kalau Wu Lian Jin juga tidak pernah lupa kepada saya, karena ketika kelas 3 saya juara membolos sekolah, pernah membolos sampai satu bulan lamanya, setiap hari berangkat dari rumah bawa tas, tetapi bukan ke Sin Hoa, melainkan pergi ke bioskop untuk nonton film Amerika yang menjadi kegemaran saya, sampai ada film yang saya tonton sampai 7 kali banyaknya, yaitu film Aladin And The Magic Lamp dengan lampu mujijadnya, hampir semua film saya tonton dengan tidak beli karcis, alias masuk dengan akal2an.

Setelah kangen sama teman2 sekolah, saya masuk lagi sekolah. Wu Lian Jin tanya, kemana saja saya selama sebulan ini, saya tidak mau menjawab. Akhirnya beliau ambil keputusan mengajak saya ke rumah, dan lapor kepada ibu saya.

Ibu saya ter-heran2 kenapa saya tidak pernah jatuh sakit bisa sebulan tidak masuk sekolah.  Setelah habis2an dicaci maki dan diancam akan diberhentikan sekolahnya, barulah saya ketakutan, hampir saja tidak naik ke kelas 4, untung diberi kesempatan oleh Wu Lian Jin untuk masuk percobaan selama 3 bulan di kelas 4, kalau angkanya bagus bisa terus duduk di kelas 4, kalau jelek harus turun ke kelas 3 lagi. Mulai saat itu saya rajin belajar dan bikin pekerjaan rumah, angka ulangannya semuanya bagus, maka tidak jadi diturunkan ke kelas 3.

Saya berhubungan dengan 2 orang guru Sin Hoa ini melalui surat menyurat, meskipun belum ada kesempatan ketemu, ya senang sekali bisa saling mengenangkan tempo doeloe.




【第二十二集結束】

【請續看下一集】







ymchen

文章數 : 667
注冊日期 : 2012-11-08

回頂端 向下

回頂端


 
這個論壇的權限:
無法 在這個版面回復文章