公用欄目


Join the forum, it's quick and easy

公用欄目

TKB:SD di HK(37)【代貼】

向下

TKB:SD di HK(37)【代貼】 Empty TKB:SD di HK(37)【代貼】

發表  ymchen 10.07.15 9:33


【代貼】

SUKA DUKA DI HONGKONG-Revisi
(在香港的苦與樂-修訂版)






Bagian ke-4 (2008 -2014)


SUKA DUKA DI HONGKONG. (2013-Revisi)

(Seri ke-37)

Penulis : Thio Keng Bou (張慶茂)
(Jun 2015)



(1)Ulangtahun ke 109 Sekolah Sin Hoa Jakarta


Awal Mei 2013, saya mulai makan obat tradisionil yang diperkenalkan oleh A Lai, yang ibunya sudah 10 tahun ber-turut2 makan obat itu, matanya tambah lama tambah terang. Memang betul, setelah makan obat itu, sudah 2 tahun (Mei 2013-Mei-2015) mata saya tidak pernah kumat lagi pendarahannya yang membikin mata menjadi gurem selama 2 bulan, tidak bisa membaca suratkabar, tidak bisa nonton TV dan tidak bisa melihat computer.

Menurut keterangan yang tertulis dalam kardus obat itu, memang ditulis khasiat obat ini bagus untuk melancarkan peredaran darah, membikin kuat jantung, mengurangi kambuhnya sakit sesak nafas, membikin mata menjadi terang, membersihkan gumpalan darah di dalam mata.

Terbukti bukan saja mata saya menjadi lebih terang penglihatannya, juga sudah bisa jalan kaki tanpa pakai kaca mata lagi, kaca mata yang 6-7 tahun yang lampau menjadi cocok kembali. Sakit sebentar2 pingsan tidak pernah kumat lagi. 4 kali (setengah tahun sekali) diperiksa darahnya dalam keadaan perut kosong oleh Rumah Sakit Prince Of Wales, ternyata kolestrol, kadar gula dalam darah, tekanan darah dan kekentalan darah, semuanya normal, padahal obat2an Baratnya sudah diam2 saya kurangi dosisnya dan sering dengan sengaja dilupakan untuk makan obat Barat itu.  Saya mengharapkan, pada suatu hari saya bisa melepaskan diri dari ketergantungan obat2an Barat yang mempunyai efek sampingan yang negative.

Tanggal 25 Juli 2013 saya dan 27 orang mantan murid Sin Hoa Pasar Baru yang bermukim di Hongkong naik pesawat udara China Airline terbang ke Jakarta, untuk menghadiri hari Ulang Tahun ke-109 berdirinya Sekolah Sin Hoa Pasar Baru Jakarta.

Saya bersekolah di Sin Hoa antara 1944 sampai 1951 Selama 7 tahun sekolah di Sin Hoa, termasuk paling lama dalam sejarah sekolah Tionghoa, sebab di Ba Zhong hanya 4 tahun 4 bulan saja, dan  terus keluar dan pindah ke Sekolah Indonesia. Walaupun demikian dalam otak saya masih terbayang banyak guru2 yang pernah mengajar langsung maupun yang menjadi kepala sekolah Sin Hoa ketika itu. Misalnya Chen Jia Lian, guru bahasa Tionghoa  kelas 1 , Zhao Qi Ming guru bahasa Tionghoa kelas 2, The Kim Kan guru bahasa Jepang kelas 2 , Wu Lian Jin guru bahasa Tionghoa kelas 3, Wu Wen Mei guru nyanyi kelas 3 He Xue Ru guru berhitung kelas 3, The Kim Kan guru bahasa Tionghoa kelas 4,5 dan 6,  Liu Ping guru bahasa Indonesia  kelas 5, Wu Shi Huang guru ilmu bumi  kelas 5, Guo Huai Ying guru nyanyi kelas 6, Lim Lian Sing guru Inggeris kelas 6, Ting Tiong Djoen guru bahasa Indonesia kelas 6, Wu Qi Nan guru sejarah kelas 6, kemudian kepala dan wakil kepala sekolahnya, Yo Him Eng dan Ye Jing Zhong. Seluruhnya 13 orang yang masih terbayang sampai kini wajah mereka ketika itu.

Di Bandar udara Sukarno-Hatta, rombongan dari Hongkong ini sudah ditunggu oleh Wang Qiong Nan dan Wu Xie He, yang dengan bis besar mengantar  kami makan malam di Restoran Furama,Jalan Hayam Wuruk, sehabis makan bubur ayam panas dan lezad rasanya, langsung diantar ke Fave Hotel, Jalan Pintu Besi Pasar Baru. Di muka pintu hotel, sudah menunggu keponakanku Andrey Thio, yang telah membelikan SIM Card untuk HP, ini untuk pertama kali saya bertemu dengan dia, maka sebagai tanda terima kasih dia menunggu sampai jam 1 malam, saya berikan dia angpao buat jajan HKD 500. dan T Shirt made in Hongkong. Saya sekamar dengan Yuan Yen Zhang dari angkatan 57 Sin Hoa, juga angkatan 60 Ba Zhong.

Acara peringatan ultah ke-109 Sin Hoa cukup padat, meninjau ke Sekolah Sin Hoa yang baru, yang kini pakai nama Jakarta Nan Yang School. Sekolah baru ini sangat mewah dan luas sekali, betul2 mengagumkan kerja keras dari para alumnus Sin Hoa yang mendirikan sekolah baru di Tangerang ini, sebagai mantan pelajar Sin Hoa saya ikut merasakan kebahagian dan kebanggaan atas berhasil dibangunnya sekolah baru ini. Betul2 bahagia generasi baru Jakarta yang bisa masuk ke Jakarta Nan Yang School ini. Kepala Sekolahnya didatangkan dari Singapura, masih muda belia. Ia mengantar kami meninjau seluruh bangunan sekolah, dan menjelaskan segala sesuatu tentang sistim pendidikan sekolah 3 bahasa ini, bahasa Indonesia, Tionghoa dan Inggeris. Kami makan siang di kantin sekolah tersebut.  

Hari kedua adalah upacara peringatan di aula besar sekolah, dengan makanan serba istimewa dan banyak ragamnya, mulai dari gado2, nasi goreng, bakmi goreng, sate, siomay, sop buntut, es puter, asinan Jakarta, soto Betawi, rujak buah2an, kuwe basah Jakarta, salad sayuran dan salad buah2an, es cendol, es campur, air jeruk, kopi, teh, air aqua, kerupuk, emping, wah masih banyak lagi yang sudah lupa menunya.  



 photo HUT Sin Hoa 109.jpg

Kiosk2 makanan Indonesia tinggal pilih mana yang suka



 photo Sin Hoa 2013.jpg

Saya pilih gado2 dan sop buntut



Acara kesenian dipersembahkan oleh para alumnus Sin Hoa di Jakarta, Hongkong dan para pelajar Jakarta Nan Yang School, tiga2-nya menyanyikan lagu yang sama, yaitu 《Lagu Sekolah Sin Hoa》tempo doeloe, disamping lagu2 pilihannya sendiri, Saya sendiri diminta nyanyi, saya nyanyikan lagu ciptaan saya sendiri 《Nostalgy Alumni》, dengan style paso dobel yang bersemangat kaya matador Spanyol, mendapat tepuk tangan yang riuh karena lagunya merdu, sedap di telinga serta bersemangat , ditambah lagi untuk pertama kali mereka mendengar lagu ini, yang isi pokoknya adalah :

Mari kita nyanyikan
lagu persahabatan
mari kita kobarkan
semangat persatuan
.
Dari empat penjuru
teman lama bertemu,
terkenang tempo dulu,
waktu duduk sebangku.

Mari bersatu padu
dalam sekolah yang baru,
giat belajar menuntut ilmu
teruskan jejak pendahulu.


Isi lagu ini betul2 sesuai dengan situasi yang sedang berlangsung pada waktu itu.


 photo Sin Hoa  HK 2013.jpg

Anak Sin Hoa yang bermukim di Hongkong
menampilkan nyanyi bersama



Acara berikutnya adalah jalan2 ke Puncak, bermalam di Hotel milik Wu Xie He ,  sebelumnya mampir makan Indonesia buffet yang sedap dan banyak ragamnya. Keesokannya paginya, kita disuguhi breakfast yang banyak rupanya, ada bubur ayam, ada roti mentega, telur mata sapi, susu segar, kuwe2 basah Indonesia, buah2an, kopi, lemon tea, pokoknya sarapan pagi paling luks selama 1 bulan saya di Indonesia, betul2 istimewa service dari Wu Xie He ini. Sehabis sarapan pagi di Hotel, seluruh rombongan  pergi ke Taman Safari, dan mampir di rumah salah seorang pengurus untuk makan lagi kuwe2 Indonesia dan es cendol. Sehabis makan siang di restoran dekat Bogor, rombongan diantar pulang ke Hotel lagi untuk istirahat. Puaslah kami semua pesiar ke Puncak dan Taman Safari ini.

Malam terakhir makan bersama lagi di restoran Hakka milik salah seorang mantan pelajar Ba Zhong, Xu Rui Hoa  yang saya kenal baik sejak 1995 di Hongkong. Hanya saya tidak ikut dalam jamuan makan perpisahan ini, karena sudah ada acara dengan Papa dan mau pergi ke dokter karena batuknya tidak mau berhenti semenjak di Hongkong.

Betul2 satu re-uni Sekolah Sin Hoa yang meninggalkan kesan mendalam buat kita semua.

Selesai acara re-unie Sin Hoa, saya dijemput oleh Keng Siong dan Silvy, kemudian mampir ke Gang Arab untuk menjemput Papa, dan mengajak Papa ke rumah Keng Siong di Taman Palem Lestari, dimana saya menginap selama beberapa hari di situ sebelum melanjutkan perjalanan ke Bandung.


 photo TKB dan Papa 2013_1.jpg

Thio Keng Bouw dan Papa di rumah Keng Siong



Di sepanjang jalan saya dan  Papa tak henti2nya ngobrol, memang dua2nya jago ngobrol tempo doeloe.


 photo Ellena dan Madeline.jpg

Atas : Ellena Thio dan Thio Keng Bouw  
Bawah : Madeline Thio dan Thio Keng Bouw



Saya dan papa ngobrol dari pukul 9 pagi sampai pukul 9 malam, Papa kuat ngobrolnya, lebih banyak beliau yang bicara, cerita tempo doeloe. Kemudian Keng Siong mengantar Papa pulang ke Gang Arab.


 photo Chiu PinMey Fang En-en.jpg

Atas :Thio Keng Bouw dan Lim Chiu Pin

Tengah : Tan Tjong Wie Liu Mey Fang dan Thio Keng Bouw

Bawah : Thio Keng Bouw dan Karel Ng (En-En)



(2) Dapat angpao 1000 US$ dari Lin Chiu Pin


Lin Chiu Pin adalah muridku ketika menjadi guru di Sekolah Sin Chung di Bandung, kini ia telah pindah ke Jakarta, mendengar saya datang lagi ke Indonesia, dia mengundang saya makan Indonesian Food di Mall terbesar dan terbaru dari Jakarta, yaitu Central Park. Kalau menurut keterangan yang saya terima, Jakarta Raya adalah kota yang paling banyak memiliki Shopping Mall di seluruh kota2 yang ada di dunia, seluruhnya ada 173 Shopping Mall. Saya ke situ diantar oleh Keng Siong dan Silvy, sekalian memperkenalkan kepada mereka berdua, mantan murid saya Lin Chiu Pin. Keesokan hari Lin Chiu Pin mau ke USA, maka hari itu minta saya ketemu dan makan bersama. Kami ngobrol sambil makan, dia pesan 8 macam masakan Indonesia, kami ganyang semuanya dengan lahap.  Waktu mau berpisah, Lin Chiu Pin masukkan amplop merah (angpao) ke dalam kantong baju saya, setelah di dalam mobil Keng Siong saya buka angpaonya, alangkah terkejutnya saya, karena isi angpao tersebut ada 10 lembar total 1000 US Dollar atau sama dengan 10 juta Rupiah mata uang Indonesia ! Angpao terbesar yang pernah saya terima selama ini.  Saya pernah menjadi guru les privat di rumahnya pada 1962 sampai 1965, mengajar Siu Phin, Chiu Phin ,Chun Pin, Pak Phin, Pao Phin dan Oy Phin 6 bersaudara. Pada tahun 2002 dia pernah mengundang saya makan di Taman Anggrek Mall, tapi tidak beri angpao, kali ini sekali beri angpao diluar dugaan saya begitu besar jumlahnya. Kebetulan saya lagi butuh uang untuk beli computer dan mencetak 200 keping CD Musik saya untuk kenang2an pada teman2 di Indonesia, selesailah kesulitan uang saya itu, tidak sampai hutang pinjam kepada bank melalui credit card, yang akhirnya harus dibayar dengan bunga yang tinggi.



(3)Re-unie dengan pelajar Sin Chung Bandung


Tujuan saya kali ini ke Indonesia, disamping menemui teman2 dan famili di Jakarta, juga pergi ke Bandung, terakhir saya ke Bandung pada tahun 2004, jadi sudah 9 tahun tidak ke sana lagi. Tanggal 1 Agustus pagi, saya diantar Keng Siong ke terminal minibus Jakarta Bandung yang terletak di Central Park. Ongkosnya hanya 95 ribu Rupiah, murah sekali buat dompet orang Hongkong. Busnya cukup lux dan tempat duduknya enak dan empuk. Hanya 2 jam setengah perjalanannya, sudah tiba di terminal bis di kawasan utara Bandung, dimana sudah menunggu sahabat karib saya Kok Swie Neng, mantan penari utama dari PPI Bandung.  Ia mengajak saya ke Bandung selatan, ke Pop Hotel yang terletak dekat tempat latihan dansanya, semula dia mau mengajak saya naik motor, tapi saya bilang sudah lama tidak naik motor, dan bawa kofer berat, kalau jatuh kan dua2nya honghiam, jadi saya minta naik taxi saja, toh tidak seberapa ongkosnya.  Sewa kamar hotel Pop murah sekali, hanya 300 Ribu Rupiah per malam, kalau di Hongkong, hotel seperti itu paling sedikit mau 1 setengah juta Rupiah per malam, atau 5 kali lebih mahal. Hotelnya masih baru dan bersih. Di sebelah Hotel ada sebuah Shopping Mall yang besar, berikut supermarketnya yang besar dan serba komplit, ada Food Centre yang menjual macam2 masakan Indonesia, dari berbagai daerah di Jawa. Ada Nasi Padang, Nasi Gudek, Nasi Rawon,  Ketupat Tahu, Ketupat Sayur, Lontong Capgomeh, Nasi Goreng, Bakmi Goreng, Bakmi Bakso, Bakmi Pangsit, Pempek Palembang, Tape Singkong Bakar, Sea Food Bakar,  Soto Bandung, Lotek Asli Bandung, Rujak Ulek, Bandrek, Bajigur, Ketan Panggang, Tahu Sumedang, Combro, Misro, Bakso Malang, Lumpia Semarang, Tahu Pong Semarang, Tahu Kediri, Soto Jeroan Sulung Surabaya, Asinan Bogor dan ada juga makanan Jepang dan Chinese food di jual disitu, Tapi saya lebih suka Indonesian Foodnya, yang pasti lebih enak ketimbang yang dijual di Hongkong, kalau mau makan Chinese Food, baiknya di Hongkong aje deh.


 photo Sin Chung 2.jpg

Atas : Re-unie dengan para pelajar Sekolah Sin Chung Bandung,
Duduk dari kiri ke kanan : Liang He Si, Tan Djie Lam, Thio Keng Bouw, …..
Berdiri di ujung kanan : Sung Sui Kuang

Bawah : Re-Unie dengan PPI Bandung,
ke 5 dari kiri The Yen Lie, terus Thio Keng Bouw, terus Tan A Hoo, terus Tjoe Tjen Nam.
Berdiri di belakang : Go Tjin Thay.



Konon kabarnya Bandung sekarang sudah menjadi Food Centre dari Jawa Barat, tiap hari Sabtu dan Minggu ber-duyun2 pecinta makan enak dari Jakarta datang ke Bandung, hanya untuk makan dan minum. Apalagi setelah jalan tol Jakarta Bandung sudah dibuka, dalam waktu 2 setengah jam sudah sampai ke Jalan Pasteur Bandung.

Malam itu saya diundang makan oleh mantan Murid Sin Chung dan The Yen Lie dari PPI Bandung,  satu jam 6 sore dan satu lagi jam 8 malam. Jadi repot juga pada jam yang berdekatan,  harus pergi ke dua tempat yang sama2 mengundang saya makan. Karena undangan sudah disebar, jadi sulit merobah lagi. Terpaksa saya pergi dulu ke restoran Tionghoa di Jalan Braga, dimana sudah menunggu murid2 Sin Chung seperti Liang He Si, Sung Shui Kuang dan lain2, saya ngobrol sambil minum teh panas, kemudian saya bagi2kan CD Musik saya yang baru selesai dicetak di Jakarta, tiap orang kebagian dua CD. Tapi murid2 saya ini tidak mau ambil gratis CD ini, saya diberi angpao 3000 HKD, untuk meringankan ongkos cetak CD kata mereka.  Setelah motret motret, saya pamitan karena sudah ditunggu oleh mantan anggota kesenian PPI Bandung di rumah The Yen Lie, kembali Kok Swie Neng yang mengantar dengan mobil pinjaman muridnya. Di rumah Yen Lie sudah berkumpul banyak anggota kesenian PPI , seperti Tan A Hoo, Tjoe Tjen Nam, Go Tjin Thay dan lain2 yang saya sudah agak lupa namanya, begitu datang lantas mengganyang Indonesian Food dan kuwe basah yang sudah disediakan. Kemudian saya main piano dan mereka nyanyi2 di situ, ngobrol dengan mereka,  dan berjanji akan ketemu lagi pada hari ulang tahun PPI ke -60 pada 28 Oktober 2015 yad. Kepada yang hadir dalam re-unie itu saya berikan seorang dua CD Nostalgia yang sama seperti yang saya berikan kepada murid2 Sin Chung. Isi CD ada 46 lagu yang saya anggap paling bagus yang pernah saya mainkan dalam berbagai pertunjukan kesenian di Hongkong, yaitu 1.Rayuan Pulau Kelapa 2.Halo2 Bandung 3.Garuda Pancasila , 4.Dari Sabang Sampai Merauke, 5. Satu Nusa Satu Bangsa,  5.Kibarkanlah Benderaku, 7.Bengawan Solo,  8. Selendang Sutera.  9 Bandung Selatan Diwaktu Malam,  10. Nyiur Hijau,  11. Gunung Salahutu,  12. O Ina Ni Keke , 13. Butet  14. Lambaian Bunga,  15. Bandar Jakarta,  16.Indonesia Pusaka,  17. Kelapa Rumba.  18. Ole Sioh,  19. Lenggang Kangkung Medley  20. Kakatua Medley,  21. Perahu Laju Medley  22. Disco Hari Minggu,  23. Na Sonang Do Hita Na Dua,  24. Nostalgia Alumni,  25 Pujaan Tanah Air,  26 Senandung Ibu Pertiwi,  27. Long Long Great Wall. 28. Pearl Of Orient  29. Youth Friendship Waltz.  30. Friendship Waltz,  31.Gembala Sapi,  32.Chinese Folks Medley  33. Ye Lai Siang,  34. Xiao Bai Chuan  35. Beautiful Dreamer.   36. I Really Don’t Want To Know,  37. Love Story,  38. La Spagnola  39. Habanera From Carmen,  40. Brazil,  41. Matinatta  42. Moscow Night  43.Mozart Turkische March  44. Chopin To Love Again,   45. The Skaters Waltz,  46. Hooked On Classic. Semuanya adalah lagu2 yang saya sering mainkan di berbagai pentas kesenian di Hongkong selama 30 tahun ini.

Selesai bikin foto bersama, saya pamitan dan diantar pulang kembali ke Pop Hotel oleh Kok Swie Neng.

Tan Tjong Wie dan Lim Mei Fang pada malam itu berhalangan, maka besok malamnya mereka berdua mengajak anak dan cucunya datang ke hotel tempat saya menginap, ngobrol panjang lebar kemudian makan bersama di Food Court di sebelah Hotel tersebut.  Mereka membawa makanan spesifik Bandung dua bungkusan besar untuk oleh2 katanya, wah bagaimana bawanya begitu berat oleh2nya. Tan Tjong Wie adalah mantan Wakil Ketua PPI Jawa Barat, dan Lim Mei Fang adalah mantan Bendahara PPI Cabang Bandung. Dua2nya adalah sahabat karib saya di Bandung. Mey Fang menawarkan, agar lain kali ke Bandung tinggal saja di rumah anaknya, cukup besar katanya, saya bilang ya lain kali saja deh



(4)Berkunjung ke rumah sahabat karib di Bandung


Tan Hauw Tiong, Yo Eng Boe, Gouw Tek Siu,  Go Tjin Tay, Kok Swie Yen,  He Yin Phin, Apiang So, Lauw Hok Cu , Lauw Hok Beng, Wang Kuang Ie, dan Heri Antono semuanya adalah sahabat karib dan famili saya di Bandung yang kali ini mendapat giliran untuk saya kunjungi rumahnya.
Yang lain2nya, terpaksa lain kali saya kunjungi rumahnya untuk bernostalgia.

Isteri Tan Hauw Tiong, Tan Hwie Nio adalah guru Sekolah Baperki Madjalaya, yang pada 1959 pernah mengajar di situ bersama saya, Yo Giok An, Tan Sui Hiang.

Kini Tan Hwie Nio membuka catering makanan mateng, yang paling laku adalah sate babinya, maka saya minta special disajikan sate babi ketika saya berkunjung kerumahnya. Ya enak juga, tapi terus terang masih kalah enak dengan sate babi buatan saya, yang resepnya dari Apoh Guntur, yaitu daging babi yang bagian samcan (tiga lapis) setelah dipotong kecil2 dimasukkan bawang putih, kecap manis, sedikit garam, merica, langkuas parut selama setengah hari, kemudian ditusuk dengan tusukan sate lalu dibakar dengan api arang kayu. Setelah matang, dimakan bersama cabe rawit , irisan bawang merah dan parutan langkuas dan kecap manis.  Atau dimakan begitu saja juga sudah enak, sebab bumbunya sudah meresap kedalam daging. Ketika di RRT, saya pernah bikin sate babi seperti ini, cuma sayang tidak ada langkuas segar, jadi kurang sedap rasanya.

Yo Eng Boe adalah pianis yang terkenal sejak tahun 50-an di Bandung, ternyata masih satu perguruan dengan saya, sama2 murid Becalel. Kini dia selalu dicari oleh para penyanyi yang ingin tampil di pentas, supaya dibuatkan Floppy Disk iringan musik, yang se-waktu2 bisa diperdengarkan untuk mengiringi mereka menyanyi.

Sama2 memiliki profesi dan hobby yang sama, maka saya khusus kunjungi rumahnya di Jalan Sukajadi, dekat Karang Setra, sebelah utara kota Bandung. Di situ saya diajak makan siang nasi bungkusan, nasi campur dengan ayam goreng, sambel goreng kentang, dan sayur lodeh dan lalapan Sunda. Isterinya Gouw Giok Lan adalah mantan guru Sekolah Sin Chung, ketika mereka berdua menikah, sayapun ikut menghadiri pesta pernikahannya, kalau kagak salah pada tahun 1963.

Gouw Tek Siu, kokonya Gouw Giok Lan semalam tidak hadir dalam pertemuan re-unie PPI Bandung, meskipun rumahnya dekat sekali dengan rumah The Yen Lie. Karena isterinya Lim Ye Ing juga mantan aktivis PPI Bandung sudah duduk di atas kursi roda karena stroke.  Maka saya perlukan naik taxi berkunjung ke rumahnya, Gouw adalah sinshe pijat yang kesohor di Jawa Barat, banyak pasiennya dari berbagai kota datang berobat, karena kehebatan dia dalam memijat, maka ketika saya datang ke rumahnya, sebentar2 dia ke kamar depan menemui pasiennya, sebentar2 masuk lagi ke ruang tamu untuk ngobrol dua tiga menit. Jadi saya ngobrol dengan Lim Ye Ing saja yg untung strokenya tidak terlalu berat, masih bisa bicara dengan lancar. Ketika saya perlihatkan foto2 kegiatan PPI yang masih utuh, Lim kegirangan sekali, lalu saya persilahkan dia memilih dan mengambil foto2 yang ada gambar Tek Siu dan dia sendiri. Katanya, setelah G30S, semua anggota PPI Bandung berada dalam ketakutan, semua foto aktivitas PPI dibakar atau disimpan dalam kantong plastic dan ditanam atau dicemplungin ke dalam sumur.  Mereka heran juga, kenapa saya yang ketika itu berada di RRT, masih komplit dokumentasi foto2nya. Saya bilang, saya sudah tahu akan ada kejadian yang membahayakan keselamatan nyawa dan barang2 milik saya, karena sebelum saya berangkat, situasi Indonesia sudah genting, sudah tersebar desas desus PKI mau dihancurkan, dan semua organisasi golongan kiri akan dibubarkan termasuk PPI, rumah kediaman saya di Bandung pernah jadi kantor PPI, jadi se-waktu2 bisa diserbu oleh perusuh dan dijarah atau dibakar isinya, seperti yang pernah dialami oleh rumah ketua PPI Cabang Garut pada 1963, yang 7 kali didatangi perusuh sampai  licin tandas isi rumahnya seperti orang habis kebakaran.  Maka sepeda Raleigh, foto2, pakaian, dan buku2 saya sudah diselamatkan ke rumah murid saya di Pasir Kaliki sebelum G30S meletus.


 photo Bayar kaul 2013_1.jpg

Bayar kaul di Klenteng Kwan Tie



Saya ngobrol 2 jam lamanya, kemudian pamitan karena mau sembahyang ke Klenteng Kwan Tie, membayar kaul disana, karena tahun 1984, isteri saya pernah mendapat Peng An Hu dari Hweesioh di situ. Setelah itu saya mampir di rumah Go Tjin Tay di Gang Saritem, yang letaknya dekat sekali dengan Jalan Klenteng. Go adalah aktivis Bagian kesenian PPI juga, ngobrol di situ kemudian pergi ke seberang rumahnya yang ternyata adalah rumah dari Gan Giok Hiang, pemain bulutangkis PPI Bandung yang kagak pernah ketemu lagi sejak tahun 1959, dia masih ingat kepada saya, begitupula saya masih ingat kepadanya, sama2 pergi ke Kongres PPI ke-2 di Semarang. Kemudian saya pergi ke rumah Tjio Hwie Teng, yang tinggal di dekat situ juga, rambutnya sudah putih dan piara kumis dan jenggot lebat.

Besok paginya khusus saya pergi menjenguk Kok Swie Yen, enci Kok Swie Neng, isteri Oey Hong Tjay, sekretaris PPI Bandung asal Palembang. Ketika saya di RRT, Oey Hong Tjay sudah meninggal dunia, jadi Swie Yen pikul beban rumahtangga sendirian, membesarkan anak dan cucunya, sampai hari ini masih rajin mencari uang untuk uang jajannya, anak2nya sudah dewasa dan cucunya juga sudah besar2. Di sini Swie Neng memesan macem2 makanan Indonesia , kami makan siang ber-sama2, sambil ngobrol nostalgia, juga Swie Yen saya berikan foto ketika dia menari dalam malam kesenian PPI, ternyata foto koleksi dia juga habis dibakar, maka dia kegirangan sekali bisa mendapat foto2 itu. Selesai makan kami ramai2 ambil foto kenang2an, pada malam itu Swie Yen kurang enak badan jadi tidak pergi ke rumah Yen Lie.  Setelah selesai makan siang di rumah Swie Yen, Swie Neng mengantar saya ke rumah He Yin Phin.

He Yin Phin sedang berobat, karena jatuh dan keseleo kakinya, jalanpun harus pakai tongkat dan pelan2, dia adalah guru menyanyi di Sin Chung setelah saya berangkat ke RRT, jadi penerus saya di situ, tapi tak lama, setengah tahun kemudian sekolah Sin Chung ditutup oleh militer Bandung. Dari rumah He Yin Phin, saya dijemput mobil oleh A Piang So, ibu dari Lin Chiu Phin, suaminya A Piang Ko (Lim Piang Sin) sudah meninggal 2 tahun yang lalu katanya, saya mampir ke rumahnya untuk ngobrol sebentar, kemudian A Piang So mengantar saya ke rumah Cucu ( Lauw Hok Cu) di Jalan Balonggede no.8, waktu turun mobil, A Piang So memberi angpao lagi kepada saya sebesar 500 HKD. Karena saya pernah jadi guru les privat anak2nya pada 1962-1965. Ini adalah yang ke-4 kalinya beliau memberi angpao, tahun 1965 sebelum berangkat ke RRT,  2003, 2004 dan 2013 kali ini.

Cucu adalah puteri bungsu Shako Keng, enci piauw Papa saya. Saya kenal sejak dia masih berusia 13 tahun pada 1957 ketika untuk pertama kali saya ke Bandung dan menginap di rumahnya, tahu2 sekarang sudah berusia 69 tahun, sudah punya 3 anak dan 4 cucu. Ia masih tinggal di rumah ibunya yang lama yang sudah 70 tahun lebih tinggal disitu katanya, tapi rumahnya kini sudah bagus, sudah direnovasi dan lebih luas serta ada lotengnya. Ia tinggal bersama suaminya, 2 anaknya yang belum menikah. Walaupun sudah mendekati usia 70 tahun, Cucu masih rajin jualan bahan2 untuk bikin kuwe di Pasar Baru, karena menjelang Lebaran, maka repot sekali , hari itu hari terakhir dia jualan, besok mulai libur, lusa sudah lebaran Idul Fitri.  Malam itu Cucu, suaminya dan 3 anaknya serta cucunya, juga Lauw Hok Beng dengan 2 buah mobil mengantar saya makan malam di Pasir Kaliki, sebuah Food Centre yang baru dan besar, makan Hot Pot Thailand Style, dengan air rebusan Tom Yam Kung Bangkok. Makanan ini sudah sering saya makan di Thailand, tapi buat orang Bandung merupakan makanan baru yang memang lezad rasanya.


 photo TKB Cucu dan suaminya.jpg

Thio Keng Bouw, suami Cucu dan Cucu
di Floating Market Lembang Bandung



Keesokan paginya dengan dua buah mobil saya diajak ke Floating Market Lembang, untuk makan2 di sana sekalian melihat pemandangan yang baru yang dulu belum pernah ada.

Memang besar sekali perubahan kota Lembang itu, sudah banyak restorannya, kami makan di restoran Indonesia, dengan makanan Sunda yang tidak ketinggalan lalapannya dengan sambel terasi.  Hanya sayang banyak sekali lalat yang beterbangan, terpaksa pasang lilin untuk mengusir lalat.  Selesai makan siang saya diajak ke Floating Market Lembang, sebuah danau besar, yang di sekelilingnya banyak toko2 kecil jualan makanan, minuman dan buah2an, kemudian di pinggir danau ada kapal2 kecil yang jualan makanan dan minuman meniru sungai2 di Bangkok. Ini baru pemandangan baru yang pernah kulihat selama ini di Indonesia, pantesan banyak orang Jakarta yang tiap Sabtu Minggu pesiar ke Bandung, khusus untuk makan dan minum2. Kami main2 di situ kira2 3 jam lamanya, beli makanan kecil dan minuman, kemudian  pulang lagi ke Bandung. Di Balonggede, saya sudah ditunggu oleh sahabat karib saya Wang Kuang Ie dan isterinya, dia ditilpon oleh Go Tjin Thay, malam itu dia kebetulan berhalangan tidak datang ke rumah Yen Lie, maka malam ini special mau bertemu dengan saya. Saya diajak makan Bakmi kering yang sering saya makan ketika sekolah di Bandung dulu, dia ajak makan di sebuah warung bakmi terkenal di Jalan Naripan, wah ramai sekali tamu2nya, sampai susah mencari tempat parkir mobil, Wah, betul2 bakmi keringnya enak sekali, tidak kalah dengan bakmi Gajah Mada atau Gang Kelinci di Jakarta. Bakminya legit dan wangi, pakai daging ayam yang sudah diberi bumbu, dan sambelnya juga enak sekali, dan disajikan bersama satu mangkok bakso sapi kuah. Kalau di-hitung2, ini bakmi kering yang pertama kali saya makan sejak tahun 1965 meninggalkan kota Bandung, dan kwalitet bakmi ayam Bandung sudah lebih maju ketimbang tempo doeloe. Wang Kuang Ie adalah orang Konghu, ayahnya tukang kayu bikin perabotan rumah tangga, dulu saya sering ke rumahnya di Jalan Banceuy, dia pelukis karikatur yang bagus, dan sering membikin karikatur di majalah PPI Bandung yang saya pimpin ketika itu, dan juga sering bikin poster propaganda Rombongan Kesenian PPI Bandung. Ngobrol2 sampai malam jam 11 barulah dia antar saya kembali ke Balonggede.

Keesokan paginya adalah hari Lebaran Idul Fitri, saya sudah janji dengan Heri Antono dari Tionghoa-net, dia pernah ke Hongkong dan bertemu dengan saya di Wanchai, saya ajak dia makan2 di restoran. Kini dia datang menjemput saya dengan mobil, sekalian akan mengantar saya ke setasiun Kereta Api, karena menurut rencana saya akan kembali ke Jakarta pada siang itu juga. Saya usulkan kita cari warung kopi untuk sarapan pagi dan ngobrol, sudah satu jam keliling banyak tempat di kota Bandung, semua toko tutup, tak ada satupun yang buka. Wah kok begitu kota Bandung pada hari Lebaran ini, seperti kota mati saja, jalanan sepi sekali, dan mobilnya juga sedikit yang hilir mudik. Lebih sepi dari kota Brussel di Belgia , yang masih banyak restoran yang buka. Akhirnya Heri mengajak saya mampir ke rumahnya di Bandung Utara, Jalan Pasteur, untuk minum kopi.  Di rumahnya disambut dengan isterinya yang pernah ke Hongkong juga, sambil minum kopi tubruk Arabica, dan makan sayur lodeh buatan Heri, enak juga , kami ngobrol sampai jam 11 , kemudian dia antar saya ke setasiun Kereta Api Bandung.  Selesailah kunjungan  saya ke Bandung selama seminggu ini.



(5) Kembali ke Jakarta


Sebetulnya saya mau naik minibus ke Jakarta, tapi Hari Lebaran semua minibus ke Jakarta libur, satu2-nya jalan hanya naik KA. Yang paling berabe adalah barang bawaan saya cukup banyak, termasuk oleh2 dari teman2, itupun sebagian besar sudah saya tinggal di rumah Cucu, karena betul2 tidak kuat mengangkat semua oleh2 itu. Setiba di setasiun terpaksa minta bantuan kuli gotong untuk mengangkat barang2 saya naik ke gerbong KA, yang letaknya lumayan jauh dari pintu masuk setasiun. Yang paling repot adalah di setasiun Gambir, harus naik turun tangga baru bisa keluar ke tempat parkir mobil, karena liftnya sedang macet. Di luar sudah menunggu A Tek yang sudah diinterlokal semalam untuk menjemput saya. A Tek mengantar saya dengan mobil Gudang Garamnya ke Taman Palem Lestari rumah Keng Siong.  Malam itu kami makan di luar, karena pembantu rumahtangga Keng Siong pulang mudik pada Lebaran. Ya dekat rumah Keng Siong, sepanjang jalan Taman Palem Lestari ber-deret2 restoran, warung nasi, warung bakmi, pokoknya tidak ada kesulitan untuk makan pagi, siang sampai malam.

Sesuai dengan perjanjian, tanggal 9 Agustus 2015 ini saya, Keng Siong dan Silvy, A Tek akan pergi ke Kelenteng Kwan Im di Banten, sembahyang di sana sekalian ketemu dengan A Tay Ko.
A Tay Ko adalah sinshe Hong Sui dari Pabrik Rokok Kretek Gudang Garam yang terkenal ramalannya, setelah Ko A Piang sudah tidak buka praktek lagi di Banten.

A Tek yang setir mobil Keng Siong, sedangkan mobil Gudang Garamnya diparkir di muka rumah Keng Siong. Mereka bertiga juga sudah janjian dengan Ko A Tay, mau tanya ini dan itu soal penghidupan, maka ketika mereka bertemu dengan Ko A Tay, saya jalan2 keliling Klenteng dan mengambil buku2 pelajaran Budha yang ada disitu. Klentengnya sudah bagus setelah direnovasi, katanya Grup Palembang yang mengeluarkan uang untuk beaya renovasi itu.  Saya menyampaikan angpao sebesar  satu juta Rupiah kepada ko Atay atas bantuannya selama ini, karena saya sering minta nasehat via interlokal Hongkong - Jakarta. Sore itu juga kami berempat pulang ke Jakarta lagi. Langsung ke Jalan Tamansari X rumah A Tek untuk menengok puterinya Melita.


 photo TKB dan Melita 2013_1.jpg

Thio Keng Bouw dan Melita serta lukisan dari Melita



Terakhir saya ketemu Melita di Hongkong pada 2006, dia masih kecil dan ribut minta digendong ketika jalan2 ke Disneyland, kini sudah 16 tahun usianya, sudah lebih tinggi dari ibunya Lily. Kami makan malam di rumah A Tek, sekarang Lily sudah berapa tahun menganggur, kerja di rumah sebagai ibu rumah tangga saja, tampaknya agak tua raut mukanya, padahal ia lebih muda 12 tahun ketimbang isteriku, tapi tampaknya seperti pantaran saja. Mungkin karena kesel hatinya tidak mendapat pekerjaan jadi wakil CEO di Hongkong Shanghai Bank lagi kayak dulu. Sayang sekali, usianya baru 51 tahun, tapi sudah pensiun di rumah, padahal ia memiliki ijazah Perguruan Tinggi di Australia, ngapain mesti jadi ibu rumah tangga di rumah? Tapi saya tidak beri komentar apa2, takut dia tersinggung.  Anaknya Melita ternyata memiliki bakat seni rupa yang bagus, saya melihat banyak sekali lukisan2nya ditempel di tembok, sulit dipercaya anak berusia 16 tahun bisa melukis begitu bagus, mudah2an dia bisa mendapat pekerjaan jadi pelukis di Biro Iklan kelak.

Tanggal 10 Agustus, sesuai dengan janji saya minta diantar oleh Keng Siong ke Tangerang, untuk menjenguk Mas Trikoyo, anak embah Ramidjo yang hidup bersama saya selama 6 tahun di RRT.


【未完待續】







ymchen

文章數 : 667
注冊日期 : 2012-11-08

回頂端 向下

TKB:SD di HK(37)【代貼】 Empty 回復: TKB:SD di HK(37)【代貼】

發表  ymchen 14.07.15 22:09


【續】



(6)Lebaran bersama eks Digulis PKI Trikoyo Ramidjo


Mas Trikoyo, adalah putera ketiga dari Embah Ramidjo yang dibuang ke Digul oleh pemerintah kolonial Belanda pada bulan Desember 1926, setelah Pemberontakan PKI 12 November ditindas ,


 photo Trikoyo.jpg

Thio Keng Bouw dan Trikoyo
bersilaturahmi pada hari Idul Fitri (Lebaran)



ketika itu Trikoyo baru berusia 9 bulan, masih digendong oleh ibunya, ikut ayahnya ke Digul. Tapi beberapa tahun kemudian dia dan ibunya dipulangkan ke Semarang lagi, sedangkan embah Ramidjo terus di Digul kemudian dipindahkan ke Australia ketika Tentara Jepang menduduki Indonesia pada 1942.

Ketika bermukim di RRT, selama 6 tahun lamanya saya tinggal serumah dengan ayahnya Trikoyo, ketika itu beliau adalah orang yang tertua di kampung Indonesia, ikut pemberontakan 12 November 1926, kemudian ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda, dibuang ke Digul kemudian waktu jaman Jepang dipindahkan ke Australia, baru kembali lagi dari tempat pembuangan ke Indonesia pada tahun 1948, demikianlah pejuang tua yang hidup selama 22 tahun dalam pembuangan Belanda.

Hari itu adalah hari ketiga Idul Fitri, saya datang dengan bawa angpao 500HKD , pakaian dan makanan untuk Trikoyo, dia senang sekali akhirnya bisa jumpa dengan saya, sebelumnya memang sudah surat2an melalui email, hari ini betul2 adalah temu muka yang pertama. Ia tinggal serumah dengan anak dan cucunya, dapat sebuah kamar depan untuk tidur dan main computer. Tapi kakinya sudah setengah lumpuh, jadi sulit ke-mana2, kecuali dari kamar tidur ke toilet dan ruang tamu saja. Kami ngobrol2 satu jam lamanya, kemudian saya pamitan karena mau mampir ke rumah adik Mama,  yaitu engku Fendie yang sudah pindah dari Jatinegara ke Tangerang, dekat rumah puterinya di situ, jadi mudah untuk ditengok.

Karena pertemuan ini belum direncanakan semula, jadi hanya ketemu Engku Fendie dan pembantu rumahnya doang.



(7) Ke Tangerang lagi menjenguk En-En sekeluarga


Engku Fendie usianya satu tahun lebih tua ketimbang Mas Trikoyo, juga sudah sulit jalan sendiri, harus dituntun dan pakai tongkat.  Maka saya berjanji akan datang lagi, sekalian untuk bertemu dengan 3 puterinya yang tidak tinggal serumah dengan beliau pada hari berikutnya.


 photo unnamed.jpg

Thio Keng Bouw dan Michael


 photo TKB dan David Ng 2013.jpg

Thio Keng Bouw dan David



Kesesokan harinya tanggal 11 Agustus 2015, saya pergi ke Tangerang untuk bertemu dengan En-En adik isteri saya. Saya diajak En-en, isterinya Julie, anaknya Michael dan David makan siang di restoran Indonesia yang jual sea food. Restorannya di bawah udara terbuka, tidak ada ACnya, jadi banyak lalat beterbangan mengelilingi makanan, jadi sambil makan sambil repot mengusir lalat, biar sudah dipasang dua lilinpun lalat2 itu sudah biasa jadi tak takut lagi. Sea Foodnya enak, ada kepiting, udang, ikan, cumi2  tapi karena gangguan dari lalat, jadi makannya kagak tenang. Sehabis makan diajak meninjau kota Tangerang, melihat kantornya En-en dan rumah barunya yang katanya buat Michael bermukim kelak. Sudah jadi tapi masih direnovasi interiornya. Michael sekolahnya pintar, begitu lulus diangkat jadi dosen di perguruan tinggi tempat dia sekolah. Dalam tubuhnya mengalir darah ayahnya yang juga pintar sekolahnya dan paling tinggi  sekolahnya di antara 6 bersaudaranya.

Kemudian pulangnya saya diantar En-en lagi ke Taman Palem Lestari rumah Keng Siong.



(8)Hari Ulang Tahun ke-73 Sim Liang Tje


Tanggal 12 Agustus adalah hari ulang tahun ke 73 dari Liza Surya (Sim Liang Tje), kali ini saya tuk datang, karena pada 2005, ketika dia merayakan ultah ke 65, karena kesibukan di Ba Zhong,  saya tidak sempat datang ke rumahnya, padahal khusus sudah disediakan banyak masakan yang menjadi favorit saya. . Pagi2 saya minta Keng Siong antar saya ke rumah Lauw Hok Bun, kokonya Lauw Hok Beng dan Cucu, kini ia sudah pindah dari Pulo Emas ke Kelapa Gading, tinggal di rumah susun (flat apartemen) kayak di Hongkong, di bawah rumahnya ada kolam renang, supermarket dan toko2 serta restoran. Ia mengajak saya menginap di situ karena isterinya sedang menjaga cucunya di Singapura, saya menolak dengan halus, karena repot pindah2, sudah cukup di rumah Keng Siong saja.  Keng Siong pulang ke rumahnya, saya ngobrol2 dengan Hok Bun, kemudian turun ke supermarket untuk membeli coklat Swiss buat kado ulangtahun. Di rumah Liza Surya sudah tersedia nasi tumpeng, asinan Bogor, gado2, sate, kuwe tarcis ulangtahun, minuman dan buah2an. Taci Itce-nya sudah lumpuh, duduk di kursi roda, dan masih kenalin saya, katanya.


 photo Liza Surya ulltah 73.jpg

Sim Liang Tje (Liza Surya) berulang tahun ke-73



tidak banyak perobahan, padahal sudah 48 tahun tidak ketemu. Rumah Liza Surya banyak sekali anjingnya, mungkin ada beberapa puluh. Setelah ia bercerai dengan suaminya, yang suka mencuri perhiasan dan uangnya buat main judi, maka dari piara laki2, kini dia piara anjing, katanya, anjing lebih setia dan dengar kata daripada suaminya. Saya godain dia, kamu dulu pilih2 sambuk, kalau waktu itu kamu menikah dengan saya, kan tidak sampai usia 50 lebih baru bersuami, sudah jelek mukanya terus suka mencuri dan main judi lagi, lihat saya nih, tua2 masih ganteng dan tidak suka berjudi, minum arak, merokok dan melacur. Dia dan tacinya tertawa ter-bahak2 mendengar kata2 saya itu, yang diucapkan sambil melawak. Liza seorang dokter gigi lulusan Ureca yang sukses punya 2 rumah besar, satu di Pulo Emas, satu lagi di Pondok Indah, tempat poliklinik giginya. Pada tahun 1978 dia baru berusia 38 tahun belum menikah, adik2 saya mau aprokin dengan dia, tapi saya menolak, karena saya belum berani pulang ke Indonesia, dan Liza tak mungkin pindah ke Hongkong yang tidak mengakui ijazah dokternya. Dasar bukan jodoh.  Tapi selama di Hongkong dia ber-turut2 3 kali jalan2 untuk menemui saya, pada tahun 1983, 1986 dan 1990.

Disamping ibu saya, termasuk yang paling banyak bertemu dengan saya di Hongkong. Dan dia sering mengirim makanan, asinan Bogor, baju batik dari Jakarta ke Hongkong, pertanda keakraban persahabatan saya dengan dia yang sudah dijalin sejak tahun 1955. Ketika dia baru berusia 15 tahun. Ketika dia jadi aktivis PPI Jakarta yang banyak membantu pekerjaan saya ketika itu.Sampai sore saya main di rumah Liza, kemudian pulang ke Taman Palem Lestari dengan taxi, karena tidak mau merepotkan Hok Bun yang sudah satu harian menemani saya.

Makan malam di restoran dekat rumah Keng Siong, di restoran Sambel Ulek.



(9) Li Shang Si dan Zhou Bo Wei (Patrick Winata)


Tanggal 13 Agustus, diantar dengan mobil Keng Siong, saya ke Muara Karang rumah Li Shang Si, teman sekelas saya ketika bersekolah di Ba Zhong. Shang Si menjemput di depan rumahnya, rambut gondrong dan sudah putih semuanya, saya diajak masuk kerumah dan Keng Siong terus pulang karena banyak kerjaan, di rumah Shang Si saya disuguhi sarapan pagi, saya menolak karena jam 6 pagi sudah kenyang makan bubur ayam di rumah Keng Siong, saya bilang, baiknya kita ngobrol2 saja deh, sebentar saya minta diantar ketemu dengan Zhou Bo Wai(Patrick Winata), juga alumnus Ba Zhong angkatan 57, yang pernah bekerja di Hongkong, kemudian kembali ke rumahnya di Jakarta.

Siang itu dengan naik bajay, saya dan Shang Si pergi ke Mega Mall, ketemu Patrick Winata. Dia mentraktir kami berdua makan siang di Canton Bay, sebuah restoran Hongkong dan menunya semua a la Hongkong, dan kokinya katanya didatangkan dari Hongkong. Memang setelah saya makan, rasanya persis seperti di Hongkong. Rupanya sudah banyak koki Hongkong yang didatangkan ke Jakarta, entah di kota2 lain. Zhou bertanya kenapa membatalkan rencana melewati hari tua di Indonesia? Saya  menceritakan kerugiannya lebih banyak daripada keuntungannya. Lebih baik terus di Hongkong, kalau kangen kepada famili dan teman2,  tinggal beli ticket plane Hong Kong Jakarta pulang pergi, kan beres. Kami bertiga ngobrol sampai sore, saya pulang lagi ke Taman Palem dengan taxi..


 photo Patrick amp TKB.jpg

Foto atas : Patrick Winata pada 1991 menyanyi di angkatan 57
diiringi piano oleh Thio Keng Bouw

Foto bawah : Patrick Winata mentraktir Thio Keng Bouw
makan di restoran Mega Mall, pada 2013.


 photo Hok Bun Sang Si.jpg

Foto atas : Thio Keng Bouw dan Lauw Hok Bun
dirumahnya di Kelapa Gading.

Foto bawah : Thio Keng Bouw dan Li Shang Si
di Mega Mall 2013



(10)Ke rumah Ong Lee Sin
mantan sekretaris PPI Bandung


Tanggal 14 saya khusus pergi ke rumah Ong Lee Sin di Kebon Jeruk 16, dan minta supaya Tjoe Peng Hin datang ke situ juga,  Ong dan Tjoe adalah mantan sekretaris PPI periode 1964-1965. Dua2nya pernah ditahan militer selama sebulan setelah G30S, untung tidak digebuki atau disiksa. Kesehatan Ong sudah mundur, tapi Tjoe masih sehat dan setiap hari masih ke kantor niaganya dengan setir mobil sendiri, padahal usianya sudah 78 tahun. Selesai ngobrol, Tjoe Peng Hin antar saya makan sop iga sapi di dekat rumahnya, saya tidak mampir ke rumahnya, lain kali deh, karena sudah kesorean dan saya mau pulang naik taxi saja, tidak mau merepotkan Tjoe pulang pergi mengantar saya ke Taman Palem Lestari.


 photo Tjoe-Ong-Thio.jpg

Dari kiri: Tjoe Peng Hin, Ong Lee Sin dan Thio Keng Bouw



(11) Ke rumah Engku Fendie


Tanggal 15 Agustus, Keng Siong mengantar saya ke rumah Pepep lagi, setiba di sana ternyata sudah lengkap 3 puteri Pepep, Ie-ie Nollie, dan yang surprise adalah engku Djiauw Hok Sui yang sudah 56 tahun tidak ketemu muka. Ia datang dengan isterinya. Waktu kecil dia tinggal di Jalan Guntur 28 dan saya di Jalan Guntur 18, jadi dekat sekali, jadi teman main sejak kecil dan usianya cuma terpaut beberapa bulan saja.  Dia pernah aktif di PPI Jakarta pada tahun 1955-1957, kemudian tidak aktif lagi karena studinya di universitas sangat menyita waktunya.


 photo Pepep 2013_1.jpg

Dari kiri: Djiauw Hok Soey, Nolly Ouw, Fenddy Ouw
dan Thio Keng Bouw


 photo TKB dan Pepep 2013.jpg

Engku Fendie dan tiga puterinya,  salah seorang dari menantu Engku Fendie, Ie Nollie, Engku Djiauw Hok Soey dan isterinya, Thio KengBouw dan Thio Keng Siong. Total 10 orang.



(12)Re-unie dengan angkatan 57 Ba Zhong Jakarta


Tanggal 16 Agustus malam, Huang Sin Tang ketua angkatan 57 Ba Zhong Jakarta mengundang saya makan di restoran Hakka milik Xu Rui Hoa, yang diundang semua dari angkatan 57, sedang enak2 makan tiba2 datang Keng Houw yang rumahnya memang dekat dengan restoran dan dia sering ke situ karena kenal baik dengan Xu Kuang Hua. Dia datang cuma mau ikut ngobrol saja dan berkenalan dengan teman2 Ba Zhong saya, karena dulu selesai di sekolah Sin Hoa di terus pindah ke Pa Hoa (JPP).Keng Houw banyak ceritanya dan pandai berkelakar, suasananya jadi serba gembira, banyak ketawanya.



(13)Merayakan 17 Agustus
di rumah pak Bambang dan bu Ida


Dengan di antar oleh A Tek, hari ini saya berkunjung ke rumah pak Bambang dan bu Ida di kompleks deparlu Jakarta Selatan. Hari ini persis tanggal 17 Agustus , ulang tahun kemerdekaan NKRI, kami berempat ngobrol2 dengan uplek sambil minum teh dan kuwe Indonesia yang dihidangkan oleh Ibu Ida.  Warung Nasi gudeknya sudah tutup, ketika pertama kali saya ke situ, masih sempat mencicipi nasi gudeg dan lumpiah Semarangnya. Pak Bambang masih rajin belajar piano dan organ yang ketika di Hongkong saya ajari, memang dia senang sekali dengan musik.



(14)Re-unie dengan mantan anggota PPI
di Taman Anggrek


Tanggal 19 Agustus, kembali re-unie dengan Lay Oen Kwie mantan sekretaris PPI Pusat 64-65, Tan Bwee Lan, mantan guru sekolah PPI Bandung MUSYAWARAH dan suaminya Tjong Han Tjiang, Tjoe Peng Hin, Ong Lee Sin, Yo Kim Houw dan isterinya. Kecuali Ong Lee Sin, semuanya sudah pernah menengok saya di Hongkong.

Kami ngobrol2 sambil makan2 di Food Court Taman Anggrek Mall. Dimana Lay Oen Kwie tinggal di atas mall tersebut, kali ini Lay yang traktir, dia membeli segepok kupon makanan, lalu di-bagi2kan kepada para tamu, untuk memilih sendiri makanan yang menjadi kesukaannya.

Tak lama lagi datang Keng Houw yang juga kenal baik dengan semua yang datang ( kecuali Yo Kim Houw dan isterinya), sebab sama2 sekolah di Pa Hoa dulunya. Selesai makan2 dan minum2, kami ambil foto bersama.  Pulangnya diantar oleh Tjong Han Tjiang yang membawa mobil sendiri, sampai di jembatan Krukut dekat rumah Lee Sin, saya Lee Sin dan Keng Houw turun, kemudian saya dan Keng Houw naik angkot ke Glodok, beli oleh2 buat dibawah pulang ke Hongkong buat isteriku. Setelah itu pulang ke Tamansari, karena malamnya saya diundang makan oleh Irawaty Yu, pimpinan Paduan Suara Ba Zhong Jakarta, yang pada malam itu mengadakan latihan paduan suaranya di jalan Batu Tulis. Keng Houw saya ajak sekalian, karena saya butuh dia untuk malamnya mengantar saya pulang ke Taman Palem Lestari.  Selesai makan malam, kami ramai2 prgi ke lantai 4, dimana paduan suaranya berlatih.


 photo Re-unie PPI di Taman Anggrek.jpg

Dari kiri : Lay Oen Kwie, Yo Kim Houw, isteri Yo Kim Houw, Tjoe Peng Hin,
Thio Keng Bouw, Ong Lee Sin, Tan Bwee Lan, dan Tjong Han Tjiang



Selesai latihan, Keng Houw mengantar saya pulang ke Taman Palem Lestari naik Busway, sampai dekat Taman Palem, dijemput lagi oleh mobil Keng Siong.

Keng Houw menemani saya lagi di rumah Keng Siong, ngobol sampai larut malam.

Tanggal 21 malam, diantar oleh Keng Siong ke Bandar Udara Sukarno Hatta, saya berangkat dengan plane untuk pulang ke Hongkong, disana sudah berkumpul banyak alumnus Sin Hoa Hongkong yang pulang bersama saya, cukup berat barang2 yang saya bawa, termasuk album foto yang pernah ketinggalan di rumah Keng Siong pada 8 tahun yang lalu. Juga dititipi 10 buku peringatan Ultah ke-109 Sin Hoa, untuk di-bagi2kan kepada alumnus Sin Hoa di Hong Kong yang tidak ikut ke Jakarta kali ini. Jam 6 pagi sudah tiba di Hongkong. Dijemput oleh Yuan Yen Zhang alumnus Sin Hoa Jakarta di Hongkong, untuk mengambil buku  peringatan yang dititipi itu.



(15)Thio Keng Bouw 2013 Christmas Concert


2013 THIO KENG BOUW CHRISTMAS CONCERT
Tanggal  :  15 Desember 2013  (Hari Minggu)
Waktu :  2 – 5 pm  
Tempat :  Aula Alumni Hoa Da, 552 Nathan Road, lantai 5


     A C A R A            
1.  Piano Solo : a. Legend Of The Dragon 龙的传人b. Ballade Pour Adeline
2.  One Man Band  a. Long Long Great Wall长城长   b. Brazil
3.  Tenor Solo Chen An Ying :  a. La Paloma  b. Bengawan Solo
4.  One Man Orchestra  :  a. Beautiful Dreamer  b. Pearl Fischer
5.  Tenor Solo Lim Chang An  :  a. Bunga Angrek  b. Rangkaian Melati
6.  Piano Solo :  a. Come Back To Sorentto   b. Santa Lucia
7.  Soprano Solo Rita Chan :  a. Ave Maria  b. O Mio Babino Caro
8.  One Man Band  a. Solamente Una Ves   b. Te Quiero Di Jiste
9.  Hawaian Gitar Solo Phan Han Xiu  :  Indonesia Pusaka   b. Perahu Laju
10.  One Man Orchestra  :  a. Garuda Pancasila   b. Nyiur Hijau
11.  Tenor Solo  Wu An Ran  :  a. Delilah  b. My Way
12.  One Man Orchestra:  a.Siboney  b. Rondo A La Turca
13.  Soprano Solo Liu Jing Lan  :  a. Habanera from Carmen  b. La Spagnola
14.  Tenor Solo Chan Chang Hai  :  a. Unchained Melody  b. Gembala Sapi
15:  Piano Solo :  a.  Chopin To Love Again  b.  Love Story.
16.  Duet Chan Chang Hai dan Huang Bi Huan  :   a. La Paloma   b. Brindisi
17.  One Man Orchestra : a. Ode To Motherland 祖国颂 b. Hooked On Classic

Acara Piano Solo, One Man Band dan One Man Orchestra seluruhnya dipersembahkan oleh Thio Keng Bouw, mata saya sudah awas lagi, berkat obat tradisionil yang sudah setengah tahun lebih saya makan.

Sponsor : Li Pao Tian ketua angkatan 54 Ba Zhong



(16) Huang Sin Tang ,
ketua Ba Zhong angkatan 57 meninggal


“Qing Mao! Huang Sin Tang sudah kagak ada!” Demikian suara Yang Yu Phan dalam tilpon memberitahukan saya. Betul2 bagai halilintar di siang hari bolong, mendengar berita yang begitu mendadak ini, baru saja belum lama beliau mengundang saya makan2 di restoran Xu Rui Hoa, wajahnya yang welas asih dan penuh senyum itu masih terbayang di kelopak mata. Kenapa begitu mendadak meninggalkan kita semua?

Huang Sin Tang bukan saja pemimpin dari angkatan 57 Ba Zhong, juga pernah selama 10 tahun ber-turut2 menjabat ketua Ba Zhong seluruh Jakarta, merupakan pemimpin alumni Ba Zhong yang dihormati dan dijunjung tinggi oleh para alumnus Ba Zhong, karena beliau paling banyak berkorban tenaga, fikiran dan uangnya juga, untuk kepentingan Ba Zhong Alumni Association.

Kita semua betul2 merasa kehilangan besar dengan meninggalnya saudara Huang Sin Tang, segera saya sanggupi untuk ikut mencantumkan nama saya,  dalam iklan berdukacita yang akan dimuat dalam harian di Jakarta, Gu Ji Ri Bao, semoga keluarga yang ditinggalkannya mengubah duka derita menjadi kekuatan untuk mewarisi sifat2 baik dari Huang Sin Tang, semoga penerus Huang yang memimpin angkatan 57 yad, bisa berteladan kepada beliau dalam membawa maju dan persatuan angkatan 57 Ba Zhong kita ini.



【第三十七集結束】

【請續看下一集】





ymchen

文章數 : 667
注冊日期 : 2012-11-08

回頂端 向下

回頂端


 
這個論壇的權限:
無法 在這個版面回復文章